Laman

Rabu, 05 Februari 2014

Pengalamanku : Kenangan Saat Menjadi Pengusaha Sepatu Lukis

Halo teman-teman. Apa kabar semua di musim hujan ini?

Semoga teman-teman selalu diberikan kesehatan, walau tantangan musim ini cukup berat. Walau bagaimana pun, hujan adalah anugerah Tuhan. Bersabarlah jika air yang melimpah ini memberi banyak cobaan. Semoga kita bisa melewatinya, dan tak ada lagi yang kebanjiran. Aamiin.

Kali ini aku ingin berbagi pengalamanku saat aku memutuskan tidak lagi mencari kerja sebagai arsitek, dan berpikir ingin menjadi pengusaha. Inilah kisahku ... yuk, baca sama-sama ^_^

Aku, melukis sepatu dan menulis buku ^_^

Tahun 2009, aku terpekur menghadapi kenyataan kembali kehilangan pekerjaan. Padahal rasanya saat itu adalah job description yang paling sesuai dengan yang aku inginkan. Namun apa daya, karena suatu masalah yang menimpa perusahaan tempatku bekerja, menyebabkan bosku terpaksa menutup usahanya.

Tiba-tiba saja aku enggan melamar menjadi pegawai lagi. Aku lelah jika harus memulai dari awal lagi. Di mana pun aku bekerja, rasanya tetap sama, aku hanyalah anak buah, yang harus menuruti ketentuan kantor dan menuruti perintah bos. Sudah lama memang aku bercita-cita kelak ingin memiliki usaha sendiri sehingga tak perlu lagi menjadi pegawai orang lain. Sesungguhnya aku tak betah dengan rutinitas kantor yang menjemukan. Apalagi jalanan di ibukota yang semakin padat membuatku kelelahan menempuh jarak pulang pergi dari rumahku ke kantor dan sebaliknya.

Anehnya, setelah selama sepuluh tahun berkecimpung di dunia Arsitektur, akhir tahun 2009 itu mendadak aku merasa jenuh dengan dunia itu. Aku tak punya niat sedikit pun memulai usaha sendiri di bidang Arsitektur. Tidak. Aku ingin mencoba sesuatu yang lain. Sesuatu yang beda dengan yang selama ini aku kerjakan. Aku pun memutuskan untuk mencoba usaha dari sesuatu yang menjadi hobiku. Kupelajari begitu banyak buku dan majalah mengenai usaha mandiri, mencoba mencari bidang usaha yang cocok untuk kutekuni dan modalnya terjangkau olehku. Selama berbulan-bulan aku mengadakan survei pribadi.

Awalnya aku tertarik untuk berbisnis jualan pernak-pernik aksesoris wanita, khususnya remaja putri. Karena aku sendiri sesungguhnya menyukai aksesoris-aksesoris funky itu. Aku pun mengadakan survei ke tempat yang banyak menjual pernak-pernik aksesoris wanita seperti Pusat Grosir Jatinegara dan Pasar Pagi Asemka. Menimbang-nimbang apakah modal yang aku punya cukup untuk memulai usaha itu.

Tapi ternyata butuh modal yang tak sedikit untuk memulai usaha berjualan aksesoris wanita. Aku pun mengurungkan niatku berusaha di bidang itu. Apalagi kemudian aku membaca sebuah informasi satu usaha yang sangat menarik minatku karena usaha itu bisa memanfaatkan keahlianku menggambar, yaitu usaha membuat sepatu lukis. Ya, aku bisa menggambar dan yang paling penting, aku suka menggambar. Lalu, bagaimana caranya aku memulai usaha ini?

Aku tak bertanya pada siapa pun bagaimana cara membuat sepatu lukis. Aku mencari sendiri segala informasi mengenai sepatu lukis melalui google. Mencari informasi bahan sepatu apa yang dapat dilukis dan cat apa yang biasa digunakan. Setelah semua informasi kukumpulkan, maka aku pun nekat memulai usaha ini. Aku memesan satu lusin sepatu kanvas putih polos dan seperangkat cat acrylic via online.

Perlahan aku mulai mencoba kemampuanku melukis di sepatu kanvas itu.
Terlebih dahulu kubuat sketsa dengan pensil 2B. Lalu sketsa yang kubuat itu kuwarnai dengan cat acrylic yang telah aku siapkan. Awalnya sangat sulit. Aku harus melapisi sepatu itu dengan tiga kali cat ulang. Terkadang aku salah mencampur warna. Aku mengalami beberapa kali kegagalan, walau akhirnya cat di sepatu kanvas itu bisa dikoreksi. Satu lusin sepatu kanvas polos yang pertama kubeli itu kupakai untuk bahan eksperimen.

Hasil karya sepatu lukisku yang pertama. Masih sederhana gambarnya

Setelah semua kulukis dengan warna-warni yang menurutku cukup menarik, lalu kucoba menitipkannya di toko pernak-pernik milik tetangga. Selama berbulan-bulan, tak ada yang berminat. Ternyata gambar di sepatu itu masih kurang menarik minat orang yang melihatnya untuk membeli. Akhirnya selusin sepatu lukis hasil lukisanku pertama itu kupakai sendiri, beberapa kuberikan untuk saudara-saudara dan ibuku. Aku hampir menyerah. Modal yang kukeluarkan cukup banyak, tapi tak satu pun sepatu yang menghasilkan uang.

Namun pesanan sepasang sepatu lukis dari seorang temanku menjadi awal yang baik yang kemudian memompa semangatku untuk terus berusaha mewujudkan mimpiku. Apalagi setelah sepatu temanku itu aku selesaikan, temanku sangat puas dengan sepatu lukis buatanku itu.

“Bagus, Rum! Rapi banget seperti gambar aslinya.” kata temanku itu.

Ia memesan sepatu lukis bergambar tokoh Snoopy karakter favoritnya.

Pesanan temanku yang membuatku semangat dan yakin ^_^

Lukisan Snoopy pesanan temanku. Katanya dipakai saat ia jalan-jalan ke Singapura loh ^_^

Aku sangat berterima kasih kepada temanku itu, ia telah mengembalikan semangatku untuk kembali fokus dengan cita-cita memiliki usaha mandiri. Ia telah memberi aku kepercayaan. Apalagi kemudian ia mengajakku untuk ikut memamerkan sepatu lukisku di garage sale yang akan diselenggarakannya.
Selama seminggu penuh aku membuat tujuh sepatu lukis untuk dipamerkan dan dijadikan contoh.


Sepatu yang kubuat dalam seminggu untuk diikutsertakan dalam garage sale
Maaf ya, waktu difotonya salah setting. Ini dibuat tanggal 08/09/2009 ^_^

Garage sale itu hanya berlangsung selama dua hari. Tetapi hasilnya, aku mendapat sepuluh pesanan sepatu lukis sekaligus! Repot dan melelahkan karena aku harus begadang setiap malam agar sepatu-sepatu pesanan itu dapat selesai tepat waktu. Tapi aku senang. Semua itu mengembalikan lagi semangatku yang semula sempat jatuh. Semakin meyakinkan aku bahwa dengan kemauan dan kerja keras, sepertinya aku bisa mengembangkan usaha membuat sepatu lukis ini. Memang semua butuh proses, bahkan memajang foto-foto sepatu lukis yang telah aku buat di facebook-ku pun baru terpikir setelah beberapa bulan aku memiliki akun facebook.

Aku mulai mengolah tampilan facebook-ku menjadi lebih menarik. Foto-foto sepatu lukis yang telah kubuat, kukumpulkan dalam satu album. Kuberi nama album itu Arumi Painted Shoes. Kuberi sedikit keterangan mengenai sepatu lukisku berikut harganya. Kemudian untuk mempromosikannya, secara berkala aku tinggal men-share album itu. Mudah sekali!

Favoritku, si ganteng Shinichi Kudo ^_^


Katara dan Pangeran Zuko
dari serial Avatar

Ditantang membuat mata yang persis sama dengan gambar manga-nya
Alhamdulillah, pemesan puas dengan hasil lukisku ini ^_^

Benarlah, setelah beberapa waktu, keampuhan facebook mulai tampak. Ada beberapa pengguna facebook yang melihat foto-foto sepatuku itu menghubungiku dan menyatakan berminat untuk memesan. Aku senang sekali. Facebook membantuku untuk berani memulai usaha onlineku. Tapi usaha melalui facebook juga memberi pengalaman buatku bahwa kita harus hati-hati dengan pengguna facebook yang belum sungguh kita kenal.



Aku melukisnya sendiri secara manual dengan hati looh ^_^

Tips dariku untuk teman-teman yang mungkin juga ingin membuka usaha via facebook, usaha online adalah usaha yang berbasis pada kepercayaan. Karena itu kita harus tegas. Awalnya, aku merasa tak enak jika orang yang memesan sepatu lukis buatanku harus membayar terlebih dahulu padahal sepatunya belum aku buat. Maka, kubuat dulu sepatu mereka, aku kirim, baru kemudian mereka bayar.
Tetapi, ternyata tak semua pengguna facebook mempunyai niat yang baik. Ada seseorang yang telah memesan sepatu lukis buatanku, aku buat dengan susah payah sebaik mungkin, kemudian aku kirimkan kepadanya melalui jasa titipan kilat. Tapi ternyata kemudian ia tak membayar sepatu lukis pesanannya itu. Ada saja alasannya. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Hanya menyesali mengapa ia tega berbuat itu.

Berdasarkan pengalaman itu, maka untuk pesanan selanjutnya, aku buat sepatunya sebaik mungkin, setelah sepatu jadi, aku up load fotonya di facebook lalu aku tag kepada si pemesan. Jika mereka sudah puas dengan hasilnya, barulah aku kirim melalui jasa titipan kilat. Karena pengalaman terdahulu, maka aku mengirim sepatu pesanan itu sesudah sang pemesan mentransfer pembayaran ke rekeningku.

Masih ada pengalaman pahit lainnya. Ada seseorang yang telah memesan empat pasang sepatu lukis. Dengan antusias, kubuat pesanan itu dengan sebaik-baiknya. Aku selalu berusaha agar sepatu lukis buatanku bagus hasilnya dan memuaskan pemesan. Karena aku berjanji akan menyelesaikannya hanya dalam waktu seminggu, aku pun rela mengerjakan sepatu-sepatu lukis itu hingga bergadang semalaman.

Tapi apakah yang terjadi? Setelah sepatu-sepatu itu selesai kubuat, lama sang pemesan tak memberi kabar. Aku tak akan mengirim sepatu lukis pesanannya itu  sebelum ia mentransfer uang pembayarannya. Namun ia tak juga mentransfer uang pembayaran sampai berbulan-bulan kemudian. Dan ternyata ia membatalkan pesanan.

Aku sempat merasa sangat kecewa karena merasa hasil kerja kerasku sia-sia. Pengalaman ini memberiku pelajaran, bahwa memang dalam usaha online, kita harus bertindak tegas. Untuk pesanan selanjutnya, aku selalu mengingatkan kepada pemesan agar mentransfer terlebih dahulu harga sepatu yang ingin dipesan, barulah nanti pesanan aku kerjakan. Jika sudah dibayar, bekerja seharian tanpa berhenti pun aku rela. Aku pasti akan memberikan hasil yang terbaik.

Pernah juga terjadi sepatu yang dipesan seorang konsumen ternyata kebesaran, sehingga aku harus melukis ulang gambar yang sama di sepatu lain. Kendala juga pernah muncul dari pengadaan bahan baku. Beberapa kali aku terpaksa berganti supplier, karena mereka mengecewakan dan merugikan aku, seringkali barang yang dikirimkan padaku tak sesuai dengan yang aku pesan. Sampai akhirnya aku memutuskan membeli sendiri bahan baku langsung di pasar grosir. Lebih melelahkan, karena aku harus berbelanja sendiri ke Pasar Jatinegara untuk mendapatkan sepatu dengan harga grosir. Apalagi aku tak bisa mengendarai motor. Setiap saat berbelanja, aku berangkat pagi-pagi naik biskota. Biasanya aku hanya sanggup membawa sepatu sebanyak enam sampai tujuh pasang saja.




Pernah suatu kali aku nekat membeli sembilan pasang sekaligus. Semua sepatu yang kubeli kumasukkan ke dalam tas sangat besar. Kembali ke rumah aku tetap naik bis sambil membawa tas besar berisi sembilan pasang sepatu kanvas polos itu. Ternyata berat sekali. Lenganku seketika saja merasa kelelahan. Apalagi dari ujung jalan menuju rumahku, aku masih harus berjalan sejauh lebih dari enam ratus meter. Apesnya, begitu aku turun dari angkot, hujan deras mendadak muncul. Payung kecil yang kubawa tak mampu melindungiku dari terpaan air hujan yang sangat keras. Tapi aku tetap berjalan sambil menenteng tas berat itu. Kujadikan itu sebagai cobaan untuk menguatkan mental pantang menyerahku. Sesungguhnya dalam kesengsaraan, ada kenikmatan yang tersembunyi, tatkala segala jerih payah kita kelak membuahkan hasil. Walau rasanya lelah sekali membeli sendiri bahan baku langsung ke pusat grosir, tapi aku puas karena aku bisa memilih bahan baku yang aku butuhkan.

Aku juga mulai belajar membuat blog sebagai sarana untuk memperkenalkan karya sepatu lukisku. Pesanan semakin banyak. Bahkan ada beberapa yang ingin menjadi reseller. Aku tak bisa menerima semuanya, karena aku membuat sepatu-sepatu itu hanya sendirian. Semua kulakukan sendiri, mulai dari membeli bahan baku, melukisnya, mempromosikannya bahkan mengirimnya via titipan kilat. Aku memang merasa lebih nyaman untuk mengerjakan semuanya sendiri. Saat itu aku memutuskan baru menerima satu reseller saja. Hingga lebih dari setahun aku bekerja sama dengannya. Saat itu, kunikmati menjalankan usaha ini, sekaligus menekuni hobi.






Inilah beberapa karya lukisku. Alhamdulillah, pemesan selalu puas ^_^

Sampai kemudian aku mulai merasakan kemajuan usaha sepatu lukisku. Aku tak menyesal dengan keputusanku memilih berusaha mandiri. Dengan memiliki usaha sendiri, aku masih punya waktu dan kesempatan melakukan banyak hal menarik diluar pekerjaanku sehari-hari. Selain menekuni usaha sepatu lukisku ini, aku juga bisa kembali mengasah hobi menulisku. Keuntungan lain memiliki usaha sendiri di rumah, aku tak lagi terikat oleh jam kerja yang mengharuskan masuk kantor pukul setengah sembilan hingga pukul lima sore. Artinya aku tak perlu lagi berjibaku dalam kemacetan jalan raya Jakarta setiap jam sibuk pergi dan pulang kerja. Bila ingin bepergian pun aku tak perlu repot mengambil cuti karena aku bisa mengatur waktu kerjaku dengan fleksibel. Inilah asyiknya menjadi bos bagi diri sendiri.


Ada yang pesan gambar batik pun kuterima,
walau ternyata susah juga membatik dengan cat acrylic





Melukis logo-logo klub sepakbola ini adalah tantangan terberat

Pesanan gambar aktor Korea

Melukis aktor Korea pun bisa ^_^


Melukis Michael Jackson pun bisa ^_^

Seiring berjalannya waktu, ternyata sekarang ini kesempatan menulis semakin terbuka untukku. Passion terbesarku pun akhirnya beralih ke menulis. Walau sampai saat ini masih saja ada yang memesan sepatu lukis kepadaku, tetapi sayangnya aku belum mampu memenuhi.

Namun bagi teman-teman yang berminat membuka usaha melukis sepatu, semoga pengalamanku ini bisa menambah informasi, bagaimana lika-liku sebuah usaha. Memang berat pada awalnya, banyak tantangan yang harus dilalui, tapi jika kita berhasil melewati semuanya, maka kejayaan insya Allah akan digapai.

Semangat ya! ^_^

Kisah pengalamanku jatuh bangun membuka usaha sepatu lukis ini termuat dalam buku "Bye-Bye Office" terbitan MIC Publishing.



Namun kini, aku memilih menjadi penulis novel saja ... ^_^

Dan ini adalah salah satu mimpiku yang terwujud tahun ini. Akhirnya, novelku terbit di penerbit idamanku, Gramedia Pustaka Utama. "HATIKU MEMILIHMU" Koleksi yuuuk... ^_^




Sekarang, aku memutuskan menulis novel saja
Entah kapan aku akan melukis sepatu lagi ... ^_^

Sabtu, 01 Februari 2014

February Wishes : My dreams come true

Tak terasa, akhirnya kita tinggalkan bulan Januari penuh kenangan dan kini mulai memasuki bulan Februari penuh harapan...

Aku masih bersabar menunggu semua rencana-rencana tahun lalu terwujud di bulan ini.

Editorku menjanjikan, bulan ini akan terbit novelku terbaru, berjudul "Hatiku Memilihmu". Alhamdulillah, novelku ini akan terbit di salah satu penerbit idamanku.

Untuk sementara covernya seujung dulu yaa ... karena masih dalam proses revisi ^_^



Untuk sementara ini aku belum akan menceritakannya secara detail. Yang jelas, ini adalah buah karyaku yang kuharap lebih baik dari sebelumnya, karena aku menuliskan kisah ini setelah aku mendapat begitu banyak pengalaman berharga. Ditambah sentuhan editorku yang cemerlang, membuat kisah ini semakin nyaman dibaca dan aku berharap semoga terhindar dari kesalahan fatal dan kelak pembaca novelku ini menyukai kisah ini.

Kemudian ada lagi satu novelku yang akan terbit berjudul "Monte Carlo", ini juga akan terbit di penerbit idamanku lainnya, Gagas Media. Tapi aku belum tahu kepastian waktu terbitnya. Ini pun naskah yang sudah mengalami begitu banyak pembelajaran. Insya Allah jauh lebih bagus dari karya-karyaku sebelumnya. Sungguh suatu anugerah tak terkira saat nanti akhirnya aku menerima bukti terbit novelku yang satu ini.

Dan satu lagi berita bahagia yang masih aku simpan rapat-rapat tentang novelku "Tahajud Cinta di Kota New York", aku masih bersabar untuk membagi kabar bahagia ini. Clue-nya ini adalah impian terbesar seorang penulis novel ... Hm, bisa menebak? ^_^

Baiklah ... sekarang saatnya aku kabarkan, "Tahajud Cinta di Kota New York" akan diadaptasi menjadi film oleh MD Pictures. Alhamdulillah ... mohon doanya ya teman-teman ^_^




Tunggu ya, sampai nanti akhirnya kontrak ditandatangani, barulah aku berani menyampaikan kepada teman-teman satu kabar bahagia yang dua bulan terakhir ini membuatku merasa sangat bersyukur telah dikaruniai rezeki demikian banyaknya.

Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Insya Allah ini semua adalah buah dari kerja keras, pantang menyerah, keinginan untuk selalu terus mengasah kemampuan dan bersedia belajar menulis yang lebih baik lagi, serta tentu saja doa yang tak pernah putus, baik doaku sendiri maupun dari orangtua, saudara-saudaraku dan teman-teman semua.

Terima kasih, sungguh aku merasa berlimpah berkah. Semoga apa pun kebahagian yang kelak kuterima, aku selalu ingat untuk tetap bersikap rendah hati, menyadari sekuat apa pun aku bekerja, hasilnya tentu tak akan bisa seratus persen sempurna. Aku masih jauh dari hebat, masih harus terus mengasah kemampuan dan ingat, bahwa di atas langit, masih ada langit ...

Ini dia, salah satu mimpiku yang menjadi kenyataan. Novel terbaruku diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Terbit 12 Mei 2014. Yang suka baca novel romance Islami, yuk, koleksi ^_^



Yuk, semangat mengisi bulan Februari ini dengan karya terbaik kita ^_^

Oya, satu lagi info yang ingin kubagi, kemarin saat perayaan imlek, keluargaku mendapat rezeki kiriman banyak sekali kue keranjang dari teman dan tetangga yang merayakan imlek. Sungguh indah kebersamaan, sungguh damai saling berbagi kebahagiaan.

Selamat tahun baru, selamat bulan baru ^_^



Novelku yang sudah edar di toko buku ^_^


Senin, 20 Januari 2014

Catatan Perjalanan 8 : From Jogja To Jakarta



7 Januari 2014

Akhirnya ... Kembali ke Jakarta ...

Begitu sampai di pintu keluar Stasiun Senin, aku berpisah dengan Bulik Tatik, Mbak Nany dan Erma. Mereka akan ke rumah Budeku dulu di daerah percetakan, sementara aku harus kembali pulang secepatnya karena ada email yang harus segera kukirim untuk editorku.

Ah, Jakarta. Pulang ke rumah di pukul setengah 4 sore saja sudah terjebak macet. Masih untung aku dijemput bapakku dengan motor. Masih bisa menyelip-nyelip di antara kemacetan jalanan yang mulai disesaki kendaraan roda empat.

Hm, okay keadaan jalan di sini sangaaaat berbeda dengan Singapura dan Jogja. Welcome to Jakarta, yang sekarang ini kemacetannya sudah tidak mengenal waktu lagi.

Tapi masih ada untungnya lagi, saat itu belum mulai hujan terus menerus setiap hari. Saat itu Jakarta malah sedang panas sekali ...

Sampai rumah, aku segera mengirim email untuk editorku. Ini penting sekali, supaya novelku selanjutnya bisa segera terbit. Ternyata ada sedikit perubahan rencana, Sepertinya penerbitannya akan diundur bulan berikutnya. Nggak apa-apa deh, yang penting segera terbit di awal-awal tahun ini. Aamiin.

Keesokan paginya, tepatnya pukul 4 pagi, Mei sepupuku dari Jogja sudah datang bersama anaknya Marianqa. Mereka baru saja berlibur selama seminggu di rumah kakek dan nenek Marianqa di daerah Depok.

Sorenya, rombongan Mbak Nany, Erma dan Bulik Tatik juga datang ke rumahku. Mereka dari daerah Pondok Cabe seusai menjenguk ibunda Mbak Nany.

Wuaaah, asyiiik, makin rame. Dimulailah liburan tahap ke berapa yaa? Ketiga atau keempat >.< Saking banyaknya liburan kali ini ;)

Kami berdiskusi, sebaiknya jalan-jalan ke mana, kami hanya punya waktu seharian besok, karena lusa Bulik Tatik, Mbak Nany, Erma dan Mei akan kembali ke Jogja.

Setelah menimbang-nimbang, Mei punya usul ke Monas saja, karena Marianqa, keponakanku yang baru berusia 5 tahun itu belum pernah melihat Monas.

Sepertinya itu usul yang bagus. Yang terpenting adalah kebersamaan kami, Monas cukup asyik juga kok, walau sampai sekarang lift untuk mencapai puncak Monas belum selesai direnovasi.

8 Januari 2014


Hari itu, Jakarta masih cerah, bahkan cenderung panas. Sebelum kami menuju Monas, adikku mengajak kami makan es krim di toko es krim legendaris di Jakarta, Ragusa. Setelah selama ini aku hanya mendengar tentang es krim ini, akhirnya merasakan juga rasanya.

Setelah puas makan es krim, kami segera menuju Monas. Sudah lama aku tidak menyambangi Monas. Rasanya kok terlihat berbeda ya, lebih gersang dibandingkan terakhir yang kulihat. Maksudku, Taman yang ada di sekeliling Monas dulu rasanya ditumbuhi rumput hijau dan tanaman hias, kenapa kali itu meranggas?

Karena kereta yang mengantar pengunjung Monas dari pintu gerbang menuju pintu masuk Monas penuuuh sekali antriannya, kami memutuskan berjalan kaki saja. ternyata jauh juga yaaaa.... ^_^

Tapi kami tetap bersemangat, yang penting kami nikmati saja kebersamaan kami ini.

Kami semua sudah pernah ke Monas, tapi ini menjadi pengalaman pertama buat Marianqa melihat Monas. Keponakanku yang masih TK itu terlihat sangat antusias. Juga saat naik menuju cawan Monas. Dari cawan Monas, kami melihat pemandangan aneh, ada pocong mejeng di tepi jalan yang menuju pintu masuk Monas di tengah hari bolong!

Saat Marianqa kuberitahu ada pocong tengah hari bolong, dia langsung antusias ingin melihat si pocong dari dekat. Waah, malah nggak takut yaaa...

Kebetulan kami memang tak lama berada di cawan, yang penting Marianqa sudah melihat tempat itu seperti apa. Kami pun turun kembali. Tujuannya? Mendekati sang pocong ...

Ternyata itu adalah orang yang berdandan menjadi pocong. Siapa saja boleh berfoto setelah membayar seikhlasnya, dimasukkan ke kotak yang disediakan dekat tempatnya berdiri.

Hm, kreatif juga caranya mencari uang. Selain pocong, di sebelah pocong ada laki-laki yang berdandan sebagai Kuntilanak lengkap menggendong boneka sebagai anaknya.

Lalu satu lagi ada tentara berwarna biru. Yang ini mirip seperti yang beraksi di kota tua Jakarta. Hanya saja yang di kota tua, tentaranya berwarna hijau.

Marianqa agak malu untuk berfoto, tapi setelah ditemani ibunya, dia mau juga. Berani juga ya dia ...


Marianqa dan mamanya mejeng bareng Mr. Pocong

Marianqa dan mamanya mejeng bareng Om kuntilanak ^_^
Saat aku tanya pada Marianqa kenapa dia kok berani foto sama yang seram gitu?
"Aku tahu itu bohongan," jawab Marianqa
"Kok bisa tahu?" tanyaku lagi.
"Soalnya setannya bilang gini, ayo sini foto sama om ..." jawab Marianqa lagi.

Hahaha, kami yang mendengarnya pun tertawa. Marianqa keponakan ini memang cerdas. Padahal baru 5 tahun loh ^_^





Gaya Maianqa bersama tentara biru

Setelah kami puas melihat-lihat Monas dan Marianqa puas berfoto bersama pocong, kuntilanak dan tentara biru, kami kembali ke parkiran. Kali ini naik kereta mobil yang disediakan gartis mengantar pengunjung  Monas dari pintu masuk menuju pintu gerbang.


Mejeng dalam kereta mobil
Dari Monas, kami makan siang di Sate Senayan. Semula kami berencana ingin lanjut ke kota tua, tapi tau sendiri deh lalu lintas Jakarta supeeeer macet walau bukan jam sibuk, saat sampai di kota tua pun kami tak menemukan tempat parkir. Akhirnya kami memutuskan pulang saja.

Sampai rumah tepat menjelang magrib. Kami beristirahat dan menikmati sehari lagi kebersamaan kami dengan ngobrol panjang lebar.

Ah, besok sore saudara-saudaraku aku akan kembali ke Jogja. Dan tanggal 14 Januari Mbak Nany akan kembali ke Belanda. Liburan panjang yang seru ini benar-benar harus berakhir sekarang ini.

9 Januari 2014

Pagi-pagi aku mengajak Erma ke pasar dekat wilayah tempat tinggalku untuk membeli bekal yang nanti akan dibawa saudara-saudaraku dalam perjalanan kembali ke Jogja. Suasana pasar sudah mulai dipenuhi suasana imlek. Di pasar ini memang banyak yang berjualan keturunan China. Banyak kue-kue khas China, pernak-pernik imlek, dan pakaian merah khas imlek.

Erma berinisiatif membeli sebuah pakaian ala imlek untuk Marianqa. Sesampai di rumah, Marianqa langsung memakainya dan sibuk bergaya untuk difoto. Wow, baru tahu keponakanku ini jago gaya juga yaa ...



Marianqa bergaya dengan pakaian imlek


Masih ada waktu bagi kami untuk ngobrol-ngobrol sampai pukul empat sore. Sesudah itu, adikku mengantarkan rombongan saudaraku yang akan ke Jogja menuju pool bus malam.

Goodbye everyone ... Semoga kami selalu sehat dan dilancarkan dalam segala urusan sehingga kami dapat berkumpul lagi tahun depan. Aamiin

***

Sabtu, 18 Januari 2014

Catatan Perjalanan 7 : First Time in Singapore day#3

6 Januari 2014

Akhirnya, kami harus bersiap meninggalkan Singapura. Sebelum subuh kami sudah bangun. Pukul 8 kami sudah siap check out dari hotel.

Ah, waktu rasanya cepat sekali berlalu. Setelah yakin tak ada barang yang tertinggal, tepat pukul setengah sembilan kami menuju lobby. Mengembalikan kunci dan mengucapkan selamat tinggal. Kami diberikan suvenir berupa bolpoin 3 buah bertanda Hotel Holiday Inn sebagai kenang-kenangan.

Suvenir dari Holiday Inn

Cuaca mendung dan gerimis. Sebelum masuk ke dalam taksi, kami masih sempat berfoto bertiga di depan hotel. Petugas hotel berbaik hati memotret kami.

Keberadaan kami di sini harus diabadikan.
Ini hasil foto petugas hotel.
Agak buram, tapi lumayan deh ^_^

Setelah itu kami masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu di depan hotel. Supir taksinya ramah, menjawab semua pertanyaan tentang gedung-gedung menarik yang kami lewati. Pukul 9 kami sudah sampai di bandara. Perjalanan lancar walau hujan gerimis, tak ada jalanan yang macet dipenuhi mobil. Okay, nggak usah dibandingkan dengan Jakarta lagi yaa. Biar gimana keadaan Jakarta, aku tetap loveee Jakarta kok. Buktinya betah tinggal di Jakarta ^_^

Sesampai di bandara pertama-tama kami melaporkan diri dulu. Setelah itu barulah mencari sarapan. Lagi-lagi kami memilih KFC, untungnya menu sarapan berbeda dengan menu semalam.

Banyak hal menarik di Bandara Changi yang belum sempat kami lihat.
Ini salah satu yang menarik, Kinetic Rain Sculpture.
Patung berupa titik air hujan yang seolah menetes dari atas ke bawah

Kami masih punya waktu satu jam sebelum check in. Usai sarapan kami memilih berjalan-jalan melihat-melihat bandara Changi. Kemudian memutuskan mencoba Sky Train ke terminal 2.

Nunggu Sky Train ke terminal 2

Mejeng depan pintu Sky Train




Salah satu bagian di terminal 2

Yaah, memang bandara ini nyaman banget deh. Semoga nanti di Indonesia juga ada ya bandara yang serupa ini. Besar dengan fasilitas lengkap dan canggih.

Kami nggak lama kok di terminal 2. Jalan-jalan sebentar, foto bersama Spongebob, setelah itu kami kembali ke terminal 1 dengan Sky Train lagi. Lalu segera check in, karena pesawat kami akan berangkat pukul 11 pagi.

Di terminal 2 nggak lama. Cuma sempat foto sama Spongebob ^_^

Ruang tunggu setelah check in luas sekali, ada fasilitas internet gratis.

Luas banget ya ruang tunggunya sebelum masuk pesawat. Mm... nggak tega deh membandingkannya dengan ruang tunggu di Bandara Adisucipto. Hehehe. Ah, siapa tahu bandara Jogja yang baru nanti nggak kalah bagus dengan Bandara Changi. Positive thinking. Still love Indonesia ^_^

Nah, saat masuk ke ruang tunggu, aku mendapat pengalaman yang baru aku tahu saat itu. Ternyata saat melewati pemeriksaan, jaket harus dibuka, sementara aku memakai jaket tapi dalamanku kaos berlengan pendek. Aku berhijab, tentunya tidak mungkin membuka jaket. Aku sempat panik. Petugas bandara menunjukkan wajah kesal saat aku jelaskan aku tidak bisa membuka jaketku. Akhirnya aku diperiksa dengan diraba seluruh tubuhku oleh petugas bandara wanita, untuk benar-benar yakin aku tidak membawa apa pun yang terlarang dibalik pakaianku.

Ini jadi pelajaran penting buatku. Lain kali aku nggak akan memakai jaket lagi bila ingin naik pesawat, karena biasanya kalau aku pakai jaket, baju dalamanku hanya kaos berlengan pendek.

Untunglah aku terbukti aman dan dipersilakan masuk ke ruang tunggu. Ah, sebentar lagi kami harus benar-benar meninggalkan Singapura ...

Aku sudah bersiap mengencangkan seat bealt, baru saja akan mematikan HP saat kemudian ada panggilan masuk. Saat kubaca nama yang tertera di layar, waaah, itu editorku! Segera saja kuangkat penuh antusias. Ternyata editorku meminta agar aku segera mengirimkan Say Thanks dan foto profil untuk novelku yang akan segera terbit. Waaaah, bahagianya. Tapi bagaimana? Aku masih di Singapura, dan tidak langsung pulang, tujuanku ke Jogja dulu. Tanggal 7 Januari pagi baru akan berangkat ke Jakarta dengan Fajar Utama. Untunglah editorku berbaik hati mau menunggu kiriman email dariku. Aku pun merasa lega dan senang sekali.

Ah, awal tahun ini memang sungguh membahagiakan. Banyak rezeki yang aku terima. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah.

Perjalanan pesawat lancar tanpa hambatan, hanya ada awan mendung yang sesekali mengganggu penerbangan.

Dua jam kemudian kami sudah mendarat di bandara Adisucipto yang imut-imut ^_^

Begitu menjejakkan kaki di lantai bandara, aku segera menyalakan HP. Barulah semua pesan sejak tanggal 4 Januari berdatangan masuk.

Termasuk pesan penting yang memang kutunggu-tunggu, mengenai novelku "Tahajud Cinta di Kota New York". Waah, ini memang sudah hari kerja ya, begitu sampai Jogja, tugas langsung menyerbuku. Yup, masa liburan memang sudah saatnya berakhir.

Aku sudah puas sekali diajak ke berbagai tempat oleh Mbak Nany yang murah hati.

Dari bandara ke Desa Janten, kami naik Trans Jogja. Mirip Trans Jakarta tapi lebih imut. Wah di Jogja semua serba imut deh :)

Tapi sepertinya cobaan menerjang kami, tinggal 2 halte menuju terminal akhir, semua penumpang diturunkan karena pintu bus macet tak bisa ditutup. Padahal menunggu bus selanjutnya lama juga. Saat akhirnya bus datang, penumpangnya sudah penuh. Hanya Erma yang berhasil masuk bus, aku dan Mbak Nany dilarang masuk karena bus sudah penuh. Jadilah kami harus menunggu bus berikutnya. Lama lagi deh. Tapi aku manfaatkan saja waktu menunggu mengobrol dengan Mbak Nany. Akhirnya bus datang juga. Sampai di terminal kami lanjut lagi naik bus antar kota jurusan Purworejo. Sampai di Pasar Gamping, Erma menawarkan rujak es krim, pas memang busnya ngetem di situ sebentar.

Wah, kebetulan banget deh. Selama di Jogja aku memang belum sempat makan rujak es krim kesukaanku.
Tak lama bus melaju, cuaca semakin ekstrim, hujan sangat deras tiba-tiba turun. Butuh waktu hampir satu jam dari Kota Jogja ke Desa Janten. Untunglah saat kami harus turun di Mlangsen, hujan sudah reda.

Erma sudah minta tolong tetangga untuk menjemput kami dengan motor. Pertama dua motor mengantarku dan Mbak Nany. Setelah kami berdua sampai, satu motor kembali lagi kembali ke Mlangsen menjemput Erma.

Akhirnya ... Jam 6 sore barulah kami semua sampai di rumah Janten. Huft, lama juga ya perjalanan dari Singapura menuju Desa Janten. Terutama pas naik busnya, penuh liku banget >.<.

Bagaimana pun repotnya perjalanan pulang, alhamdulillah, akhirnya kami semua kembali sampai di rumah dengan selamat.


Ini foto dari Vera Prasetya ^_^


Tadi pagi masih di Singapura, sorenya udah di Desa Janten lagi ^_^

Perjalanan belum berakhir. Kami harus kembali packing. Erma dan Mbak Nany sesudah mandi segera mencuci pakaian mereka yang kotor, sedangkan aku tidak packing lagi, karena pakaian kotorku akan langsung kubawa ke Jakarta. Tas besar berisi pakaian kotor hanya ditambah oleh-oleh khas Janten yang membuatnya menjadi supeeer berat. Anyway, thanks oleh-olehnya, Bulik Tatik ^_^

Hari yang melelahkan. Kami tidur awal. Besok kami harus bangun pagi-pagi sekali. Pukul enam pagi harus sudah berangkat ke Stasiun Wates, naik kereta Fajar Utama menuju Jakarta. Mbak Nany, Erma dan bulik Tatik ikut serta. Liburan kami akan dilanjutkan di Jakarta.

Wow, ini benar-benar pengalaman liburan terpanjang yang pernah kualami deh. Seruuuu dan menyenangkan kumpul-kumpul terus bersama keluargaku tercinta. Keluarga besar Martodijoyo ^_^

Tunggu lanjutan kisah kami saat liburan di Jakarta dilanjutkan yaa ... rombongan peserta liburan akan bertambah

*feeling greatful ^_^


***


Kamis, 16 Januari 2014

Catatan Perjalanan 6 : First Time in Singapore day#2, Part 2

Souvenir khas Singapura

5 Januari 2014, 
16.00 - 23.00 waktu setempat

Langit mulai mendung, hujan rintik-rintik mulai berjatuhan. The Merlion sudah habis-habisan kami foto. Lalu untuk kembali ke hotel, apakah kami harus kembali berjalan kaki menuju stasiun MRT Promenade? Hadeuuuh, kayaknya nggak deh. Kami sudah nggak sanggup lagi kalau harus berjalan 10.000 langkah lagi, hehehe.

Kami memutuskan akan menempuh jalan pulang yang berbeda dengan saat datang. Hm, kenapa sih nggak naik taksi saja yang gampang? Oh, kami memang sengaja ingin bertualang. Ingin merasakan seluk beluk kota ini, menjelajahi selangkah demi selangkah. Supaya perjalanan kami ini meninggalkan kesan mendalam.

Pasti beda rasanya, mencari-cari jalan sendiri bila dibandingkan dengan diantar sampai tujuan begitu saja oleh sopir taksi. Lagipula, kami kan belum puas mencoba bus kota Singapura. Yup, kali ini kami akan menggunakan transportasi bus. Kan kami masih punya kartu yang berlaku 3 hari. Sayang dong kalau nggak dipakai.

Kami melangkah mencari halte bus. Tidak terlalu jauh dari The Merlion, tepat di depan Hotel The Fullerton ada sebuah halte. Aku langsung mempelajari peta, mencari tahu bus apa yang menuju Stasiun MRT Harbourfront. Tak perlu menunggu lama, bus yang harus kami naiki datang. Ternyata tidak terlalu jauh dari tempat itu menuju Harboufront.

Tapi kenapa saat datang tadi kami berputar-putar melewati banyak tempat ya? Hehehe. Yaah, namanya juga coba-coba. Sekarang sih sudah tahu. Ternyata dari Harbourfront bisa naik bus yang lebih dekat ketimbang naik MRT menuju Promenade. Semoga lain kali kalau datang ke sini lagi, kami sudah tahu jalan terdekat menuju The Merlion.

Kami berhenti di Stasiun MRT Harbourfront. Dari situ, kami menuju stasiun MRT China Town. Seperti saat kami memulai perjalanan di pagi hari.

Tapi anehnya ... saat kami keluar dari stasiun MRT China Town, kok beda ya dengan China Town saat kami berangkat tadi pagi? Wuaaah, kami mulai kebingungan. Melihat-lihat sebentar pasar di China Town yang penuh lampion dan pernak-pernik imlek. Sayangnya, karena kami kebingungan melihat suasana yang berbeda dengan saat kami berangkat, kami jadi enggan memotret suasana China Town yang meriah ini.

Mood narsis kami mendadak merosot hingga ke titik nol, membuat kami tak berminat foto-foto walau latar belakang di sini banyak yang bagus, yang muncul justru rasa tak sabar ingin segera kembali ke hotel. Kami ingin mandi dulu lalu melanjutkan acara jalan-jalan setelah tubuh kami kembali segar. Tapi apa daya, kami tidak melihat tanda-tanda atau gedung yang kami kenal, berada di sekitar hotel kami.

Kami bertanya pada beberapa orang. Anehnya, nggak ada yang tahu di mana letak Hotel Holiday Inn. Waduuh, hotel setinggi itu ternyata nggak semua warga tahu di mana letaknya. Kami yakin sekali, hotel kami nggak jauh dari situ.

Akhrnya kami ke halte bus terdekat, mempelajari peta yang ada di sana. Setelah aku lihat, ternyata letak hotel kami jauh juga dari situ. Walaah, rasanya nggak sanggup jika harus jalan kaki lagi. Aku yakin banget hotel kami ada di sekitar wilayah Tiong Bahru. Karena itu aku mencari nomor bus yang menuju Tiong Bahru.

Kami pun naik bus itu. Tapi ... setelah bus melaju agak lama, kok sepertinya aku kenal banget dengan jalan yang dilewati bus ini ... Lhaaa ... ini kan ke arah Stasiun MRT Harbourfront lagi ... >.<

Yup, kami kembali ke depan Stasiun MRT Harbourfront. Muter-muter deeeh. Beginilah rasanya nyasar, hehehe ... Tapi kami tetap santai kok, belum panik. Kami memutuskan tetap menikmati perjalanan dan menikmati bus kota Singapura yang nyaman ini. Kan nggak perlu bayar lagi, tinggal pake kartu.


Mejeng bareng Erma di lobby yang menghubungkan
 stasiun MRT Harbourfront dengan mal. 

Ternyata tadi kami salah arah. Seharusnya kami naik bus yang ke arah sebaliknya, yang menuju Tiong Bahru. Kami pun menyeberang, menuju jalan sebaliknya, kembali naik bus dengan nomor yang sama. Kami yakin sekali, jika waspada melihat kanan kiri, kami pasti bisa melihat gedung Hotel Holiday Inn yang cukup tinggi. Tapi semakin lama, jalan yang kami lewati semakin tidak kami kenal. Tidak ada tanda-tanda terlihat bangunan hotel kami, atau setidaknya gedung-gedung yang ada di sekitar hotel kami.

Kami memutuskan turun di halte berikutnya, dan mempelajari peta lagi. Akhirnya aku baru sadar, Hotel Holiday Inn terletak di Outram Road.

Setelah berkali-kali membaca peta tapi tidak paham juga, akhirnya Mbak Nany bertanya pada seorang gadis yang juga menunggu bus di halte itu.

Asyiknya bertanya dengan warga Singapura, mereka umumnya membawa gadget canggih, sehingga saat kami bertanya arah, dengan ramah mereka menjawab sambil mencarikan alamat kami via google. Dari situ mereka bisa menjelaskan bus apa yang bisa kami tumpangi untuk menuju Outram Road.

Oya, kenapa kami nggak searching sendiri? Alasannya adalah karena koneksi browsing kami terputus semua. Pulsaku malah sudah benar-benar habis karena aku nggak tau biaya pulsa dari Singapura ke Jakarta mahal sekali. Mengabarkan berita via sms ke ibuku, dikenakan biaya 5000 tiap sekali sms terkirim. Walah, langsung ludes. Mau beli nomor Singapura tanggung, besok sudah pulang. Hehehe, jadilah selama di kota ini kami nggak bisa koneksi ke mana-mana.

Berbekal informasi dari gadis tadi, kami pun menyeberang jalan menunggu di halte seberang, mencari-cari nomor bus yang disarankan. Tapi ternyata tidak lewat situ. Waduuuuh. Tadi yang dimaksud halte yang mana ya? Katanya disuruh nyebrang? *tepok jidat

Akhirnya kami cari sendiri informasi di peta yang terpasang di halte itu, bus apa yang melewati Outram Road. Kami hitung, berapa halte yang akan dilalui. Yup, kami yakin saja deh, semoga kali ini benar. Daerah itu ternyata adalah daerah Kampung Bugis. Tak jauh dari situ ada sebuah masjid besar. Akhirnya, aku bisa mendengar suara adzan di kota ini. Tepat saat itu waktu adzan magrib. Aku memang sedang berhalangan sholat, tapi cukup senang mendengar suara adzan. Serasa di kampung sendiri ^_^

Begitu bus yang kami tunggu datang, kami segera naik, memilih tempat duduk dekat pintu keluar, agar mudah turun jika sudah sampai di Outram Road. Kami mulai menghitung halte yang kami lewati.

Huft, karena mulai ribet memikirkan jalan kembali ke hotel, kami sudah tak punya daya lagi untuk foto-foto. Capek juga, hehehe. Akhirnya bus sampai di halte Outram Road. Langit sudah gelap, sudah sekitar pukul tujuh lewat. Kami turun di situ walau tidak yakin ini sudah di dekat hotel kami, karena sejauh mata memandang, kami tidak melihat ujung atas bangunan Hotel Holiday Inn.

Waduuuh, masih nyasar juga? Padahal kami sudah turun di Outram Road, persis seperti di peta dan alamat hotel kami.

Mbak Nany mulai menyerah, dan memutuskan naik taksi saja. Apalagi saat bertanya pada seorang kakek yang menunggu di halte bus, kakek itu juga menyarankan naik taksi saja karena dia juga nggak tahu di mana letak Hotel Holiday Inn.

Tapi kemudian ada wanita muda baik hati yang bertanya kami mau ke mana. Lagi-lagi dengan gadget canggihnya, dia mencari letak tepatnya Hotel Holiday Inn via google. Ternyata katanya, bisa dicapai dengan bus yang nanti akan dinaikinya juga. Akhirnya kami pun ikut naik bus bersama dia.

Dua halte kemudian, Erma berteriak, "Itu Holiday Inn!"

Kami cepat-cepat turun. Ternyata bus itu berhenti di halte yang terletak di belakang Holiday Inn. Wuaaah, leganya bukan main saat akhirnya kami melihat hotel kami.

Senangnya saat akhirnya melihat tulisan Holiday inn

Kami segera menuju kamar kami. Cuci muka, bersih-bersih badan tapi memilih nggak mandi dulu. Karena kami sudah sangat lapar, kami memutuskan akan keluar lagi untuk makan malam. Masih tetap memilih naik bus. Kami yakin kali ini kami tidak akan tersesat lagi, karena kami sudah mencatat bus apa saja yang lewat di halte seberang hotel kami.

Kuil dekat Holiday Inn, bisa menjadi pertanda hotel sudah dekat

Tujuan kami ke mana saja yang penting pusat keramaian dan ada restoran. Akhirnya saat bus sampai di Orchard Road, kami turun di halte depan Plaza Singapura. Langsung kami berjalan cepat menuju restoran apa saja. Saat menemukan KFC, langsung deh pesan banyaak. Wah, sepertinya kok menu KFC di situ beda ya dengan menu di Indonesia. Menunya enak-enak ^_^

Kami makan dan masih ngobrol-ngobrol sampai satu persatu toko di mal itu tutup. Sudah pukul 10 malam. Sebenarnya mal ini keren juga buat latar belakang foto-foto. Ada patung artistik. Tapi kami sudah nggak sanggup lagi foto-foto. Ingin cepat-cepat kembali ke hotel karena tubuh mulai terasa lelah.

Kami segera meninggalkan mal berjalan menuju halte di seberang jalan. Menurut keyakinan kami, bus yang menuju hotel kami pasti akan lewat di halte seberang mal ini, kebalikan dengan arah datangnya. Tapi apa yang terjadi? Saat kami membaca papan petunjuk di halte itu, terdaftar ada lebih dari 10 jurusan bus yang melewati halte ini, tapi satu pun tak ada nomor bus yang lewat hotel kami.

Waduuuh... masa nyasar lagi? Hihihi dasar kami pantang menyerah, lagi-lagi kami bertanya pada penunggu halte lainnya. Dan lagi-lagi gadis yang kami tanya mencari info jalur bus yang lewat hotel kami via gadget canggihnya. Dia memberikan nomor busnya sekaligus berapa halte yang harus dilewati. Ternyata, informasinya benar sekali. Syukurlah warga Singapura ramah-ramah dan mau peduli menjawab pertanyaan kami, membantu wisatawan mendapat informasi.

Bus itu berhenti di halte yang agak jauh dari Holiday Inn, kami masih harus jalan kaki sedikit. Nggak apa-apa deh, yang penting akhirnya kami sampai di hotel.

 Huft, legaa dan puas karena kami benar-benar bertualang seharian ini.

Sampai di kamar hotel kami bergantian mandi air hangat. Wuuuaah, enak sekali rasanya badan kami yang pegal-pegal tersiram air hangat dari pancuran. Setelah itu, kami masih harus packing karena besok pukul 9 pagi, kami sudah harus check out dan melaju menuju Bandara Changi.

Ah, rasanya singkat banget kunjungan kami di sini. Besok sudah harus kembali pulang ...


Aku membeli magnet refrigerator yang menggambarkan
beberapa larangan di Singapura,
berikut dendanya bila melanggar :)

Suvenir yang dibeli di Mal Harbourfront


Tiket MRT dan bus yang tidak sempat kami kembalikan,
Akibatnya, kami tidak mendapatkan kembali uang  jaminan 10 dolar Singapura untuk tiap kartu.
Nggak apa-apa deh, kartunya bisa disimpan sebagai suvenir ^_^