Minggu, 27 Juni 2010
Interview With Pocong
By : Arumi Ekowati
Dimuat di STORY Teenlit magazine, edisi Mei 2010
“Please ya Brem...kita nonton film horor saja. Mumpung aku ketemu teman-teman lamaku...” pinta Tania kepada Brema.
Malam ini benar-benar malam paling sial buat Brema. Rencana nonton film romantis berdua Tania pacar tersayangnya yang sudah dirancangnya jauh-jauh hari jadi berantakan. Gara-gara Tania bertemu geng sekolahnya waktu SMP yang memaksa Tania untuk ikut nonton sebuah film horor tentang Pocong.
“Tapi Tan, kita kan rencana mau nonton film Avatar. Kan sudah kita rencanain sejak lama. Lagipula, teman-teman kamu itu bakal merusak acara kencan kita nanti.” Brema mencoba menolak secara halus.
“Apa maksud kamu teman-temanku bakal merusak acara kencan kita? Oooh...kamu nggak suka ya, sama teman-temanku, Brem?” kata Tania sinis terlihat agak kesal sambil sedikit membelalakkan matanya yang memang sudah bulat.
“Ehm..maksudku...kita kan punya kesempatan jalan berdua belum tentu seminggu sekali, Tan. Saat ini kesempatan kita untuk menghabiskan waktu berdua saja. Kalau ada teman-teman kamu, nanti pasti kamu lebih sibuk ngobrol bersama mereka daripada sama aku.” Brema membela diri.
Tania menampakkan wajah cemberut.
“Sial! Emang dasar cantik, biar cemberut, tetap saja cantik!” rutuk Brema yang sering kesal pada dirinya sendiri karena selalu saja tak berdaya menghadapi Tania.
“Aku sudah lama nggak ketemu teman-teman SMP-ku ini. Nia, Sesya dan Donita sekolah di SMU lain. Kebetulan kami ketemu sekarang. Belum tentu besok-besok ketemu lagi. Ngertiin aku dong, Brem!” rajuk Tania lagi.
Brema hanya bisa terdiam menatap sayu wajah manis Tania.
“Ya sudah kalau kamu nggak mau ikut nonton. Kamu nonton Avatar sendiri saja sana! Aku mau nonton sama teman-temanku!” seru Tania akhirnya setelah beberapa saat Brema tetap terdiam tak tahu harus berkata apa.
Brema menelan ludah. Wah, repot kalau Tania sudah mulai ngambek.
“Eh, jangan ngambek dong, say! Bukannya aku nggak suka sama teman-teman kamu, tapi...” Brema berusaha menjelaskan.
“Nggak ada tapi-tapi...aku nggak keberatan kok nggak nonton sama kamu!” suara Tania masih saja ketus.
Brema terdiam sesaat. Terkadang ia ingin tak mau mengalah. Tapi setelah ia pikir-pikir lagi, tak apa-apa sekali-sekali mengalah demi pacar. Brema menghembuskan nafas berusaha melegakan rongga dadanya yang sesaat tadi terasa agak sesak.
“Iya deh, Tania sayang! Aku ikut nonton bareng kamu dan teman-teman kamu.” kata Brema akhirnya.
Mendadak wajah cemberut Tania berubah ceria. Tania tersenyum manis.
“Nah, gitu dong. Itu baru pacar teladan. Cepetan say, beli karcisnya buat lima orang!” kata Tania kali ini dengan suara lembut sambil tetap menampakkan senyum manisnya.
“Hah? Maksudnya, aku juga yang bayarin karcis mereka? Heh! Pacar teladan apaan?” rutuk Brema dalam hati.
Namun ia terpaksa melaksanakan permintaan Tania walau dengan wajah bersungut-sungut. Biarlah kali ini ia mengalah. Bukankah terkadang seseorang harus mengalah untuk menang? Walau pun Brema tak yakin apa yang akan ia menangkan. Sepertinya kali ini ia kalah telak!
Benar saja. Di dalam bioskop, Tania malah sibuk saling teriak dan berpelukan dengan sahabat-sahabat wanitanya itu. Brema merasa dilupakan. Jangan-jangan Tania memang lupa kalau ia juga ikut menonton film horor ini dan duduk di samping Tania. Brema merasa gelisah. Ia tak bisa menikmati film yang disuguhkan. Ia tak suka film horor Indonesia. Apalagi yang ada Pocongnya.
“Hiyy! Males banget liatnya!” keluh Brema dalam hati.
Brema memejamkan matanya. Berusaha untuk tak terlibat dengan keadaan sekelilingnya yang didominasi wanita-wanita menjerit ketakutan. Brema merasa aneh dengan tingkah penonton film ini. Sepertinya mereka memang sengaja ingin menikmati ditakut-takuti. Jangan-jangan mereka memiliki penyakit psikologis yang menganggap horor itu nikmat!
***
...Continued.
Kamis, 24 Juni 2010
Kumpulan Cerpen : KOLASE, Pernik Kehidupan
Judul Buku Kumpulan Cerpen : KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN
Pengarang : Sebelas penulis perempuan
Penerbit : Rumah Pena Publishing (Cetakan 1, Mei 2010)
Tebal : 133 halaman
Harga : Rp 35.000,-
PERNAK PERNIK KEHIDUPAN MANUSIA
Hidup ini seperti Kolase. Di mana banyak potret peristiwa masa lalu yang disusun acak tapi menarik. Semua kejadian dalam hidup setiap manusianya pada dasarnya adalah pernak-pernik kehidupan.
Inilah yang mengawali ide sehingga kumpulan cerpen yang terdiri dari sebelas cerita yang ditulis oleh sebelas penulis yang berbeda di setiap cerita, diberi judul : KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN. Penulis-penulis yang tergabung dalam Kumpulan Cerpen ini adalah penulis-penulis yang telah banyak menghasilkan karya tulisan, ada yang telah menulis banyak novel, menulis skenario film televisi, maupun menulis cerita-cerita pendek.
Benang merah semua cerita yang terangkum dalam kolase adalah : CINTA, cinta di sini bukan hanya kisah cinta antara sepasang kekasih, tapi cinta yang lebih luas, universal. Ada kisah cinta seorang bayi yang masih di dalam kandungan kepada ibu yang mengandungnya, cerita ini terdapat dalam cerpen berjudul BUAH HATI SEPTI karya Arumi. Cinta terpendam seorang cacat kepada tunangan saudara kembarnya yang mengulik keingintahuan dapat disimak dalam cerpen berjudul : CINTA UNTUK DAMAI buah karya Achi TM. Ada juga cerita yang berkisah tentang cinta seorang kakak kepada adiknya yang autis, cerita ini berjudul : CINTA DUA MITA, ditulis dengan apik oleh Evie. Suasana pantai yang romantis dipilih sebagai setting kisah yang juga romantis tentang cinta yang dipendam selama delapan tahun dalam cerpen berjudul DELAPAN TAHUN karya Tochterty.
Kisah tentang perselingkuhan mungkin sudah sering kita dengar, tapi dalam cerpen berjudul DILEMA HATI RAHADI karya Riri Ansar, akhir ceritanya sungguh mengejutkan dan sayang bila dilewatkan. Ada lagi kisah unik yang terjadi di California, tentang seorang remaja blasteran Indonesia-Amerika yang diam-diam jatuh cinta pada teman ibunya yang lebih pantas menjadi pamannya. Cerita menarik ini dapat dinikmati dalam cerpen berjudul THE PROMISE I HAVE MADE karya Rachma MJ.
Cerpen berjul RIVAPUJI karya Widuri, seolah ingin menjabarkan, bahwa cinta kadang termaknai dengan aneh, hingga tak jelas apakah itu bisa disebut cinta atau hanya obsesi seprang ikhwan psikopat. Bahkan cinta bukan hanya bisa terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. cinta dapat menelusup diam-diam dalam hati seorang pria kepada sahabat prianya., cerita ini dapat disimak dalam cerpen berjudul : OH MY GOD! karya Yuni Fitriyani.
Di antara beragam kisah cinta, tak luput juga cerita tentang seorang remaja SMU yang berjuang mempertahankan prinsipnya yang anti pacaran sebagai bentuk nyata dari usahanya menjalankan perintah agama dengan sebaik-baiknya. Kisah ini terjalin dalam cerpen berjudul UJIAN PERTAMA UNTUK JILBAB ZAHRA karya Putri Zakiyyah. Bahkan uneg-uneg seorang ibu muda yang memutuskan berhenti berkarir agar dapat lebih fokus merawat balitanya, dapat menjadi cerita menarik dengan metode penulisan baru, kisah ini ada dalam cerpen berjudul METAMORFOSIS karya Lulu Elmaknun. Dan kisah cinta masa lalu bisa terungkap hanya dari pertemuan kebetulan di sebuah perpustakaan. Kisah menarik dan membuat penasaran ini ada cerpen berjudul SUATU SIANG DI LIBRARY karya Ifa Avianty.
Buku Kumpulan Cerpen berjudul KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN ini merupakan buku perdana yang diterbitkan oleh Rumah Pena Publishing. Rumah Pena sendiri selain bertujuan untuk menerbitkan buku-buku bermutu, juga merupakan wadah bagi pelajar, mahasiswa, pekerja dan masyarakat umum untuk mengembangkan minat dan bakatnya di bidang kepenulisan.
Buku Kumpulan Cerpen ini dipasarkan secara indie, karenanya tidak dijual di Toko Buku. Bagi yang berminat untuk memiliki buku ini bisa langsung memesan dengan mengirimkan sms ke 081399279299. Tuliskan nama, jumlah pesanan dan alamat yang dituju. Pembayaran bisa lewat transfer. Silakan gabung juga di grup KOLASE PERNIK KEHIDUPAN, atau add Facebook-nya : Kolase Pernik Kehidupan
( Arumi, penulis cerita anak dan remaja)
Rabu, 23 Juni 2010
Akhirnya...Launching Kumcer Kolase Pernik Kehidupan, Sabtu, 19 Juni 2010
Diawali dengan musik menghentak dari Perkusi Anak langit, sungguh menakjubkan mereka bisa menciptakan bunyi-bunyian energik berirama hanya dari alat-alat drum bekas, panci bekas, kaleng bekas, dan barang2 bekas lainnya.
Musik mereka yang terdengar rancak menjadi tanda dimulainya acara Launching Kumcer kolase, Pernik kehidupan yang dimulai tepat pukul 14.00 WIB. Para tamu yang hadir pun bergegas memilih tempat duduk terbaik untuk ikut meyaksikan acara yang akan segera berlangsung. Beberapa menit setelah Perkusi sirkus Anak langit dimainkan, satu persatu penulis yang tergabung dalam Kumcer KOLASE berjalan ke arah panggung sambil membacakan pusi bertajuk : KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN karya Achi TM.
Pembacaan puisi berlangsung estafet, hingga setelah semua penulis berjejer di atas panggung, mereka bersama-sama membaca : Inilah, Kolase, pernik kehidupan... dengan lantang dan kompak.
Ervan yang bertindak sebagai pembawa acara dan moderator mempersilakan penulis memperkenalkan diri satu persatu.
Usai sambutan dari wakil Agupena, moderator mempersilakan penulis untuk menjelaskan apa dan bagaimana Kolase. Ada sepuluh pertanyaan yang diajukan moderator dan dijawab bergantian oleh penulis.
"Lega, akhirnya setelah empat bulan mempersiapkan Kumcer Kolase ini, pada sabtu yang cerah ini kami dapat meluncurkan Kumcer KOLASE ini." kata Achi TM, salah satu penulis sekaligus pembimbing ilmu penulisan di Rumah Pena yang menerbitkan Kumcer KOLASE ini.
"Kolase adalah himpunan sebelas cerita dari sebelas penulis yang mengupas ragam kehidupan setiap tokohnya. Nama kolase sendiri diambil dari istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan foto yang disusun secara acak. Ibarat kumcer ini menceritakan pernak-pernik kehidupan yang juga tersusun secara acak." ungkap Lulu El Maknun, salah satu penulis yang cerpennya berjudul: Metamorfosis.
"Benang merah semua cerita yang terangkum dalam kolase adalah : CINTA, cinta di sini bukan hanya kisah cinta antara sepasang kekasih, tapi cinta yang lebih luas, universal." tambah Tochterty, yang dalam Kumcer ini menulis cerpen berjudul: Delapan Tahun.
"Dalam KOLASE terangkum berbagai kisah seputar cinta, cinta seorang bayi yang masih di dalam kandungan dengan ibu yang mengandungnya, cinta seorang saudara kembar yang cacat, cinta seorang kakak kepada adiknya yang autis, cinta terpendam, cinta seorang remaja pada lelaki yang jauh lebih tua, ada juga kisah tentang ikhwan psikopat, cinta seorang pria kepada sahabat prianya, cinta terlarang, kisah seorang wanita karir yang bermetamorfosis menjadi ibu rumah tangga yang rela kecapean demi cintanya kepada keluarga, tak ketinggalan juga tentang cinta seorang remaja SMA kepada Tuhan yang ditunjukkan dengan keteguhannya menjalankan perintah Tuhan. Dan ada kisah cinta apa di sebuah perpustakaan? Ada banyak cinta dalam kehidupan manusia sehari-hari. kisah-kisah inilah yang ingin dipotret dalam KOLASE." Arumi, penulis cerpen berjudul Buah Hati Septi, juga ikut menjelaskan.
Pertanyaan seputar Rumah Pena dijawab oleh Achi TM yang menulis cerpen berjudul Cinta Untuk Damai, Putri Zakkiyah penulis cerpen berjudul Ujian Pertama Untuk Jilbab Zahra dan Widuri penulis cerpen berjudul Rivapuji, Intinya : Rumah Pena adalah wadah bagi pelajar, mahasiswa, pekerja dan masyarakat umum untuk mengembangkan minat dan bakatnya di bidang kepenulisan.
Ditanyakan juga suka duka dan kesulitan selama proses pembuatan kumcer ini.
"Lebih banyak sukanya daripada dukanya. Sehingga walau pun tempat tinggal saya paling jauh, di Pondok gede Bekasi, tapi saya tetap semangat untuk ikut terlibat dalam penyusunan Kumcer Kolase yang base campnya ada di wilayah Tangerang. Dengan kata lain, saya bisa dibilang melewati tiga propinsi. Tapi saya tetap bersemangat." jawab Evie, penulis cerpen berjudul Cinta Dua Mita.
"Kesulitannya adalah mengumpulkan semua penulis dalam waktu bersamaan karena setiap penulis memiliki kegiatan yang berbeda-beda. Tapi semua tantangan itu berhasil kami lalui bersama karena kami saling mendukung satu sama lain" Rachma MJ, penulis cerpen berjudul The Promise I have Made, menambahkan.
"Kumcer Kolase ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi masyarakat untuk tak ragu mengasah bakatnya dan menumbuhkan minat baca masyarakat." Riri Ansar yang menyumbangkan karya cerpennya berjudul Dilema Hati Rahadi, menjawab pertanyaan apa harapan diluncurkannya Kumcer KOLASE ini.
Yuni Fitriyani, penulis crepen berjudul Oh, my God! juga tak ketinggalan menjawab pertanyaan pengunjung tentang cara menghadapi kebuntuan ide dalam menulis.
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang juga disampaikan oleh beberapa tamu yang hadir. Semua bisa dijawab dengan tepat dan lugas.
Sayang sekali, dalam kesempatan ini, salah satu penulis, Mbak Ifa Avianty berhalangan untuk hadir. Tapi Insya Allah di lain kesempatan Mbak ifa Avianty dapat ikut hadir bersama penulis lainnya karena nantinya KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN akan mengadakan road show ke sekolah-sekolah.
Tujuh tamu yang telah mengajukan pertanyaan, diberikan kesempatan untuk merebut tiga hadiah berupa buku-buku bagi yang bisa merangkai dua kata menjadi satu kalimat yang bermakna.
Di pertengahan acara, pengunjung kembali dihibur oleh lantunan musik dan lagu dari Tropical Breeze. Sesudah itu, ada lagi dua hadiah yang diberikan bagi pengunjung yang berhasil menjawab beberapa pertanyaan dari penulis.
Dalam kesempatan ini juga diumumkan pemenang lomba curhat tentang, persahabatan, lingkungan dan cinta. Terpilih dua orang pemenang yaitu Hasif Palajati dengan judul curhatan : Ditembak tujuh peluru cinta dan Wahyu Widyaningrum dengan judul curhat : Ungkapan Cinta untuk Sang Peraih Kasta Tertinggi
Acara selesai tepat waktu, pukul 16.30 WIB, ditutup dengan foto bareng penulis dan book signing bagi pengunjung yang telah membeli buku kumcer KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN. Setiap pembelian sebuah buku, mendapat sebuah suvenir cantik.
Janji panitia bahwa setiap yang hadir dalam launching bulu ini pulang pasti bawa tentengan, benar-benar terbukti. Karena setiap yang hadir, setelah selesai mengisi buku hadir,langsung mendapatkan sekotak snack lezat, Okky jelly drink, sebuah pulpen cantik dan sebuah majalah Say (Acara ini didukung dan diliput oleh Majalah Say). Hm, dijamin memuaskan pengunjung...^^
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman dan rekan-rekan yang telah meluangkan waktunya untuk berkenan hadir dalam acara launching buku kumcer KOLASE, PERNIK KEHIDUPAN. Juga terima kasih kami ucapkan kepada semua teman-teman yang telah mendukung dengan doa-doa indah. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi setiap yang membacanya.
TERIMA KASIH...:)
NB : Bagi teman-teman yang berminat untuk membeli, silakan kontak via sms ke 081399279299, bakal ada diskon menarik.
Buruan diserbu yaa... ^^
Selasa, 25 Mei 2010
MINUS TIGA
By : Arumi
Dimuat di Majalah TEEN edisi minngu kedua Mei 2010
Anka mengerjap-kerjapkan matanya. Aneh, rasanya tulisan Bu Sinta di papan tulis itu tak terbaca olehnya. Terlalu kecilkah?
“Fi, lo bisa baca nggak tulisan Bu Sinta?” bisiknya perlahan pada Fifi teman sebangkunya yang sedang asyik menyalin tulisan yang tertera di papan tulis.
“Bisa dong, kenapa? Memangnya lo nggak bisa baca tulisan Bu Sinta?”
“Kekecilan kali ya tulisannya?”
“Ah, tulisan Bu Sinta dari dulu memang segitu, Ka. Standar kok. Aneh, sudah beberapa kali ini lo selalu mengeluh nggak bisa baca tulisan di papan tulis. Maksud lo, agak-agak rabun gitu?”
“Huu…enak saja lo ngatain gue rabun. Tulisannya nih yang kekecilan.”
“Bukannya gue ngatain lo rabun, Ka. Tapi mungkin mata lo sekarang memang minus. Rabun jauh. Ya, lo harus pakai kacamata kalau mau melihat jauh dengan jelas.”
“Haa? Gue pakai kacamata? Kayak apa tampang gue? Bisa kelihatan culun kayak si Andi tuh? Nerdy look gitu? Nggak deh!”
“Lha, mending juga pakai kacamata daripada lo pusing nggak bisa baca tulisan di papan tulis. Mungkin mata lo sebenarnya sudah lama menurun kemampuan melihat jauhnya. Tapi karena selama ini lo duduk paling depan, lo nggak berasa. Sekarang lo dipindah duduk belakang, baru deh lo merasa agak rabun.”
“Ah, nggak deh! No way deh gue pakai kacamata! Kan gue masih bisa lihat tulisan lo he…he…”
“Yah…terserah lo deh Ka. Kan yang ngerasain enak nggak enaknya elo.”
“Gue lihat tulisan lo ya?”
“Ya lihat saja kalau mata lo belum rabun lihat tulisan gue.”
“Huu, kalau jarak segini sih, gue masih bisa lihat, Fi. Mata gue belum separah itu kok.”
“Iya, tapi kalau lo cuekin saja, nggak lo periksa, mata lo bisa makin rabun!”
“Ih, Fifi! Jangan nakut-nakutin gue dong....”
Fifi hanya cengar-cengir.
***
Anka mengerjap-kerjapkan matanya. Duh, dari tempatnya duduk ini, ia mulai tak dapat membaca teks terjemahan Bahasa Indonesia film serial Korea yang sedang ditontonnya. Anka beringsut maju lima puluh senti meter. Duh, masih belum jelas juga. Ia pun maju sedikit lagi.
“Anka, kamu ngapain? Nonton TV kok dekat sekali begitu? Nanti mata kamu rusak.” tegur Mama yang mendadak datang ke ruang keluarga dan melihat Anka menonton TV.
“Mm, nggak kok Ma. Tulisannya agak kurang jelas.”
“Kurang jelas? Aduh, jangan-jangan mata kamu sekarang minus, Ka.” kata Mama. Nada suaranya sedikit cemas.
“Nggak kok Ma. Biasanya nggak apa-apa. Mata Anka memang rada capek rasanya. Anka mau tidur aja deh.” sahut Anka lalu cepat-cepat masuk ke kamarnya.
Gawat, kalau sampai Mama memaksanya ke dokter mata untuk memeriksakan matanya, bisa berabe! Kalau dia benar-benar minus, mama pasti akan memaksanya memakai kacamata. Duh, nggak deh. Reputasinya selama ini sebagai cewek berwajah foto model yang modis dan trendi bisa anjlok kalau tiba-tiba dia pakai kacamata. Bisa cupu abis tampangnya.
***
“Ka, gue punya ide cemerlang banget buat mengatasi masalah mata rabun lo itu.”
“Stt! Fi, elo bisa nggak sih bilang rabunnya pelan-pelan aja. Elo sengaja ya, pengen satu sekolah tau biar reputasi gue hancur?”
“Sorry, say! Lo mau dengar ide cemerlang gue nggak?”
“Apa sih ide cemerlang lo itu, sahabatku Fifi tersayang?” ledek Anka.
“Gimana kalau elo pakai contact lens? Keren banget, kan? Mata lo bakal kelihatan lebih cling, persis kayak seleb di TV. Makin memperkuat kesan wajah foto model lo, gitu loh!”
“Haaa? Contact lens? Bukannya mahal tuh?”
“Ayolah, Ka.. Masak lo kalah sih sama Yasmin. Yasmin tuh sekarang matanya hijau!”
“Maksud lo karena lihat tumpukan duit one million dollars?”
“Yaela, semua juga sudah tau, Ka. Kuper banget sih, lo. Gue juga sudah lihat sendiri. Yasmin sekarang pakai contact lens warna hijau cerah. Matanya jadi kelihatan keren banget. Lebih cling, pandangannya terlihat tajam, menghujam setiap mata yang memandanganya, He…he…”
“Nggak perlu di dramatisir gitu deh. Tapi Fi, mama gue mana mungkin mau beliin gue contact lens. Kan pasti mahal.”
“Ka, penampilan sempurna itu kan memang butuh pengorbanan. Lo nggak usah jajan. Kumpulin deh duit jajan lo buat beli contact lens.”
“Gue nggak jajan? Terus, nanti gue makan apa dong?”
“Duh, terserah lo deh, Ka. Pokoknya gue udah ngasih saran terbaik supaya elo bisa tetap melihat jelas, tapi nggak perlu jadi bertampang culun. Lo tinggal pilih, mau kelihatan cupu atau mau kelihatan makin keren.”
Anka terdiam. Sibuk berpikir. Benar juga kata Fifi. Jika ia memakai contact lens, pasti penampilannya akan semakin modis. Tapi…
***
“Apa? Kamu minta dibelikan contact lens? Itu kan mahal, Ka.” kata Mama terkejut ketika Anka menyampaikan niatnya ingin memakai contact lens.
“Ma, masak Mama tega Anka nggak bisa melihat tulisan di papan tulis. Nilai Anka bisa jeblok kalau kurang paham apa yang di tulis Pak guru dan Bu guru di papan tulis.” rajuk Anka.
“Supaya kamu bisa melihat jelas kan nggak harus pakai contact lens, Ka. Pakai kacamata juga bisa memperjelas penglihatan kamu. Lagipula, contact lens itu kan perawatannya nggak gampang. Harus benar-benar bersih. Harus disiplin. Mama nggak yakin kamu yang super sembrono bisa memakai contact lens dengan benar.”
“Ih, Mama jangan under estimate Anka gitu dong! Anka nggak mau pakai kacamata, Ma. Anka nggak mau kelihatan seperti kutu buku.”
“Lho, menurut mama kutu buku itu bagus. Berarti terlihat smart, rajin membaca buku. Iya, kan? Sudah, besok mama antarkan kamu ke optik. Mama belikan kamu kacamata minus.”
“Tapi, Ma…”
“Anka, nggak ada tapi. Kalau kamu mau melihat jelas, pakai kacamata. Kalau kamu nggak mau pakai kacamata, ya sudah, nggak usah melihat jelas.” kata Mama tegas. Anka mendengus kesal.
***
“Aduh, Fi…apa kata dunia kalau gue pakai kacamata. Gue sebel, sebel, sebel!”
“Weits, jangan berlagak drama queen gitu dong. Dunia baik-baik saja kok kalau elo pakai kacamata. Tetap saja dunia terancam global warming. He…he…”
Anka mendelik.
“Eh, tapi, menurut gue, pakai kacamata juga keren, Ka. Afgan aja pakai kacamata tetap kelihatan keren, kan?” kata Fifi sambil nyengir meledek.
“Tapi kan gue nggak mau kelihatan seperti Afgan. Gue pengen kelihatan seperti Luna Maya…”
“Lho, Luna Maya kalau pakai kacamata memangnya jadi kelihatan seperti Afgan?” ledek Fifi lagi.
“Fifi!” teriak Anka kesal.
“Serius, Ka. Menurut gue, tergantung lo milih model kacamatanya seperti apa. Jangan yang jadul dong. Pilih yang model retro. Kan lagi ngetrend juga, Ka. Siapa tau lo malah bisa jadi trendsetter di sekolah kita. Kelihatan makin keren pakai kacamata, gitu!”
Anka mulai terpengaruh kata-kata Fifi.
“Nggak tau deh. Ntar gue coba dulu. Mama gue maksa mau nganterin gue ke optik nanti sore.”
“Nah, gitu dong, say! Lo coba saja dulu. Siapa tau benar bisa kelihatan keren. Ingat, pilih yang model retro. Yang modis gitu. Jangan salah pilih.” pesan Fifi.
“Hmm, gue nggak sabar lihat penampilan baru lo besok!” kata Fifi lagi.
“Awas ya, kalau besok lo ngetawain gue…”
“Ya nggak lah. Kecuali kalau elo memang benar-benar kelihatan cupu abis, he..he..”
Anka mencubit pinggang Fifi gemas.
“Aww! Aduh, gue kan becanda, Ka!”
***
Ini kacamata ke sepuluh yang dicoba Anka. Tapi Anka belum juga merasa pas dengan kacamata-kacamata yang telah dicobanya itu.
“Ayo dong, Ka. Mama sudah hampir lumutan nih nunggu kamu. Hampir semua kacamata sudah kamu coba masak sih belum ada yang cocok?” Mama mulai protes.
“Sabar dong, Ma. Memilih kacamata yang tepat buat Anka itu penting, Ma. Kalau sampai Anka salah pilih, bisa hancur masa depan Anka.” jawab Anka kalem.
Mama menghela nafas berusaha sabar mengahadapi tingkah Anka.
“Coba tuh yang warna merah.” saran Mama.
Anka mencoba kacamata yang disarankan mamanya. Hm, benar! Yang ini terlihat oke. Pas membingkai wajah cantiknya. Anka tersenyum melihat bayangan wajahnya di cermin yang disediakan optik. Keren juga!
“Kamu terlihat makin cantik memakai kacamata itu.”
Terdengar suara yang rasanya Anka kenal. Dada Anka berdegup kencang. Perlahan ia menoleh ke arah sumber suara itu. Ia sungguh terkejut melihat sosok yang berdiri di samping kanannya.
“Ra…Ra..ma!?” seru Anka setengah tergagap.
Sosok tampan bertubuh atletis di sampingnya itu tersenyum mempesona.
“Aku nggak nyangka, Anka si cantik ternyata minus juga.”
“Rama, sedang apa kamu di sini?” Anka merasa malu. Malu sekali. Tampil seperti ini justru di depan Rama cowok satu sekolah yang sudah lama ditaksirnya. Hancur sudah harapannya. Terlihat kejelekannya di depan Rama.
“Sama seperti kamu lah. Mau beli kacamata minus.”
“Beli kacamata? U…untuk siapa?”
“Untuk aku dong!” jawab Rama datar.
“Untuk kamu?! Memangnya kamu minus juga?” tanya Anka tak percaya.
“Iya. Aku minus tiga.”
“Tapi, aku nggak pernah melihat kamu pakai kacamata. Aku pikir…”
“Kamu pikir aku cowok sempurna…ganteng, pintar, ngetop…”
“Ih, ge-er!”
“He…he…becanda, Ka, maksudku, selama ini aku memang menutupi keadaanku yang sebenarnya. Sebagai kapten tim bola basket sekolah kita, tentu saja aku nggak mungkin pakai kacamata. Selama ini aku pakai contact lens. Sejak kelas satu, aku memakai contact lens bening, makanya nggak ada yang sadar kalau aku sebenarnya minus.”
“Terus, kenapa sekarang kamu mau pakai kacamata?”
“Aku capek pakai contact lens. Karena perawatan memakai contact lens agak rumit, butuh ketelitian dan kedisiplinan menjaga kebersihan. Aku akan tetap memakainya tapi hanya ketika sedang main basket saja supaya nggak mengganggu gerakan. Lagipula, sekarang pakai kacamata kan lagi trend. Lihat saja Afgan tuh!”
“Ih, kamu tuh kayak Fifi. Sama-sama terpesona sama Afgan yang kelihatan keren pakai kacamata.”
“Enak saja, siapa yang terpesona sama Afgan. Aku kan cuma bilang contohnya Afgan. Aku terpesona sama kamu kok.” goda Rama.
“Gombal!” sahut Anka sedikit malu.
“Serius! Kamu terlihat makin cantik. Bisa-bisa aku naksir nih!”
“Gombal asli!”
“He…he…lihat saja apa komentar teman-teman besok melihat kita barengan pakai kacamata ke sekolah.” goda Rama lagi sambil mengedipkan sebelah matanya pada Anka.
Anka tersenyum tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
Lihat saja, apa komentar Fifi besok!
~ Fin ~
Langganan:
Postingan (Atom)