Laman

Kamis, 12 September 2013

Korean Story : SARANGHAEYO (2)

Annyeonghaseyo...

Halo teman-teman ... terima kasih sudah berkenan berkunjung ke blogku yaaa...

Karena postinganku tentang novel "Saranghaeyo" menjadi entri paling populer di blogku ini, aku ingin memberi hadiah untuk pengunjung yang tertarik membaca novel "Saranghaeyo".

Aku mendapat kabar dari temanku yang hobi menulis fan fiction Korea, novelku ini banyak yang dicopy paste. Kalau ada yang pernah membaca fan fiction mirip seperti ini, inilah aslinya. Berasal dari novelku yang kutulis dengan nama pena Karumi Iyagi berjudul "Saranghaeyo". 

Baca yang aslinya aja ya teman-teman. Lebih seruuuu ^_^





Judul : Saranghaeyo, aku mencintaimu ....

Penulis : Karumi Iyagi, nama pena Arumi Ekowati

Bab 1

Betrayed

Cuaca hari ini cerah. Udara Kota Incheon terasa hangat di pertengahan bulan Juni. Sehangat hati Shin Hyo Ri. Sejak semalam ia tak sabar menunggu saat ini tiba. Hari ini, Jung Dong Hee akan pulang. Kekasihnya itu ditugaskan kantornya ke London untuk mendapat pelatihan manajemen toko modern selama dua bulan. Ia ingat pembicaraannya terakhir dengan Dong Hee, sebelum kekasihnya itu pergi. Dong Hee berjanji akan melamarnya sepulangnya dari sana. Hyo Ri sudah membayangkan indah dan romantisnya momen lamaran Dong Hee nanti, karena itu ia tak sabar menunggu pertemuannya dengan Dong Hee hari ini.

Pukul 14.50 KST (Korea Standard Time), tapi Hyo Ri belum juga melihat tanda-tanda kemunculan Dong Hee dari terminal kedatangan pesawat International di Incheon International Airport ini. Matanya mulai lelah sedari tadi memerhatikan setiap orang yang lalu lalang. Dalam emailnya terakhir dua hari lalu, Dong Hee bilang ia akan tiba hari ini pukul 13.45 KST di bandara ini. Mungkinkah Dong Hee berganti jadwal pesawat tanpa sepengetahuan Hyo Ri?

Sekali lagi Hyo Ri melihat papan digital pengumuman kedatangan pesawat. Korean Air dari London memang telah tiba sejak pukul 13.45 tadi. Tapi, di mana Dong Hee? Berkali-kali ia mencoba menghubungi ponsel Dong Hee, tetapi ponselnya itu tidak aktif. Apakah Dong Hee telah mengganti nomor ponselnya dengan nomor lokal Korea? Hyo Ri memutuskan masih ingin menunggu. Ia harus sabar. Ia telah menunggu dua bulan lamanya. Apalah artinya menunggu beberapa jam lagi. 

Beberapa jam lagi itu mulai menjadi berjm-jam yang meresahkan. Waktu telah menunjukkan pukul 19.35 KST. Dan masih belum ada tanda-tanda kehadiran Dong Hee. Tentu saja ini aneh sekali. Jika memang Dong Hee membatalkan kepulangannya hari ini, harusnya ia mengabarkannya kepada Hyo Ri. Sungguh keterlaluan Dong Hee membiarkannya menunggu selama ini tanpa kepastian. Tapi Hyo Ri sendiri adalah gadis yang keras kepala. Ia penasaran. Berharap pesawat Dong Hee hanya terlambat datang. Ia masih ingin menunggu. Mungkin satu atau dua jam lagi.

Hyo Ri pergi ke salah satu kafe di yang tersedia di dalam airport. Ia memesan segelas soju. Malam ini terasa dingin. Ia ingin menghangatkan tubuhnya sedikit. Pukul 21.25 KST. Hyo Ri menghela nafas panjang. Sepertinya penantiannya harus berakhir sekarang. Ia harus segera kembali ke Seol yang berjarak satu jam perjalanan dari Incheon. Sebelum pukul sepuluh malam, masih ada Airport Express Train menuju Seoul.

“Dong Hee, apa maksudmu menelantarkan aku seperti ini?”

Tiba-tiba saja Hyo Ri ingin segera pulang, lalu ingin segera mengirimkan email protes kepada Dong Hee. 

***

Sudah tiga hari Hyo Ri menunggu email balasan dari Dong Hee. Tapi belum diterimanya juga. Membuatnya benar-benar cemas. Apa yang telah terjadi pada Dong Hee? Apakah pesawatnya kecelakaan? Tapi ia telah mencari di semua berita baik online, cetak atau televisi, ia tak medengar ada kecelakaan pesawat dalam tiga hari ini. Penantian ini sungguh membuat pikiran Hyo Ri kalut. Pagi ini ia berdandan rapi seperti biasanya. Siap berangkat kerja tepat pukul tujuh pagi. Melahap sarapan yang disiapkan ibunya bersama-sama adik perempuan dan ibunya. Setelah selesai ia berpamitan lalu melangkah keluar rumah.

Tak ada yang tahu, sesungguhnya hari ini ia tidak pergi ke tempatnya biasa bekerja. Sudah hampir dua minggu ini ia tidak lagi bekerja di tempat biasa, sebuah galeri pakaian kecil di daerah Insadong. Toko kecil itu menjelang bangkrut. Kini hanya menjual pakaian produksi pabrik. Artinya, keahliannya sebagai perancang mode pakaian tidak dibutuhkan lagi di tempat itu. Ibu dan adiknya tak boleh tahu ia sudah tak bekerja lagi. Mereka pasti akan khawatir. Sejak ayahnya meninggal, Hyo Ri bertugas menjadi tulang punggung keluarga. Butuh banyak biaya untuk membayar uang sewa kamar flat dan biaya sekolah adiknya.
Hyo Ri menghela napas pasrah. Hidupnya benar-benar sempurna. Sempurna kacaunya. Kehilangan kekasih sekaligus kehilangan pekerjaan. Ah, benarkah ia sudah kehilangan kekasih? Lenyapnya Dong Hee tanpa kabar memang telah mengantarkan firasat buruk dalam hati Hyo Ri. 

Ia berjalan perlahan. Sengaja ia memilih berjalan kaki untuk sekedar menghabiskan waktu. Rute perjalanannya sejak hampir dua minggu ini masih tetap sama. Ia berpura-pura pergi ke arah Insadong tempat bekerjanya dulu. Di Insadong ia melihat-lihat lagi pertokoan di situ. Melewati tempat kerjanya sebuah galeri kecil yang kini berubah nama menjadi Chic Store. Kemudian ia berjalan menyusuri pedestrian di pinggir Cheonggyecheon Stream, sungai sepanjang delapan kilometer yang mengalir di tengah-tengah Kota Seoul. 

Hyo Ri duduk di salah satu batu undakan. Menghirup udara segar pagi hari dalam-dalam. Lalu mengembuskannya perlahan. Bunga warna-warni musim panas tampak bermekaran menambah semarak suasana di tempat ini. Hyo Ri tersenyum menatap pemandangan indah ini. Suasana damai ini cukup menenangkan pikirannya yang sedikit kalut saat ia melangkah keluar rumah tadi.

Setelah puas beristirahat, Hyo Ri melanjutkan perjalanannya sembari sesekali menikmati dekorasi-dekorasi unik yang terdapat di dinding sisi kanan kiri sungai. Dinding itu menampilkan foto-foto Cheonggyecheon dari masa ke masa. Kemudian Hyo Ri sengaja berhenti di depan tembok harapan yang menampilkan ribuan potongan porselen keramik yang setiap potongannya memuat gambar dan pesan-pesan dari warga Korea di seluruh penjuru dunia. Ia membaca beberapa harapan yang tertulis di situ. Ah, apakah ia masih punya harapan masa depan yang lebih baik? Dong Hee, di mana dia? Bertemu Dong Hee adalah harapannya satu-satunya saat ini.

Hyo Ri melanjutkan lagi langkahnya. Sengaja ia mengukur jalan sambil merenungi nasibnya. Ia masih tak tahu apa yang akan dilakukannya. Ia belum terpikir ingin segera mencari pekerjaan baru. Ia ingin bertemu Dong Hee dahulu. Membicarakan rencana masa depan mereka, barulah kemudian ia akan putuskan akan mencari pekerjaan baru di mana. Sembari menyusun pikiran di dalam kepalanya, tak terasa langkah Hyo Ri sampai juga ke daerah Myeongdong, kawasan shopping modern yang letaknya sekitar tiga puluh menit berjalan kaki dari Insadong. Lagi-lagi ia menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan berkeliling kawasan itu. 

Rasanya ia sudah cukup banyak berjalan. Tapi waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang. Saatnya beristirahat makan siang. Sebenarnya Hyo Ri merasa malas jika ia berhenti beristirahat. Karena pada saat beristirahat seperti itu, ia semakin merasakan kehampaan. Ia masih tak mengerti mengapa Dong Hee bisa menghilang begitu saja. Apakah Dong Hee memang sengaja menghindarinya? Tetapi mengapa? Tak ada tanda-tanda sedikit pun Dong Hee berniat lari darinya. Ataukah Hyo Ri yang kurang peka?

Hyo Ri mulai mencari-cari tempat untuk makan siang. Pilihannya jatuh pada sebuah restoran yang menyajikan kimbap. Ini adalah makanan termurah di tempat ini. Ia harus menghemat sisa gajinya terakhir. Karena setelah ini, ia masih belum tahu akan mencari uang kemana lagi. Baru saja ia berniat memasukkan potongan kimbap pesanannya yang telah tersaji di meja ke dalam mulutnya, ia melihat sosok yang sangat di kenalnya berjalan di luar restoran itu, tak jauh dari tempatnya duduk.

Hyo Ri mengerjapkan matanya. Penglihatannya tidak salah. Itu adalah Dong Hee! Kekasih yang ditunggunya tiga hari lalu di bandara Incheon! Ternyata ia ada di sini! Hyo Ri membelalakkan matanya. Dan Dong Hee tidak sendiri, ia berjalan mesra dengan seorang perempuan cantik…

“Kurang ajar!” maki Hyo Ri dalam hati. 

Ia kembali mengarahkan pandangannya ke sosok lelaki setinggi kurang lebih seratus tujuh puluh lima senti dan bentuk tubuh proporsional itu. Lelaki itu terlihat menawan dalam setelan jas lengkap dengan dasinya. Rambutnya tampak baru saja dicukur rapi. Hyo Ri tidak mungkin salah mengenali orang. Itu benar-benar Dong Hee.

“Apa yang dilakukannya di sini? Bersama perempuan itu?”

Hyo Ri mendadak merasakan sakit dalam hatinya. Dong Hee telah tega membuatnya khawatir selama tiga hari ini, mengira ia kecelakaan pesawat, ternyata Dong Hee sudah berada di Seoul dan terlihat bahagia bersama perempuan lain. Apa arti semua ini? 

“Dong Hee…Awas kau Dong Hee! Berani-beraninya kau menghianati aku!” ujar Hyo Ri dalam hati. Perasaannya kacau seketika.

Apakah ada penjelasan lain dari pemandangan yang dilihatnya ini? Dong Hee dan perempuan itu memang tidak berangkulan, bahkan tidak bergandengan tangan, tapi mereka saling menatap, tersenyum dan berbicara satu sama lain seperti sepasang kekasih. Tidak, rekan bisnis tidak akan saling memandang dengan cara seperti itu. Hyo Ri yakin sekali ada hubungan spesial di antara keduanya. 

“Dong Hee menghianati aku?” kata itu diulanginya lagi, kali ini ia ucapkan dengan suara berbisik pada dirinya sendiri.

Lalu matanya menatap tajam ke arah Dong Hee yang kini berjarak sekitar sepuluh meter darinya. Kemarahannya tiba-tiba saja meluap.

“Lelaki itu berani-beraninya bermain di belakangku? Setelah pengorbananku selama ini untuknya? Keterlaluan! Awas kau Dong Hee!” bisiknya lagi dengan nada geram.

Ingin sekali ia mendatangi Dong Hee saat ini juga, lalu menampar wajahnya. Hampir saja ia nekat benar-benar melakukan itu saat kemudian ia ingat, itu hanya akan merugikan dirinya sendiri. Setelah mengatur nafasnya yang memburu, menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, Hyo Ri mulai sedikit tenang. Logikanya mulai berjalan lebih jernih. Sebuah rencana tiba-tiba saja terbetik dibenaknya. Lebih baik ia pura-pura belum melihat Dong Hee. Ia akan mendatangi Dong Hee seolah-olah bertemu di sini tanpa sengaja. Hyo Ri ingin tahu bagaimana nanti reaksi Dong Hee jika mendadak melihatnya di sini. 

Terpaksa Hyo Ri meninggalkan kimbap yang baru dimakannya seiris. Ia bangkit dari duduknya dan mengikuti Dong Hee dan perempuan itu yang tampaknya baru selesai makan siang. Mereka berdua melangkah perlahan sambil mengobrol akrab hingga masuk ke sebuah butik, La Moda. 

“Ah, apa yang akan mereka lakukan di sana? Apakah Dong Hee akan membelikan perempuan itu gaun mahal? Keterlaluan! Hutangnya padaku banyak, dia malah ingin membelikan pakaian mewah kepada gadis itu?” gerutu Hyo Ri dalam hati.

Hyo Ri ragu ingin ikut masuk ke butik itu. Hyo Ri memilih menunggu di luar. Beberapa menit kemudian, Dong Hee keluar hanya sendirian! Di mana gadis tadi? Hyo Ri segera bersiap-siap ingin mencegat Dong Hee.

“안녕하세요 (Annyeonghaseyo) Apa kabar, Dong Hee kekasihku!” ucap Hyo Ri tiba-tiba muncul di depan Dong Hee. 
Dong Hee segera menghentikan langkahnya. Wajahnya tampak sangat terkejut. 
“Hyo Ri? Sedang apa kau di sisni?” tanya Dong Hee sedikit kikuk.
Hyo Ri tak langsung menjawab. Ia tersenyum lebar.
“Harusnya aku yang bertanya padamu, sedang apa kau di sini? Bukankah tiga hari lalu kau harusnya muncul di bandara Incheon seperti janjimu padaku?” jawab Hyo Ri, nada suaranya jelas menyindir.
Dong Hee menelan ludah. 
“Aku…maaf, aku baru datang keesokan harinya. Aku tak sempat memberitahumu karena aku datang bersama teman, sama-sama dari London. Aku harus langsung menemaninya di Seoul ini. 
“Teman perempuan?” tanya Hyo Ri dengan nada suara terdengar aneh.
Dong Hee tak langsung menjawab.
“Kalian bertemu dan berkenalan di London?”
Dong Hee masih diam. Bola matanya bergerak-gerak ke sana kemari, jelas sekali ia tampak gugup.
“Aku melihat kalian tadi,” kata Hyo Ri lagi, telak sekali.
Kali ini bola mata Dong Hee berhenti bergerak. Pandangannya menuju satu titik, wajah Hyo Ri yang terlihat berusaha tenang
“Melihatku dengan siapa?”
Hyo Ri tersenyum sinis.
“Jangan mengelak lagi, Dong Hee. Aku melihatmu bersama perempuan lain.”
Dong Hee tak langsung menjawab. Ia masih memperhatikan raut wajah Hyo Ri yang mulai tampak sedikit emosi.
“Hyo Ri, aku akan jelaskan semuanya padamu. Sebaiknya kita mencari tempat untuk berbicara.”
“Memang sebaiknya begitu. Kau harus menjelaskan semuanya.”

Dong Hee melangkah cepat menuju jalan raya. Diikuti Hyo Ri yang juga melangkah cepat. Dong Hee menghentikan taksi. Di dalam taksi, Hyo Ri hanya diam. Ia enggan bertanya Dong Hee hendak mengajaknya ke mana. Yang jelas Hyo Ri tahu, Dong Hee ingin membawanya jauh dari perempuan tadi. Taksi meluncur menuju Apkujong dan berhenti di sebuah restoran. Hyo Ri memesan secangkir teh ginseng. Sepertinya ia perlu meminumnya untuk menenangkan emosinya. Ia masih menunggu Dong Hee bicara sesuatu. Tapi Dong Hee malah sibuk memutar-mutar gelas sojunya.

“Kenapa kau tega sekali memperlakukan aku seperti ini, Dong Hee? Apa salahku padamu hingga kau berbuat sejahat ini?” ucap Hyo Ri akhirnya setelah ditunggunya sekian lama Dong Hee tidak bicara juga.
“Kau tahu berapa lama aku menunggumu di bandara Incheon? Aku tak sabar ingin melihat wajahmu, tapi hingga berjam-jam kemudian kau tidak datang juga. Kau tak memberi kabar, emailku tidak kau balas. Sampai kukira kau mati kecelakaan pesawat. Kau tahu bagaimana cemasnya aku? Kenapa kau tega sekali membuatku khawatir, sementara kau sudah ada di sini dan sedang bersenang-senang dengan perempuan lain. Bisakah kau bayangkan bagaimana perasaanku, Dong Hee?” cerocos Hyo Ri. 

Ia tumpahkan segala kekesalannya selama beberapa hari ini. Dong Hee masih menunduk. Ia menghela nafas. Lalu mengangkat wajahnya perlahan dan menatap wajah Hyo Ri.

“Maafkan aku Hyo Ri. Ini semua benar-benar diluar dugaanku,” kata Dong Hee akhirnya setelah ia menghela nafas panjang untuk kedua kalinya.

“Apa yang diluar dugaanmu?”
“Aku…bertemu dengannya di London. Awalnya kami hanya berteman sebagai sesama orang Korea yang sedang bertugas di luar negeri. Tentu saja aku ingat aku memilikimu di sini, Hyo Ri. Tapi cinta seringkali datang tak terduga. Tanpa kusadari tiba-tiba saja aku jatuh cinta padanya,” jawab Dong Hee perlahan.

Mendadak Hyo Ri bangkit berdiri. Ia menatap tajam Dong Hee. Dong Hee mengangkat wajahnya perlahan, menatap wajah Hyo Ri yang tampak marah sekali.

“Hah! Cinta datang tak terduga? Begitu mudahnya kau membenarkan perbuatanmu ini dengan alasan cinta? Kau benar-benar brengsek, Dong Hee!” ujar Hyo Ri dengan suara mulai terdengar keras.
Dong Hee tampak gusar menghadapi Hyo Ri  yang mulai emosi.
“Kau sadar, apa saja pengorbanan yang sudah kuberikan untukmu? Tujuh tahun, Dong Hee! Tujuh tahun! Dengan mudahnya kau lupakan tujuh tahun bersamaku hanya karena kau pikir kau jatuh cinta pada perempuan lain?” ujar Hyo Ri lagi dengan suara lebih keras dari tadi. Membuat pengunjung restoran lainnya menoleh ke arah mereka.

Dong Hee mulai terlihat kesal melihat reaksi Hyo Ri yang emosional.

“Hyo Ri! Duduklah! Semua orang melihat ke arah kita,”
“Lalu kenapa? Biar saja semua orang tau kau laki-laki brengsek! Penghianat!”
“Aku sudah bilang maaf, Hyo Ri! Aku juga tak menyangka bisa jatuh cinta pada perempuan lain. Maafkan aku.”
“Kau pikir cukup hanya dengan kata maaf? Aku tak bisa menerima ini, Dong Hee! Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu. Aku rela berkorban apa saja demi kamu. Mengapa begini balasanmu padaku?” ucap Hyo Ri, suaranya sudah tak sekeras tadi. 

Airmata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sementara Dong Hee terdiam. Ia tak tahu harus bicara apa lagi.

“Dong Hee…주세요 (juseyo) tolong katakan padaku, apa yang harus kulakukan agar kau tetap bersamaku?” pinta Hyo Ri dengan wajah menghiba. 

Dong Hee masih diam. Ia hanya memandangi wajah Hyo Ri yang mulai dibasahi air mata seolah tanpa rasa belas kasihan.

“죄송합니다 (Joesong-hamnida) Maafkan aku, Hyo Ri, aku tak akan kembali bersamamu. Jujur saja, sikapmu yang keras ini semakin meyakinkan aku, bahwa kita sudah tak cocok lagi. Aku tahu, mungkin ini membuatmu kecewa dan sakit hati, tapi aku mohon kau memahami perasaanku.”

Tangis Hyo Ri semakin deras. Ia marah sekali. Saking marahnya sampai ia tak tahu apa yang akan dilakukan untuk melampiaskan rasa marahnya. Dong Hee benar-benar keterlaluan. Dengan mudahnya melupakan tujuh tahun kebersamaan mereka hanya karena ditugaskan selama dua bulan di London. Keterlaluan! 

“Apa hebatnya perempuan itu, Dong Hee? Apa yang telah diberikan perempuan itu padamu yang tidak bisa aku berikan? Apakah pengorbananku selama ini tak cukup membuatmu hanya mencintai aku?” ucap Hyo Ri sembari terisak, menahan emosi yang rasanya ingin meluap.

Tapi Dong Hee seperti sudah tak punya kata-kata untuk diucapkan. Ia hanya diam dan menundukkan wajahnya.

“Kenapa kau tega sekali kepadaku…sebelum kau pergi ke London kau masih berjanji ingin menikahiku, mengapa kau berubah pikiran secepat ini? Apa yang telah dilakukan perempuan itu hingga membuatmu begini, Dong Hee?”
“Sudahlah, Hyo Ri. Jangan membicarakan dia terus. Aku menyesal hubungan kita harus berakhir begini. Tapi bukankah memang sebaiknya kita akhiri, daripada tetap kita paksakan tapi hatiku tidak lagi padamu.”
“Lalu, bagaimana dengan hatiku? Hatiku masih padamu, Dong Hee, Selama tujuh tahun ini aku setia padamu. Dan kau balas kesetiaanku ini dengan penghianatan.”
“Perasaan tak bisa dibohongi, Hyo Ri. Aku tak mungkin pura-pura masih mencintaimu. Itu hanya akan membuat hatimu semakin terluka.”
“Mungkin perasaanmu pada perempuan itu hanya perasaan sesaat saja, Dong Hee. Cobalah kau pikir-pikir dulu. Mungkin saja besok kau mencintaiku lagi,” 
Dong Hee memandang iba wajah Hyo Ri yang masih saja bersimbah airmata.
“Kau tentu tidak lupa, hutangmu padaku banyak. Kau sering meminjam uang jika kau kehabisan uang untuk membayar kuliah, atau makan, atau sewa kosmu.”
“Apakah semua kebaikanmu padaku dulu kau hitung sebagai hutang? Benarkah Hyo Ri?”
“Tentu saja tidak, aku berikan semua yang kau minta karena aku mencintaimu, Dong Hee. Dan ternyata semua itu tak ada gunanya.”

“Sekali lagi, maafkan aku Hyo Ri. Terserah kau mau menyebutku apa. Kau boleh menyebutku laki-laki brengsek. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Semua ini sudah terlanjur terjadi. Cobalah kau lupakan aku.”

Kini berganti, Hyo Ri yang tak tahu ingin bicara apa lagi. Saat itu ponsel Dong Hee berbunyi. Setelah melihat nama dilayar ponselnya, Dong Hee buru-buru mengangkatnya dengan wajah bahagia yang tampak jelas.
“애정 (aejeong) sayang?”

Hyo Ri menatap wajah bahagia Dong Hee itu dengan rasa kesal, marah, sakit hati bercampur benci…
“Hyo Ri, aku harus pergi sekarang, 안녕히 계세요 Annyong-hi gyeseyo (Selamat tinggal).” ucap Dong Hee, lalu melanjutkan pembicaraannya dengan perempuan itu lewat ponsel. Dong Hee buru-buru bangkit berdiri dan pergi begitu saja. Meninggalkan Hyo Ri yang masih bergulat dengan rasa sakit hatinya.

“Dong Hee sialaaaan!” ujarnya tertahan.

Ia segera menghapus airmatanya. Lelaki brengsek seperti Dong Hee sungguh tak pantas ia tangisi. Waktu baru saja menunjukkan pukul tiga sore. Ia tak tahu akan pergi ke mana lagi untuk menghibur hatinya yang terluka ini. Sampai akhirnya Hyo Ri memutuskan menghabiskan waktu ke pasar tradisional Dongdaemun. Ia memilih naik kereta, lalu turun di stasiun Jongno-5 dari kereta jalur 1. Begitu muncul dari pintu keluar, segera tampak pasar tradisional Dongdaemun yang terbuka dan ramai sekali. Hyo Ri berharap riuhnya suasana di pasar itu akan menghapuskan rasa sepi dan hampa di hatinya. Ia hanya berjalan-jalan menyusuri pasar itu sambil sesekali mendatangi kios yang menarik perhatiannya. Tapi sialnya, berjalan-jalan di sini mengingatkan Hyo Ri akan masa lalu bersama Dong Hee. Dahulu Dong Hee hanya mahasiswa pas-pasan di Kota Seoul ini. Ia hanya mampu berbelanja di pasar tradisional ini. 

Melihat odeng, sejenis makanan gorengan yang dijual dalam kereta tenda yang disebut pojangmacha, membuat Hyo Ri lagi-lagi terkenang kebersamaannya dengan Dong Hee di sini.  Dong Hee paling suka odeng ikan olahan yang direbus dalam kaldu dan disajikan dalam bentuk sate. Walau hanya makanan sederhana murah meriah, tapi menyantap odeng sambil menyeruput kuah kaldu panas-panas rasanya nikmat sekali. Dalam sekali makan, Hyo Ri bisa langsung menghabiskan empat tusuk, sementara Dong Hee yang lebih rakus bisa langsung menghabiskan delapan tusuk odeng sekaligus. 

Tak sadar Hyo Ri tersenyum mengingat kembali kenangan itu. Sekarang, entahlah apakah Dong Hee masih mau menyantap makanan ini. Hyo Ri baru sadar, Dong Hee memang sudah berubah. Ia kini bukan lagi mahasiswa pas-pasan seperti saat bersamanya dulu. Dong Hee sekarang bekerja di sebuah kantor yang bonafid. Gajinya pasti besar sekali. Karena itu seleranya akan perempuan pun berubah. Dong Hee sekarang lebih memilih gadis cantik dan berkelas seperti yang dilihat Hyo Ri tadi.
Hyo Ri membeli dua tusuk odeng, menyantapnya perlahan sambil meratapi nasibnya yang malang ini. Harusnya ia sadar, Dong Hee memang sudah berubah sejak pindah ke tempat kerjanya yang bonafid itu. Ah, mengapa Hyo Ri baru sadar sekarang?

Hyo Ri memutuskan  meninggalkan pasar Dangdaemun. Pasar itu tak bisa menghiburnya, malah membuatnya teringat kenangan pahit masa lalu. Ia melanjutkan perjalanannya kembali ke Cheonggye Plaza yang tadi pagi telah dikunjunginya. Tapi suasana lapangan ini di pagi hari dengan di sore hari tentu saja berbeda. Menjelang malam, suasana taman itu justru semakin semarak. Banyak yang sengaja datang ke sini sepulang kerja untuk menikmati suasana romantis dari lampu-lampu dekorasi. 

Ini pertama kalinya Hyo Ri merasakan patah hati. Maka ia pun tak tahu bagaimana cara mengobati rasa sakit hati ini dan melampiaskan marahnya. Sepanjang hari ini ia hanya menghabiskan waktu memandangi orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya dan memperhatikan segala kejadian yang ada di sekitarnya. Semua berjalan-biasa-biasa saja. Seolah hidup orang lain berjalan lancar, hanya Hyo Ri sendiri yang merasakan hidupnya hancur. 

Saat ia memandang hampa lapangan luas di depannya, di salah satu sudut lapangan Hyo Ri melihat sekumpulan anak-anak sedang berkerumun mengelilingi seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dan berwajah menarik. Anak-anak itu seperti memperebutkan sesuatu. Dan lelaki itu seperti sedikit kewalahan menghadapi anak-anak yang berjumlah kira-kira sepuluh orang itu. Tetapi kemudian lelaki itu dengan sabar seperti menjelaskan sesuatu kepada anak-anak itu, hingga anak-anak itu menjadi tertib dan duduk rapi mengelilingi lelaki itu. Hyo Ri tersenyum melihatnya. Entah mengapa ia merasa terhibur dengan keseluruhan adegan itu. Betapa indah dilihat dari kejauhan sosok lelaki itu dinaungi lampu-lampu taman yang temaram.

.....

Ingin membaca kisah lengkapnya? Beli yuk, bukunya. 


Terima kasih teman-teman ^_^

Novel Korea karyaku terbaru "LONGEST LOVE LETTER"



Novel karyaku lainnya :


2 komentar:

  1. Kak ada buku saranghaeyo season keduanya nggak

    BalasHapus
  2. Kak mau nanya, latar belakang yang berkaitan sama kehidupan nyata kakak dengan novel itu apa ya?

    BalasHapus