Laman

Kamis, 26 September 2013

Korean Story : Four Seasons Of Love (2)

Annyeonghaseyo teman-teman penyuka cerita Korea.

 Kali ini aku ingin berbagi salah satu bab dalam novel "Four Seasons Of Love"




Ini adalah novel Korean Story karya Karumi Iyagi nama penaku untuk novel cerita Korea.
Silakan membaca ... ^_^

Four Seasons Of Love
Penulis : Karumi Iyagi (Arumi E)

Bab 4
Autumn Love

Musim panas telah berakhir. Musim gugur sudah mulai memperlihatkan ronanya. Dedaunan mulai berubah warna menjadi kuning keemasan. Beberapa berwarna merah tembaga. Memberi nuansa pemandangan yang berbeda dari musim sebelumnya. Penuh warna, semarak namun romantis. Udara pun mulai terasa lebih dingin dari biasanya.

Yu Ri mengancing cardigan rajutnya yang berwarna hijau tosca cerah, agar tubuhnya terasa lebih hangat. Ia baru saja menjejakkan kaki di Kota Gyeongju. Hari ini Yu Ri menepati janjinya pada Ji Seok. Ia sengaja datang untuk merayakan ulang tahun Ji Seok yang ke tujuh belas. Walau hari ulang tahun Ji Seok tepatnya sudah lebih dari seminggu yang lalu, tetapi Yu Ri baru sempat datang sekarang. Selain itu mereka juga ingin merayakan kelulusan mereka dari Godeunghakgyo (senior high school).

Yu Ri lulus dengan gemilang. Dan punya rencana melanjutkan pendidikannya ke jurusan arsitektur. Tapi ia masih merahasiakan akan kuliah di kampus mana. Ji Seok juga berhasil lulus dengan sukses. Ia telah membuktikan sendiri tekad kuatnya membuahkan hasil. Membuat Ji Seok semakin yakin ingin meraih cita-citanya menjadi seorang ahli keuangan.
“Kuliah di universitas yang sama denganku, Yu Ri. Supaya kita bisa sering bertemu,” saran Ji Seok yang menjemputnya di terminal bus di tengah kota Gyeongju.

Yu Ri memandang senang ke arah Ji Seok yang terlihat semakin dewasa dan menawan. Apalagi sekarang usianya sudah tujuh belas tahun. Dua bulan lebih tua dari Yu Ri. Ji Seok terlihat berbeda dari biasanya. Lebih trendi. Mungkin karena ia melengkapi penampilannya dengan jaket kulit berwarna coklat tua yang tampak masih baru.

“Kau yakin akan diterima di jurusan ekonomi Universitas Korea? Itu adalah salah satu kampus terbaik di Korea. Tidak mudah masuk ke sana,” ledek Yu Ri.
“Aku harus bisa. Itu sudah cita-citaku. Setelah lulus, aku akan mencari kerja di Seoul,” sahut Ji Seok.
“Kau tidak mau tetap tinggal di Gyeongju? Menurutku hidup di sini lebih enak. Lebih tenang. Udara di sini juga lebih hangat. Gyeongju adalah tempat yang nyaman untuk tinggal,” kata Yu Ri.
“Kalau memang di sini nyaman, mengapa kau malah pindah ke Busan?” ledek Ji Seok.
“Karena aku lebih baik tinggal dengan bibiku. Lagipula aku harus tinggal di Busan karena kota itu lebih besar dari kota ini. Ada tempat yang secara teratur harus kukunjungi di sana dan tempat itu tak ada di sini,” jawab Yu Ri.

“Ah, aku sebal jika kau sudah mulai sok misterius. Aku tidak akan bertanya tempat seperti apa yang kau maksud itu. Percuma, kau pasti tak mau bilang padaku. Sepertinya itu semua hanya alasanmu untuk sengaja menghindar dariku,” tuduh Ji Seok dengan nada suara sedikit sebal,  lalu ia mengalihkan pandangannya dari Yu Ri.

Yu Ri malah tertawa geli.

“Aku takut bila terlalu sering bersamamu, Ji Seok,” sahut Yu Ri.
“Takut? Kenapa? Memangnya aku menakutkan?”
“Aku takut bosan,”
“Oh, jadi aku membosankan?”
“Bukan begitu maksudku, Ji Seok. Aku lebih suka tinggal di tempat yang jauh denganmu. Supaya sesekali aku bisa merasa kangen. Baru kemudian aku mencarimu. Jika kita terlalu sering bersama, pasti akan sulit sekali merasa kangen,” jawab Yu Ri.

Ji Seok mengerutkan keningnya. Alasan Yu Ri itu terdengar tidak masuk akal baginya.

“Baiklah, kita tidak usah satu kampus. Tapi kalau bisa kita sama-sama kuliah di Seol. Kau pandai, Yu Ri. Aku yakin kau pasti diterima jika mendaftar di Universitas Nasional Seoul. Bagaimana?” usul Ji Seok.

Yu Ri tersenyum misterus.

“Kita lihat saja nanti,” sahut Yu Ri.

Ji Seok hanya diam menahan rasa sebal.

“Sekarang, kita akan piknik ke mana?” tanya Yu Ri, berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Ji Seok menghela nafas sedikit keras.

“Kita akan ke Taman Nasional Gyeongju. Di sana juga ada observatorium,” jawab Ji Seok beberapa saat kemudian.
“Ah ya, aku belum sempat ke sana,” sahut Yu Ri.
“Kau harus lebih memahami kota kelahiran orangtuamu ini, Yu Ri. Banyak tempat menarik dan bersejarah di kota Gyeongju,” kata Ji Seok.

Yu Ri mengangguk setuju. Ia tahu sedikit tentang sejarah Kota Gyeongju dari pelajaran sekolah. Tapi ia hanya sebentar tinggal di kota ini. Belum banyak tempat menarik yang dikunjunginya.

Dengan naik bus, Ji Seok mengajak Yu Ri menuju Daenungwon Royal Tombs, bukan untuk masuk ke dalamnya, tetapi Ji Seok ingin mengajak Yu Ri ke seberang jalan dari Daenungwon Royal Tombs. Awal bulan oktober ini, di tempat itu dirayakan Gyeongju Tteok & Sul Festival atau festival makanan dan minuman keras tradisional Korea. Yang juga dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan budaya tradisional Korea.

Di bagian makanan, tersedia berbagai macam makanan tradisional khas Korea dengan harga yang cukup murah. Kebanyakan kue-kue tradisional Korea adalah rice cake yang berwarna-warni. Ji Seok membeli beberapa untuknya dan Yu Ri. Lalu mereka menikmati kue-kue itu sambil menyaksikan tarian tradisional Korea yang dipertunjukkan di tengah-tengah area festival.

Di bagian minuman keras, selain menjual jenis-jenis minuman keras tradisional, di festival ini juga didemonstrasikan bagaimana cara membuat rice wine khas Korea. Semua prosesnya dibuat secara tradisional dan tidak menggunakan bahan bakar atau listrik. Ada stand yang menjual tomato wine. Ji Seok menerima segelas yang diberikan penjaga stand untuk dicoba pengunjung. Tapi Yu Ri segera mencegahnya. Ia merebut gelas berisi wine itu lalu mengembalikannya kepada penjaga stand.

“Maaf, dia belum boleh minum alkohol. Masih di bawah umur,” ucap Yu Ri sopan.
“Yu Ri, tapi itu hanya tomato wine. Terbuat dari tomat,” bisik Ji Seok.
“Tidak boleh! Tetap saja itu mengandung alkohol. Dan kau masih kecil, tidak boleh minum minuman beralkohol,” ucap Yu Ri tegas.

Lalu ia menarik tangan kanan Ji Seok, membawanya menjauhi bagian minuman keras. Ji Seok mengikuti di belakang Yu Ri yang berjalan agak cepat

“Aku bukan anak kecil lagi, Yu Ri! Aku sudah mulai dewasa…” bantah Ji Seok.
“Tetap saja masih di bawah umur,” sahut Yu Ri.
“Yu Ri, aku kan baru saja ulang tahun yang ke tujuh belas,” bantah Ji Seok lagi.

Yu Ri berhenti sebentar. Lalu berbalik menghadap Ji Seok.

“Bukan berarti sudah tujuh belas tahun kau boleh minum alkohol,” ujar Yu Ri tegas. Ji Seok tertegun memandang wajah serius Yu Ri.
“Baiklah, jika menurutmu begitu…”sahut Ji Seok akhirnya.

Yu Ri tersenyum senang.

“Tadi kau bilang akan mengajakku ke sebuah observatorium?” tanya Yu Ri.
“Oh iya, kita jalan kaki saja. Tempatnya tidak jauh dari sini. Sebenarnya itu adalah observatorium tertua di dunia,” jawab Ji Seok.

Ia mulai melangkah meninggalkan area festival itu diikuti Yu Ri. Setelah tiga puluh menit berjalan kaki, akhirnya mereka sampai di Cheomseongdae Observatory. Bangunan yang mirip cerobong asap ini adalah salah satu tempat pengamatan astronomi tertua di dunia yang dibangun pada abad ke tujuh di masa kerajaan Silla berkuasa.

Ji Seok dan Yu Ri melihat-lihat di situ sebentar. Mengagumi peninggalan leluhur mereka dahulu. Setelah itu Ji Seok mengajak Yu Ri menuju Wolseong Forrest yang sangat indah terhampar luas di luar Cheomseongde Observatory.

Di musim gugur ini, daun-daun pepohonannya juga berubah warna. Kuning keemasan berpadu merah tembaga dan coklat terang. Entah mengapa, warna-warni dedaunan ini selalu saja memberi kesan yang berbeda. Nuansa magis dan romantis serasa menyelimuti hutan itu.

Ji Seok dan Yu Ri berhenti melangkah. Mereka beristirahat sejenak sambil menikmati pemandangan Wolseong Forest yang berpadu dengan Rape Flowers Complex di tepinya. Suasana di tempat itu terasa sangat damai. Setelah cukup beristirahat, Ji Seok dan Yu Ri melanjutkan perjalanannya menyusuri jalan kecil yang membelah Wolseong Forrest.

Di seberang Wolseong Forrest terdapat Anapji Pond, yaitu kolam buatan dengan tiga pulau yang terlihat sangat indah. Di atas kolam ada bangunan tradisional Korea dihiasi lampu-lampu yang ditata sedemikian rupa. Lampu-lampu itu akan dinyalakan saat hari sudah menjelang malam. Ji Seok mengajak Yu Ri duduk di tepian kolam itu untuk menikmati indahnya pemandangan.

“Yu Ri, apakah aku sudah bilang padamu kalau nilai ujian matematikaku mendapat nilai delapan dan bahasa Inggrisku mendapat nilai delapan juga?” tanya Ji Seok.

Yu Ri menoleh, menatap Ji Seong dengan ekspresi wajah ikut senang.

“Oh ya? Wah, kau hebat sekali. Aku memang sudah yakin kau pasti bisa. Aku kan yang sudah mengajarimu,” jawab Yu Ri.

Ji Seok tertawa ringan.

“Dan kau pasti ingat dengan janjimu, kan? Kau pasti tak akan ingkar janji, kan?” tanya Ji Seok lagi.
Pandangan Yu Ri tampak kebingungan.
“Janji apa? Apakah aku pernah berjanji akan memberimu hadiah?” Yu Ri balik bertanya.

Ji Seok menghela nafas sambil memandang Yu Ri dengan gemas.

“Kau berjanji, jika aku lulus sekolah dengan nilai matematika dan bahasa Inggris bagus, kau akan menerimaku sebagai pacarmu kan?” ucap Ji Seok mengingatkan.
Yu Ri tampak sedikit tersentak, lalu tersenyum lebar. Ia ingat janji itu.

“Sebenarnya, andaikan nilai matematika dan bahasa Inggrismu jelek, atau kau tidak lulus sekali pun, aku tetap menerimamu sebagai pacarku, Ji Seok. Karena 사랑해 saranghae (aku mencintaimu) juga. Ji Seok, kau adalah 첫사랑 cheossarang (cinta pertama) bagiku,” sahut Yu Ri.

Ji Seok memandangi Yu Ri tak percaya. Kemudian ia tersenyum.

“Ah, aku memang sudah menduga kau naksir aku juga. Selama ini kau hanya pura-pura jual mahal dan mengerjaiku saja. Yu Ri, dari dulu aku mencintaimu, kau juga 첫사랑 cheossarang (cinta pertama) bagiku,” kata Ji Seok dengan raut wajah tampak senang sekali.

Ji Seok mengulurkan tangannya ingin meraih jemari Yu Ri. Tapi Yu Ri buru-buru menghindar.

“Yu Ri…”
“Kita jadian, bukan berarti boleh pegang-pegangan,” kata Yu Ri.
Ji Seok melongo.
“Hah? Tidak boleh pegangan tangan? Terus, buat apa kita pacaran?”
“Memangnya pacaran harus pegang-pegangan tangan? Sori ya, aku bukan perempuan sembarangan,” jawab Yu Ri.

Tiba-tiba saja ia bangkit berdiri dari duduknya. Lalu ia berbalik dan melangkah meninggalkan Ji Seok. Ji Seok tertegun sesaat, sebelum akhirnya ikut bangkit berdiri dan setengah berlari ia mengejar langkah Yu Ri.

“Yu Ri!” panggil Ji Seok sambil meraih lengan kanan Yu Ri.
Yu Ri tersentak kaget.
“Ji Seok! Aku bilang jangan pegang aku! Lepaskan tanganmu dariku! Kalau tidak…”
“Kalau aku tidak mau melepasmu, kenapa Yu Ri?”
“Lebih baik kita putus!”

Ji Seok menatap Yu Ri seolah tak percaya dengan pendengarannya.

“Putus? Tapi kita baru jadian beberapa menit lalu…”
“Karena itu, lepaskan tanganmu dariku dan jangan berani-berani menyentuhku lagi.”

Ji Seok menatap Yu Ri tak mengerti. Tapi melihat wajah serius Yu Ri, ia segera melepaskan tangannya dari lenganYu Ri.

“Yu Ri, apa salahnya hanya pegangan tangan? Sesekali sebagai pacar, pasti aku ingin juga berjalan bergandeng tangan denganmu.”
“Kita tak perlu begitu,”
“Tapi kalau sesekali aku ingin, aku boleh menciummu, kan?” tanya Ji Seok lugu.
Yu Ri mendelik.
“Jangan pernah terlintas di kepalamu niat seperti itu sedikit pun! Kalau kau nekat melakukannya, lebih baik aku tak mengenalmu lagi!” ucap Yu Ri dengan suara tegas.

Ji Seok semakin kebingungan. Yu Ri belum berubah. Ia tetap seperti dulu. Takut sekali bersentuhan dengan orang lain. Seolah ia memiliki trauma tertentu yang membuatnya anti bersentuhan dengan orang lain.

“Kau tidak berubah, Yu Ri. Tetap saja galak.”
“Memang harus galak menghadapi kamu, Ji Seok. Karena kau keras kepala.”
“Kau sendiri juga keras kepala,” sahut Ji Seok tak mau kalah.

Mereka masih saling berbantah hingga waktunya kembali pulang. Ji Seok mengantar Yu Ri pulang ke rumah neneknya. Kali ini waktu kunjungan Yu Ri lebih lama. Hari minggu besok ia baru berencana pulang ke Busan.

Sepanjang jalan Ji Seok berusaha menggandeng tangan Yu Ri. Ia membayangkan pasti romantis sekali berjalan kaki menuju bukit sambil menggandeng tangan kekasihnya. Tapi Yu Ri selalu mengelak tiap kali Ji Seok ingin meraih tangan Yu Ri. Membuat Ji Seok gemas, tapi akhirnya ia capek sendiri dan berhenti berusaha menggandeng Yu Ri.

Langit mulai gelap. Menjelang musim dingin, memang seringkali Kota Gyeongjo diguyur hujan. Ji Seok dan Yu Ri tak ada yang membawa payung. Hingga akhirnya hujan benar-benar turun, sementara rumah nenek Yu Ri masih jauh.

“Seharusnya kau bawa jas hujanmu yang berwarna pink dulu,” ledek Ji Seok.

Yu Ri hanya mencibir, lalu berjalan cepat meninggalkan Ji Seok. Ia menutupi atas kepalanya dengan tasnya. Tapi sepertinya percuma karena hujan turun semakin deras. Ji Seok mengejar Yu Ri. Lalu melepas jaket kulitnya dan menaungi kepala Yu Ri dengan jaketnya itu, tak peduli ia sendiri kebasahan.

“Ji Seok, apa yang kau lakukan?” tanya Yu Ri terkejut dengan tindakan Ji Seok yang tiba-tiba ini.
“Melindungimu supaya tak kehujanan,” jawab Ji Seok sambil tersenyum lebar.
“Lindungi juga kepalamu,” sahut Yu Ri.

Ia menarik tubuh Ji Seok merapat ke tubuhnya. Berganti Ji Seok yang terkejut tak mengira Yu Ri akan berbuat begitu. Yu Ri ikut memegangi jaket Ji Seok hingga menutupi atas kepala keduanya yang kini menempel satu sama lain. Ji Seok melirik ke arah kepala Yu Ri yang kini benar-benar menempel di samping kiri kepalanya. Ia meraih tangan Yu Ri, menggenggam jari jemarinya erat-erat. Hujan turun semakin deras. Jaket Ji Seok tak mampu melindungi tubuh mereka lebih lama dari terpaan air hujan. Dalam sekejap keduanya sudah basah kuyup.

Ji Seok kembali melirik Yu Ri yang tampak sedikit menggigil. Ingin sekali ia menghangatkan tubuh Yu Ri. Ji Seok merangkul tubuh Yu Ri dan merapatkannya ke tubuhnya. Yu Ri tak menolak. Ia biarkan Ji Seuk berbuat begitu. Ji Seok merasakan tubuh Yu Ri sangat dingin.

“Kau kedinginan Yu Ri?” tanya Ji Seok.

Langkah mereka mulai terseok-seok karena jalanan yang semakin licin. Yu Ri mengangguk perlahan, membuat iba Ji Seok yang melihatnya.

“Sebaiknya kita mencari tempat berteduh,” kata Ji Seok sambil matanya menatap sekelilingnya mencari-cari tempat yang bisa dipakai untuk sedikit berteduh dari curahan hujan yang semakin lebat.
“Di mana?” tanya Yu Ri dengan suara bergetar karena tubuhnya yang gemetar.

Ji Seok juga tak tahu di mana. Jalan menuju bukit tempat tinggal nenek Yu Ri masih panjang dan jauh, tak dilihatnya ada tempat berteduh dalam jangkauan pandangannya. Sekali lagi Ji seok melirik ke arah Yu Ri, memantau keadaannya. Bibir Yu Ri yang biasanya berwarna merah muda alami, kini terlihat membiru dan bergetar karena kedinginan. Wajah Yu Ri tampak sangat pucat. Baru kali ini Ji Seok melihat wajah Yu Ri sepucat itu.

Hujan masih enggan berhenti. Sekarang bahkan mulai disertai suara gemuruh. Tiba- tiba saja muncul kilat sangat terang membelah langit, disusul suara menggelegar. Suara itu mengejutkan Yu Ri, tanpa sadar ia melompat ke depan Ji Seok, merapatkan tubuhnya di dada Ji Seok, seolah ingin bersembunyi di sana. Ji Seok terhenyak, tak menduga sama sekali gerakan tiba-tiba Yu Ri itu.

“Ah, kau masih saja takut petir ya?” ucap Ji Seok sambil tersenyum.

Ia mempererat pelukannya. Ia biarkan hangat tubuhnya menjalar ke tubuh Yu Ri. Mereka tak bisa berteduh di bawah pohon. Karena petir masih saja muncul bersusulan. Yu Ri membenamkan wajahnya ke dada Ji Seok. Ji Seok tersenyum geli. Yu Ri yang sebelumnya galak, kini terlihat bagai putri lemah yang butuh perlindungannya. Membuat Ji Seok merasa menjadi heroik.

Lama mereka saling peluk di bawah hujan. Tubuh keduanya semakin dingin. Tapi Ji Seok merasakan tubuh Yu Ri lebih dingin. Ia menyentuh pipi Yu Ri, lalu memegangnya dengan kedua tangannya. Mata Yu Ri terpejam. Wajahnya pucat sekali. Bibirnya semakin biru. Ji Seok dilanda panik.

“Yu Ri, kau masih sadar, kan? Jangan pingsan di sini…” ucap Ji Seok cemas sambil sedikit mengguncang tubuh Yu Ri.

Yu Ri masih berdiri tegak, tapi tubuhnya menggigil hebat. Ji Seok segera merangkul Yu Ri erat dan membawanya melangkah perlahan. Ji Seok merasakan tubuh Yu Ri semakin lemah, wajahnya semakin pucat. Entah mengapa Ji Seok terpikir untuk mencium bibir Yu Ri, ia berharap itu akan membuat Yu Ri merasa sedikit hangat. Dan keputusannya tidak salah. Yu Ri tersentak bangun saat merasakan ada kehangatan di bibirnya…

~ oOo ~

Yang ingin tahu kisah selanjutnya, baca saja novelnya yaa ...
Bukunya bisa dibeli via online di :  http://www.bukukita.com/Buku-Novel/Drama/105184-Four-Seasons-of-Love-(Korean-Story).html

Terima kasih teman-teman  ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar