Laman

Senin, 14 September 2009

Lurus Jalan Terus



Pada suatu hari di jalan raya seorang pengendara mobil mendadak terpaksa mengerem mobilnya karena tiba-tiba motor yang ada di depannya juga berhenti tiba-tiba. Setelah menarik nafas lega karena berhasil mencegah tabrakan, pengendara mobil itu membuka kaca mobilnya dan menongolkan kepalanya keluar jendela mobilnya sambil mengklakson berkali-kali pengendara motor di depannya.
Merasa terganggu dengan suara klakson yang nyaring, pengendara motor pun menoleh ke arah pengendara mobil.

“Hei! Kenapa kamu mendadak berhenti padahal nggak ada lampu merah? Ayo lekas jalan! Kamu mengahambat saya!” teriak pengendara mobil kepada pengendara motor.
Pengendara motor itu membuka helmnya.
“Bapak lihat tanda di depan itu?” tanyanya kepada pengendara mobil sambil menunjuk tada lalu litas di depan.
“Kenapa? Itu kan justru tanda ‘ LURUS JALAN TERUS’ . Kenapa kamu malah berhenti? Gimana sih kamu!” kata pengendara mobil itu masih dengan nada suara tinggi.
“Justru saya mentaati tanda lalu lintas di depan itu, Pak! Rambut saya kan keriting, nggak lurus. Makanya saya berhenti...” kata si pengendara motor sambil menunjuk rambutnya yang keriting awut-awutan.

Menjaga Pintu



Ketika Nasruddin masih kanak-kanak, ibunya yang akan pergi ke pasar meminta Nasruddin untuk menjaga rumah. Sebelum pergi, sang ibu berpesan, :
“Nasruddin selama ibu pergi, jaga pintu rumah baik-baik! Jangan jauh-jauh dari pintu. Awasi terus sepanjang waktu. Jangan lepas pandanganmu dari pintu rumah. Akhir-akhir ini banyak maling berkeliaran. Jika pintu rumah tak kau jaga, mereka bisa masuk rumah dan mencuri barang-barang di rumah kita.”
“ Baik, bu!” janji Nasruddin.

Setelah sang ibu pergi, Nasruddin duduk di depan pintu rumahnya melaksanakan amanat dari ibunya. Sejam kemudian, datang paman Nasruddin.
“Nasruddin, di mana ibumu?” tanya pamannya.
“Oh, sedang pergi ke pasar, Paman!” jawab Nasruddin.
“Wah, apakah masih lama? Padahal banyak saudara kita yang akan datang berkunjung kemari sebentar lagi. Tolong cari ibumu dan katakan padanya agar segera pulang dan bersiap menyambut saudara-saudara kita yang akan berkunjung.” perintah Paman Nasruddin. Lalu sang paman pergi meninggalkan Nasruddin yang kebingungan sendiri. Nasruddin tak tahu apa yang harus dilakukannya. Sang ibu menyuruhnya menjaga pintu. Sedangkan pamannya menyuruhnya mencari ibunya. Jika ia pergi, siapa yang akan menggantikannya menjaga pintu?
Nasruddin mencoba berpikir mencari jalan keluar. Tak lama ia segera bangkit dengan wajah ceria.

“Aha! Aku tahu!” teriaknya kepada dirinya sendiri.
Nasruddin masuk ke dalam rumahnya mencari peralatan pertukangan lalu ia menjebol engsel-engsel pintu rumahnya. Setelah pintu rumahnya terlepas, ia segera membopong pintu rumahnya itu dan pergi ke pasar menyusul ibunya.
“Dengan begini, maka aku tetap melaksanakan perintah ibu untuk tak jauh-jauh dari pintu!” kata Nasruddin.

Sumber : Kisah si Pandir Nasruddin

Sabtu, 12 September 2009

Buku harian Anjelika


By : Arumi

Yoan mengerutkan keningnya ketika membaca tulisan yang tertera dalam sebuah buku yang tampak lusuh. Tulisan itu adalah cerita kejadian yang dialami seorang gadis bernama Anjelika pada tanggal 12 Februari 1990.
“Aneh, apa yang aku alami hari ini sama persis seperti yang tertulis dalam buku harian Anjelika tujuh belas tahun yang lalu!” seru Yoan pada dirinya sendiri.
Yoan menemukan buku harian itu di halaman belakang sekolahnya. Dalam sebuah kotak dari plastik yang terkubur di dekat pohon jambu biji yang sudah agak besar. Ketika itu Yoan sedang menggali lubang di tanah untuk menanam pohon sumbangan bagi sekolahnya. Pemilik buku itu bernama Anjelika. Buku harian itu menceritakan kehidupan sehari-hari Anjelika di tahun 1990. Pada saat itu Anjelika berumur enam belas tahun, persis seperti Yoan sekarang. Dahulu, Angelika murid di sekolah Yoan juga.
Yoan membalik halaman-halaman sebelumnya saat pertama kali ia menemukan buku harian itu.


...Continued.

Pacarku Superhero


By : Arumi

Rama telat lagi. Nadia sudah menunggu lebih dari satu jam di depan twenty one. Padahal Nadia sudah berbaik hati tidak minta dijemput di rumah. Nadia tidak keberatan mereka langsung ketemu di bioskop. Tapi Rama benar-benar kelewatan. Film yang rencananya akan mereka tonton sudah mulai sejak empat puluh lima menit yang lalu.
Nadia menitikkan air mata. Ya, Nadia sudah tak tahan lagi. Selama ini Nadia selalu memaklumi kesalahan-kesalahan Rama. Padahal Nadia sudah mendapat nasihat dari teman-temannya. Nadia juga sudah sering membaca di beberapa majalah cewek yang membahas ciri-ciri cowok tidak sayang lagi sama ceweknya.
Tapi Nadia berusaha menepis kenyataan itu. Dan berusaha tetap yakin bahwa perasaan Rama kepadanya tetap tak berubah. Tetap seperti setahun yang lalu. Ketika dengan manis Rama menyatakan cintanya. Di bawah percikan kembang api. Di malam tahun baru. Nadia tak peduli walau diledek norak oleh teman-temannya ketika ia menceritakan kisahnya itu.
“Berasa sinetron banget nggak siyy…” komentar Sheri ketika itu. Tapi Nadia tak sependapat. Menurutnya, itu adalah peristiwa paling romantis di sepanjang hidupnya.
“Rama, tega banget sih kamu. Apa benar kamu sudah nggak sayang aku lagi?” tanya Nadia kepada dirinya, “ Rama, aku ingin kita seperti dulu.”
Dengan perasaan duka Nadia melangkah pulang. Sudah dua jam dia menunggu. Rama tak juga datang. Tidak memberi kabar pula. Kelewatan! Kali ini Nadia tak akan memaafkan. Tak ada alasan yang bisa diterimanya. Apa pun itu.

...to be continued

Dimuat di KaWanku