Laman

Sabtu, 02 November 2013

Horor dodol : Gagang Pintu yang Bergoyang

webunic.blogspot.com


Gara-gara home alone ...

By : Arumi E

Rumahku bukan rumah angker. Berlantai dua, terletak di perkampungan ramai. Tapi karena aku milih kamar di lantai atas, kadang aku suka merasa parno (paranoid). Ada 3 kamar di lantai bawah, satu jadi kamar orangtuaku, dua kamar masing-masing jadi kamar dua adik cowokku.

Aku milih kamar di lantai atas karena bisa punya privasi lebih. Cuma kamarku satu-satunya di lantai atas, depan kamarku ada ruang komputer, di sampingnya ruang nonton teve. Awalnya sih baik-baik aja tidur sendirian di lantai atas. Berani aja tidur dengan lampu dimatiin. Kamar yang gelap bikin aku gampang lelap.

Tapi kadang aku parno juga tidur di kamarku itu.
Beberapa kali aku mendadak bangun tengah malam karena rasanya kayak ada sosok yang menekan dadaku sampai sesak napas. Aku berusaha bisa bernapas. Berulang-ulang mengucap istigfar. Tapi susah banget. Kalimat itu nggak bisa selesai kuucapkan, seolah kaya tersangkut ditenggorokkanku. Setelah berhasil istigfar, barulah aku bisa napas lagi. Kunyalakan lampu dan buru-buru lari ke lantai bawah. Aku pindah tidur di depan teve di ruang keluarga dengan lampu yang menyala. Kejadian itu beberapa kali kualami.

Nggak yakin juga deh, sebenarnya itu cuma mimpi atau di kamarku memang benar ada mahluk gaibnya? Hiiyyy!! Biasanya setelah sehari dua hari tidur malamku terganggu kejadian kayak gitu, dalam beberapa hari aku nggak berani tidur di kamarku sendiri. Mendingan tidur di depan teve ruang keluarga aja deh, rasanya yakin lebih aman. Di sekeliling ruang keluarga ada kamar kedua adikku. Jadi andai ada apa-apa, aku tinggal teriak dan menggedor kamar mereka.

Makin parno deh kalau sebelum tidur aku nonton film horor. Padahal film horor-nya nggak seram-seram amat dan ditayangkan di stasiun teve nasional, jadinya banyak didiskon adegan sadis seremnya. Tetap aja selesai nonton film horor, aku takut tidur di kamarku tanpa nyalain lampu. Jujur aja, seserem-seremnya kamarku, aku lebih suka tidur di kamar sendiri daripada tidur di depan teve ruang keluarga.

Suatu ketika, abis nonton film horor, aku tetap pengin tidur di kamarku. Aku nyalain lampu. Tapi lampu neon di kamarku terang banget, silau, bikin susah merem. Nekat kumatiin aja lampu itu. Berharap dengan keadaan kamar yang gelap bisa tidur nyenyak. Buru-buru aku nutup mata, takut mendadak ada yang seram-seram nongol di depanku seperti dalam film yang barusan kutonton.

Selama beberapa detik suasana masih damai. Nggak lama aku merasa ada angin bertiup lembut di kuping kanan. Posisi tidur favoritku miring ke kanan sambil memeluk guling. Otomatis kupingku bebas terbuka. Nah….kenapa ya rasanya ada yang meniup kupingku?? Mendadak aku merinding disko. Kucari selimut dengan kakiku, lalu kutarik selimut itu sampai nutupin seluruh kepala,  lalu kupejamkan mata.

Huft!! Kirain udah aman, ternyata…

Syuuut….mendadak aku merasa ada yang mengelus-ngelus punggungku. Bulu kudukku makin tegak berdiri. Hiiiyyy…ada mahluk apa nih di belakangku? Aku mulai berkhayal yang enggak-enggak. Terbayang adegan seram dalam film horor yang tadi kutonton. Buru-buru aku loncat bangun dari tempat tidur. Langsung lari ke pintu dan menekan saklar lampu. Setelah terang, aku nengok ke kanan kiri, menatap ragu ke arah pojokan tempat tidur yang tadi kupunggungi. Nggak ada apa-apa!! Apa dong tadi  yang ngelus-ngelus punggungku? Atau cuma perasaanku aja ada yang ngelus-ngelus?

Walau jelas nggak ada apa-apa di kamarku, malam itu aku nggak minat tidur di kamar itu lagi. Setengah berlari aku turun dan tidur di depan teve lagi dengan lampu menyala. Suara langkah kakiku di tangga kayu yang terburu-buru menciptakan suara gedubrakan dan bikin bapak terbangun.

“Ada apa sih? Berisik banget?” tanya bapak dengan muka masih kusut.
“Di kamarku ada setan,” jawabku seenaknya sambil menggelar kasur palembang di depan teve.
“Setan apa? Pasti kamu mimpi lagi. Makanya, kalo penakut jangan suka nonton film horor,” sahut bapak.

Malam berikutnya, ternyata horor masih berlanjut. Sekali saja merasakan teror di kamarku sendiri, biasanya butuh waktu seminggu bisa normal nggak takut lagi. Aku masih nggak berani matiin lampu saat tidur. Lampu kubiarkan menyala. Kuselimuti seluruh badan sampai kepala. Beberapa jam pertama, aku masih tidur dengan nyaman. Tapi pertengahan malam, mulai dehh mimpi seram lagi.

Kayaknya serasa beneran dikejar sosok serba hitam. Aku memaksa buka mata, dan kaget bukan main kayak ada mahluk serba hitam di atas tubuhku sedang mencekik leherku. Aku susah napas.

“As…Astg…Astag…” ucapku susah payah.
Kalimat yang ingin kuucapkan itu seperti tertahan di pangkal tenggorokan. Berkali-kali aku mengulang menyebutkannya.
“Astag…astagfr…Astagfirullah!!” ucapku sekuat tenaga.

Begitu kalimat itu terucap, tenggorokkanku terasa longgar dan aku bisa napas lagi.  Huft!! Lega banget deh rasanya. Reflek aku loncat bangun dari tempat tidur. Mataku melotot melihat sekeliling kamar. Nggak ada apa-apa. Untunglah nggak ada apa-apa. Kalau sampai lihat yang aneh-aneh, wadaww!! bisa pingsan deh.
Segera aku turun ke ruang keluarga dan tidur di depan teve lagi dengan lampu nyala.

“Kamu ngapain sih, tiap malem tidur di sini? Lampu nggak dimatiin, boros listrik kan…” tegur ibu sambil menggoyang-goyang tubuhku yang masih asyik ngorok dengan suara syahdu.

Mataku masih riyep-riyep sudah diberondong pertanyaan, bikin ngos-ngosan tapi terpaksa menyahut,

“Di kamar ada setan gede hitam,” jawabku.
“Ah, kamu kebiasaan deh, kalo mimpi aneh-aneh. Di rumah ini mana ada setan?’ bantah ibu.
“Ya ibu, siapa yang mau mimpi aneh. Nggak tau juga sih setan atau bukan. Tapi beneran, Bu, semalem leher rasanya kayak dicekik mahluk besar hitam jelek,” kataku.
“Itu pasti mimpi!” ujar ibu yakin.
“Kalo cuma mimpi, kok beneran nggak bisa napas, Bu?”
“Memangnya kamu lihat setan apa? Kuntilanak atau genderuwo?”
“Hiiiy, Ibu bikin makin takut aja. Nggak tau, nggak jelas. Pokoknya warnanya hitam.”
“Itu namanya kamu ketindihan. Itu sih bukan setan. Itu karena sebelum tidur kamu nggak baca doa.”
“Ih, ibu…siapa yang nggak baca doa? Udah baca doa kok. Ketindihan itu apa sih? Memang rasanya aku ditindih mahluk hitam itu sampai nggak bisa napas.”

 “Gugling aja gih di internet. Masa anak zaman sekarang nggak ngerti ketindihan. Makanya kamu kalo tidur posisinya yang bener. Baca doa dulu. Cuci kaki dan tangan sampai bersih. Wudhu dulu kalo perlu. Nggak ada setan di rumah ini. Kamu kayak anak kecil aja takut sama setan. Apa kamu mau tukeran kamar tidurnya sama adikmu?”

Aku menggeleng kuat-kuat.

“Nggak ah, nggak mau tukeran kamar. Biar gimana tetep paling enak kamar di lantai atas,” jawabku.

Walau terkadang diganggu mimpi aneh, tapi aku nggak berniat pindah kamar. Kamarku itu kamar yang paling enak. Jauh dari keramaian. Jika memang yang sering mengganggu tidurku itu bukan setan, Alhamdulillah. Berarti kamarku aman. Mungkin memang benar aku hanya bermimpi saja.

Tapi mimpi seram disertai sesak napas keseringan seperti itu, bikin capek juga. Aku ikuti saran ibu. Wudhu sebelum tidur dan banyak-banyak baca doa. Malam selanjutnya aku kembali bisa tidur dengan tenang, nggak lagi diganggu dengan peristiwa “ketindihan” itu. Walau tetap saja setiap selesai nonton film horor nggak berani tidur dengan lampu mati.

Malam-malamku mulai terasa damai. Sampai pada suatu malam, aku harus di rumah sendirian! Waduh, selama ini nggak pernah ngerasain home alone. Ketar-ketir juga harus sendirian di rumah malam-malam. Teringat lagi mahluk besar hitam yang sering muncul dalam mimpi disertai susah nafas itu.
Ketika itu malam minggu. Pas kebetulan banget malam itu kedua adikku ada acara di luar kota bersama teman-teman mereka masing-masing. Bapakku mendadak nggak enak badan, panasnya tinggi. Menjelang sore, ibu mengantar bapak ke rumah sakit. Aku sendiri menjaga rumah. Agak malam, ibu menelpon mengabarkan bapak harus dirawat karena mendadak sesak napas dan jantungnya terasa sedikit ngilu.

“Ibu nginep rumah sakit nemenin Bapak,” kata Ibu.
“Aku sendirian di rumah dong?” tanyaku agak panik.
“Ya iyalah. Kamu jaga rumah. Kamu udah gede, udah kerja masa takut tidur sendirian di rumah,” jawab ibu kalem.  

Glekk! Aku menelan ludah. Cilaka, aku bakal sendirian malam itu di rumah. Jelas, aku nggak mau tidur di kamarku sendiri. Aku menggelar kasur di ruang nonton teve, berniat tidur di situ. Tapi tidur di lantai, seringkali nggak bisa nyenyak. Lantas aku berinisiatif pindah tidur ke kamar bapak dan ibu. Aku berharap kamar bapak dan ibu lebih aman dari mimpi-mimpi seram dibanding kamarku yang jauh di lantai atas. Kubiarkan lampu nyala. Rasanya selama beberapa menit aku mulai tertidur dengan tenang. Sampai kemudian…

“Ceklek!!”

Sebuah suara membangunkanku. Mataku membuka cepat. Langsung menatap ke arah pintu kamar bapak dan ibu. Nggak ada apa-apa yang terjadi. Tadi suara apa ya? Kok kayak suara gagang pintu mau dibuka? Mataku masih nggak berkedip menatap ke arah gagang pintu kamar.

“Halah! Parno banget nih. Cuma perasaan gue kali ah.” Aku berusaha menghibur diri lalu kembali memejamkan mata.

“Ceklek! Ceklek!!”

Jreng!! Mataku sontak terbuka lagi, lalu menatap nanar ke arah gagang pintu kamar. Masih nggak ada apa-apa. Aduh, sumpah, tadi jelas kudengar suara gagang pintu ceklak-ceklek lebih kencang dari sebelumnya. Tapi setelah beberapa menit gagang pintu itu aku pelototin tetap aja nggak terjadi apa-apa.

“Ceklek!!”

Dug! Dag! Dug! Jantungku berdebar kencang banget. Ampun!! Kali ini aku beneran melihat gagang pintu kamar itu bergerak!! Mendadak aku panas dingin. Sampai aku nggak berani napas saking takutnya.

“Ceklek! Ceklek!”

Gagang pintu itu bergerak semakin kencang, jelas ada yang berusaha membukanya dari balik pintu. Ampun Tuhan! Aku mengucek-ucek mata. Benar, aku nggak salah liat. Gagang pintu itu memang benar goyang-goyang sendiri!! Hiiiy, siapa yang gerakin? Siapa yang mau masuk kamar ini? Mahluk hitam yang suka bikin sesak napas itukah?

Aku meringkuk di pojok tempat tidur sambil menutupi seluruh tubuhku dengan selimut ibu yang tebal. Aku segera komat-kamit mengucapkan doa. Tapi dalam keadaan kritis seperti itu, yang kuingat cuma surat Al Fatehah. Maka, surat itulah yang kubaca berulang-ulang. Aku masih berharap ini cuma mimpi. Apa lagi penjelasan yang masuk akal dari gagang pintu yang bisa bergerak-gerak sendiri?

“Pak, aneh nih, pintunya nggak bisa dibuka. Padahal tadi kayaknya nggak ibu kunci.”
Aku terkejut mendengar suara dari balik pintu itu. Segera aku menegakkan kepala. Itu kan suara ibu?

Beneran ibu apa bukan ya? Atau setan yang niru-niru suara ibu? Perlahan aku bangun dan berjingkat-jingkat menghampiri pintu, menempelkan kupingku ke pintu dengan harapan bisa mendengar suara di baliknya lebih jelas.

“Bapak juga nggak ngunci pintu ini kok.” Itu suara bapak.
“Coba bangunin anak kita, Bu.. Jangan-jangan dia nih yang ngunci pintu kamar kita.” suara Bapak lagi.

Ah, aku yakin itu memang suara bapak dan ibuku, segera aku menggerakkan kunci dan membuka pintu itu.

“Loh? Kamu di dalam kamar ini toh?” tanya ibu dengan wajah sangat terkejut.

Wajahku nggak kalah terkejutnya. Aku mengucek-ngucek lagi mataku, masih kurang yakin kalau yang ada di hadapanku itu benar-benar bapak dan ibuku.

“Ini beneran bapak dan ibu yaa???” tanyaku ragu.
“Ya iyalah! Memangnya kamu kira siapa? Cuci muka dulu sana! Supaya nggak siwer pandangannya,” sahut ibu.
"Loh, bapak ibu kok pulang? Katanya tadi bapak dirawat?” tanyaku lagi.
“Bapak nggak jadi dirawat. Panasnya udah mulai turun. Detak jantungnya juga udah mulai normal. Tapi bapak diingetin dokter nggak boleh ngerokok lagi.” jawab ibu.

Bapak yang terlihat lelah nggak menyahut, langsung saja masuk kamar dan berbaring di tempat tidur.

“Kamu tidur di sini tadi? Takut ya tidur di kamar kamu sendirian?” tanya ibu dengan nada suara setengah meledek.
“Bukannya takut, Bu. Kalo tidur di kamar ibu kan bisa denger suara-suara mencurigakan di depan rumah. Siapa tau aja ada orang yang niat maling. Kalo di kamarku kan nggak kedengeran suara-suara di lantai bawah.”

Ah, ibu nggak perlu tahu tadi aku ketakutan setengah mati mengira ada setan yang berusaha membuka pintu kamar dan akan mencekikku. Beginilah akibatnya kalau penakut dibiarkan “Home Alone.” Masa kalah sama Mc Culay Culkin sih? Malu-maluin aja

Intermezzo :  
Sekarang aku sudah nggak pernah mengalami “ketindihan”. Mungkin karena rumahku sekarang makin ramai. Lantai atas di perluas sehingga di depan dan di samping kamarku ada kamar kedua adikku. Di lantai bawah, orangtuaku malah membangun 3 kamar yang kemudian disewakan untuk mahasiswi yang kuliah di kampus dekat rumahku. Aman deh sekarang. Lagian, takut itu sama Allah aja yaa… jangan sama yang lain ^_^

1 komentar: