Laman

Jumat, 20 Mei 2016

Backpacker stories part 5 : Seharian di Angkor Wat, Siem Reap, Kamboja

Hari ke-5 perjalanan kami.

Pukul setengah 4 pagi kami sudah bangun. Bersih-bersih badan, lalu siap-siap berangkat pukul setengah 5. Kami sarapan cepat hanya pisang dan roti seadanya.

Tuk-tuk sudah menunggu di depan hostel. Kami sepakat akan diantar mengelilingi Angkor Wat seharian dengan biaya $20 . Satu tuk-tuk pas muat untuk kami berempat.

Sesampai di gedung tempat pembelian tiket yang cukup besar, ada banyak loket dan sudah banyak turis yang mengantri membeli tiket. Ternyata banyak juga yang ingin menyaksikan matahari terbit di Angkor Wat yang legendaris.

Tiketnya seharga $20 per orang. Kami dipotret, lalu foto kami dicetak di tiketnya. Jadi, tiket itu benar-benar hanya bisa dipakai untuk yang membelinya.

Setelah membeli tiket, tuk-tuk mengantar kami ke candi pertama, Angkor Wat.



Sudah banyak sekali pengunjung yang bersiap mencari posisi terbaik mengabadikan detik-detik terbitnya matahari dari belakang candi Angkor Wat.










Sayangnya, hari itu langit agak berawan, sehingga tidak menampakkan semburat jingga saat matahari muncul. Namun kami sudah cukup puas bisa merasakan antusias turis yang sama-sama menunggu matahari terbit.









Pendapat saya tentang Angkor Wat ini ... bagus, tapi ya di Indoensia pun banyak candi seperti ini. Jadi aku sudah biasa melihat candi. Tapi tetap ada suasana yang berbeda, menambah ilmu dan wawasan, serta kenalan baru.

Yup, ini salah satu asyiknya backpackeran. Sesama backpacker kami saling bantu, kenalan deh sama backpacker asal Polandia.

Setelah puas menjelajahi Angkor Wat, kami menuju candi selanjutnya. Komplek Angkor Wat ini luas sekali. Kurang lebih 165 hektar. Sehingga kami perlu tuk-tuk untuk mengantar kami dari satu candi ke candi lain.

Aku tidak hapal semua nama candi-candinya. Tapi ada candi yang ujung atasnya ada pahatan wajah di keempat sisinya. Ini namanya Candi Bayon.



Ini lah candi bayon. Four face statue











Setelah melihat-lihat Candi Bayon, kami pindah ke candi selanjutnya,



















Aku lupa nama candi selanjutnya. Namun karena cuaca semakin panas, kami hanya memotret depannya. Setelah itu kami minta antar tuk-tuk mencari makan siang.

Ternyata susah mencari makanan halal di sini. Kami dibawa ke restoran tapi ada menu tidak halal di sini. Salah satu teman yang boleh menyantap makanan apa saja memilih makan siang, sementara kami bertiga yang muslim hanya menemani sambil ngadem dan memanfaatkan wifi gratis di restoran itu :D

Setelah makan siang, kami diantar ke Ta Phrom. Inilah candi yang ngetop karena ada di film Tomb Rider dan Indiana Jones.

Suhu saat itu panas sekali. Mencapai 40 derajat. Jalan menuju candi berupa tanah biasa yang menjadi penuh debu.








Setelah memotret spot paling top di sini, karena adegan Tomb Rider ada di sini, kami pun keluar dari candi itu. Sampai tuk-tuk kami, kami sudah dihadang anak-anak penjual cinderamata. Herannya, mereka semua menebak kami orang Malaysia. Setiap bertemu penduduk lokal, selalu saja ditebak sebagai orang Malaysia.

"Ringgit! Ringgit!" teriak mereka. Uuh, kenapa nggak ada yang kenal Indonesia sih?

Setelah itu kami memilih menunggu sore duduk di tuk-tuk. Kecuali dua temanku mau bersusah payah menelusuri candi yang menjadi salah satu candi tempat mendapatkan sunset terbaik.





Akhirnya ... penjelajahan kami di komplek Angkor Wat berakhir. Kami kembali ke hotel dalam keadaan tubuh sudah sangat lengket dan lapar bukan main.

Setelah mandi dan istirahat sejenak, kami makan malam di street food bersama backpacker asal Polandia dan Swedia. Seruuuu banget. Kami saling bertukar cerita, saling add facebook dan mereka berjanji, suatu saat akan traveling ke Indonesia.

Kamis, 19 Mei 2016

Backpacker stories part 4 : Keliling Pnomh Penh, Kamboja

Hari ke-4 perjalananku, pagi pertama di Pnomh Penh.

Kami memilih sarapan di hostel walau masih harus bayar $1. Pilihannya hanya roti tawar gandum, bisa dengan telur ceplok atau sosis panggang.

Usai sarapan, aku dan dua temanku mulai berjalan menuju Royal Palace yang tidak jauh dari hostel. Hari itu panas sekali. Ternyata Kamboja jauh lebih panas dari Jakarta. Sepanjang jalan selalu bertemu tuk tuk yang menawarkan jasa. Padahal kami lebih suka jalan kaki. Olahraga sekaligus ngirit, hehehe.

Kami tidak masuk ke Royal Palace karena baru dibuka pada pukul 2 siang. Waktu kami hanya terbatas di sini. pukul 2 siang, kami sudah harus naik bus menuju Siem Reap.

Karena itu, pukul 8 pagi kami sudah menuju Royal Palace, memotret keindahannya.










Di halaman depan Royal Palace ini banyak sekali burung. Ada beberapa orang yang menawarkan makanan burung. Tapi kami bersikeras tidak mau membeli. Khawatir nanti diberi harga mahal. Jadi, sebenarnya selama kami berjalan dan memotret sekitar istana ini, kami diikuti seorang anak, seorang ibu penjual makanan burung dan seorang bapak yang menawarkan tuk tuk. Walau kami sudah bilang no, thanks, dan memberi tanda tidak dengan tangan, mereka tetap mengikuti kami. Sekali-kali mereka membiarkan kami nggak diikuti juga sih. Walau agak terganggu, tapi mereka nggak terlalu mengganggu.









Usai berpanas-panas ria di Royal Palace, kami melanjutkan perjalanan menuju candi Wat Phnom, yang ternyata jauuuuuh sekali. Entah berapa kilometer, pukul 11 lewat baru kami sampai ke candi itu.







Masuk ke Wat Phnom ini hanya bayar $1, tapi kami tidak masuk karena waktu kami terbatas. Setelah memotret di depannya, kami pun berjalan lagi kembali ke hotel di bawah sinar matahari yang super terik.

Ternyata saat itu suhu di Pnomh Penh 39 derajat celcius! Pantas saja ...

Dalam perjalanan pulang kami menemukan restoran middle east yang pasti halal. Kami pun memesan makanan take away. Aku memesan makanan yang mirip dengan kebab, hanya kulitnya lebih tipis.





Ternyata makan ini kenyang banget. Harganya $3 saja

Setelah itu kami kembali ke hostel. Seusai makan, kami segera check out. Ada mobil yang menjemput kami, membawa kami ke terminal bus. Singkat saja kunjungan kami ke Pnomh Penh yang ternyata memang lebih menyerupai kota kecil. Padahal ini ibukota Kamboja. Percayalah, lebih megah Jakarta, ibukota Indonesia. Namun, cukup menyenangkan pernah berada di sini, menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

Apalagi di sini kami bertemu sesama backpacker asal Indonesia yang traveling sendirian. Kami juga berkenalan dengan mantan warganegara Malaysia yang sudah berpindah kewarganegaraan menjadi WNI tapi logat bicaranya masih Malaysia. Ceritanya tentang alasannya pindah kewarganegaraan sungguh membuatku terkejut. Tapi nggak aku ceritain di sini ah. Biar aku simpan untuk bahan di novelku tahun depan ;)

Menuju Siem Reap, butuh waktu sekitar 7 jam. Kami sampai di sana sekitar pukul 9 malam. Lelah dan lapaar. Beruntung hostel kami dekat sekali dengan supermarket. Setelah memasukkan barang ke kamar, mandi, kami pun keluar belanja di supermarket. Makan malam cukup mi instan dan pisang. 

Semua harga di supermarket itu dalam dolar. Jadi, mata uang yang berlaku di Kamboja dolar US dan reel Kamboja. 

Setelah makan malam, kami segera tidur. Karena besok sebelum subuh, kami harus berangkat ke Angkor Wat, untuk melihat matahari terbit di komplek candi yang saat ini makin populer itu.


Rabu, 18 Mei 2016

Backpacker stories part 3 : Indepedence Palace, Notre Dame, Post Office di Vietnam, kemudian menuju Kamboja

Hari ke-3 di Vietnam

Lagi-lagi aku memilih menu sarapan roti Vietnam dan telur dadar. Hari itu kami harus berangkat pagi-pagi sekali. Kami ingin menyelesaikan wisata kota yang belum tuntas. Ada 3 tempat lagi yang ingin kami kunjungi.

Hari itu, waktu kami sangat singkat. Pukul setengah 1 siang harus sudah kembali ke hostel, check out, kemudian naik bus menuju Kamboja.

Tepat pukul 8 pagi, kami keluar dari hostel. Pemilik hostel berbaik hati menemani kami ke pasar mencari kopi Vietnam dengan harga lebih murah daripada di night market.

Setelah mendapat kopi, aku, dan dua temanku mulai berjalan menuju Indepedence Palace. Kami jalan santai sambil ngobrol, hingga tak terasa sampai juga. Di sini, hati-hati saat berjalan di trotoar. Seringkali ada motor yang tiba-tiba muncul dari belakang.

Yup, sama seperti di beberapa tempat di Indonesia, masih ada pelanggar lalu lintas yang melajukan motor di trotoar.



Di Indepedence Palace kami hanya memotret dari luar saja. Setelah itu kami melanjutkan berjalan kaki menuju Notre Dame.



Rupanya, Notre Dame ini menjadi spot favorit untuk berfoto. Kami pun harus antri menunggu agak sepi.


Di seberang Notre Dame ada post office dengan bangunan lama yang masih berfungsi, bahkan jadi salah satu tujuan wisata.








Usai memotret Notre Dame dan Pos Office, kami kembali ke hostel, karena waktu sudah menjelang setengah 12. Lagi-lagi kami makan siang di Jalan Nguyen An Ninh. Kami kembali memilih Restoran Halal Amin. Tapi kali ini kami beli makanan dibungkus, dibawa pulang ke hostel, karena harus berburu dengan waktu.


Sesampai di hostel kami buru-buru check out. Memakan makanan kami dengan cepat, membayar hostel, kemudian bersiap menuju terminal bus. Saatnya kami memulai perjalanan selanjutnya menuju Kamboja.

Kami akan ke ibukota Kamboja dulu, Phnom Penh. Katanya membutuhkan 6 jam perjalanan sampai ke sana. Sepanjang jalan hanya ada pemandangan pepohonan yang kering, kami tidak melihat hamparan sawah. Yang terlihat hanya hamparan gersang dan pedesaan yang masih sepi. Tampak rumah masih tradisional Kamboja, berbentuk rumah panggung.

Ada satu gadis bule dari Ukraina yang ikut dalam bus. Kami sesekali berbincang sambil tukeran snack. 

Perbatasan Vietnam-Kamboja agak bikin was-was. Bus yang kami tumpangi hanya berisi sekitar 6 orang. Sisanya digunakan untuk mengangkut barang. Rupanya di perbatasan agak dicurigai, hingga bus diperiksa polisi dengan anjing pelacak. Untungnya barang yang dibawa sopir bus plus kenek aman-aman saja. 

Perbatasan Vietnam-Kamboja seperti ini aja




Untunglah kursinya nyaman. Lihat, di bawah kursi penuh barang, bukan punya kami

Pemandangan dari dalam bus




Bus kami berangkat pukul setengah 2. Sampai di Phnom Penh sekitar pukul setengah sembilan malam. Rasanya sudah lapar dan lengket tubuh ini. 

Kami masih harus menawar tuk-tuk yang akan membawa kami ke hostel. Kami ngotot dengan harga $4 saja. Oh iya, ternyata di Kamboja ini menerima dolar US untuk transaksi. Jadi, kami tidak perlu menukar uang ke mata uang reel. Kami memang bawa dolar sejak dari Kuala Lumpur.

Akhirnyaaa ... pukul sepuluh lebih kami sampai di hostel. Rasanya lelah sekali. Bahkan aku sudah nggak minat makan malam. Aku langsung tidur. Pukul dua malam baru aku bangun. mandi kemudian sholat. Lalu tidur lagi. Hari itu, benar-benar hari yang melelahkan.


Pamflet Cu Chi Tunnel


Suvenir khas Vietnam



Oleh-oleh khas Vietnam. Pho instan dan kopi Vietnam


Bentuknya seperti kwetiaw tapi tipis