Laman

Kamis, 16 Januari 2014

Catatan Perjalanan 6 : First Time in Singapore day#2, Part 2

Souvenir khas Singapura

5 Januari 2014, 
16.00 - 23.00 waktu setempat

Langit mulai mendung, hujan rintik-rintik mulai berjatuhan. The Merlion sudah habis-habisan kami foto. Lalu untuk kembali ke hotel, apakah kami harus kembali berjalan kaki menuju stasiun MRT Promenade? Hadeuuuh, kayaknya nggak deh. Kami sudah nggak sanggup lagi kalau harus berjalan 10.000 langkah lagi, hehehe.

Kami memutuskan akan menempuh jalan pulang yang berbeda dengan saat datang. Hm, kenapa sih nggak naik taksi saja yang gampang? Oh, kami memang sengaja ingin bertualang. Ingin merasakan seluk beluk kota ini, menjelajahi selangkah demi selangkah. Supaya perjalanan kami ini meninggalkan kesan mendalam.

Pasti beda rasanya, mencari-cari jalan sendiri bila dibandingkan dengan diantar sampai tujuan begitu saja oleh sopir taksi. Lagipula, kami kan belum puas mencoba bus kota Singapura. Yup, kali ini kami akan menggunakan transportasi bus. Kan kami masih punya kartu yang berlaku 3 hari. Sayang dong kalau nggak dipakai.

Kami melangkah mencari halte bus. Tidak terlalu jauh dari The Merlion, tepat di depan Hotel The Fullerton ada sebuah halte. Aku langsung mempelajari peta, mencari tahu bus apa yang menuju Stasiun MRT Harbourfront. Tak perlu menunggu lama, bus yang harus kami naiki datang. Ternyata tidak terlalu jauh dari tempat itu menuju Harboufront.

Tapi kenapa saat datang tadi kami berputar-putar melewati banyak tempat ya? Hehehe. Yaah, namanya juga coba-coba. Sekarang sih sudah tahu. Ternyata dari Harbourfront bisa naik bus yang lebih dekat ketimbang naik MRT menuju Promenade. Semoga lain kali kalau datang ke sini lagi, kami sudah tahu jalan terdekat menuju The Merlion.

Kami berhenti di Stasiun MRT Harbourfront. Dari situ, kami menuju stasiun MRT China Town. Seperti saat kami memulai perjalanan di pagi hari.

Tapi anehnya ... saat kami keluar dari stasiun MRT China Town, kok beda ya dengan China Town saat kami berangkat tadi pagi? Wuaaah, kami mulai kebingungan. Melihat-lihat sebentar pasar di China Town yang penuh lampion dan pernak-pernik imlek. Sayangnya, karena kami kebingungan melihat suasana yang berbeda dengan saat kami berangkat, kami jadi enggan memotret suasana China Town yang meriah ini.

Mood narsis kami mendadak merosot hingga ke titik nol, membuat kami tak berminat foto-foto walau latar belakang di sini banyak yang bagus, yang muncul justru rasa tak sabar ingin segera kembali ke hotel. Kami ingin mandi dulu lalu melanjutkan acara jalan-jalan setelah tubuh kami kembali segar. Tapi apa daya, kami tidak melihat tanda-tanda atau gedung yang kami kenal, berada di sekitar hotel kami.

Kami bertanya pada beberapa orang. Anehnya, nggak ada yang tahu di mana letak Hotel Holiday Inn. Waduuh, hotel setinggi itu ternyata nggak semua warga tahu di mana letaknya. Kami yakin sekali, hotel kami nggak jauh dari situ.

Akhrnya kami ke halte bus terdekat, mempelajari peta yang ada di sana. Setelah aku lihat, ternyata letak hotel kami jauh juga dari situ. Walaah, rasanya nggak sanggup jika harus jalan kaki lagi. Aku yakin banget hotel kami ada di sekitar wilayah Tiong Bahru. Karena itu aku mencari nomor bus yang menuju Tiong Bahru.

Kami pun naik bus itu. Tapi ... setelah bus melaju agak lama, kok sepertinya aku kenal banget dengan jalan yang dilewati bus ini ... Lhaaa ... ini kan ke arah Stasiun MRT Harbourfront lagi ... >.<

Yup, kami kembali ke depan Stasiun MRT Harbourfront. Muter-muter deeeh. Beginilah rasanya nyasar, hehehe ... Tapi kami tetap santai kok, belum panik. Kami memutuskan tetap menikmati perjalanan dan menikmati bus kota Singapura yang nyaman ini. Kan nggak perlu bayar lagi, tinggal pake kartu.


Mejeng bareng Erma di lobby yang menghubungkan
 stasiun MRT Harbourfront dengan mal. 

Ternyata tadi kami salah arah. Seharusnya kami naik bus yang ke arah sebaliknya, yang menuju Tiong Bahru. Kami pun menyeberang, menuju jalan sebaliknya, kembali naik bus dengan nomor yang sama. Kami yakin sekali, jika waspada melihat kanan kiri, kami pasti bisa melihat gedung Hotel Holiday Inn yang cukup tinggi. Tapi semakin lama, jalan yang kami lewati semakin tidak kami kenal. Tidak ada tanda-tanda terlihat bangunan hotel kami, atau setidaknya gedung-gedung yang ada di sekitar hotel kami.

Kami memutuskan turun di halte berikutnya, dan mempelajari peta lagi. Akhirnya aku baru sadar, Hotel Holiday Inn terletak di Outram Road.

Setelah berkali-kali membaca peta tapi tidak paham juga, akhirnya Mbak Nany bertanya pada seorang gadis yang juga menunggu bus di halte itu.

Asyiknya bertanya dengan warga Singapura, mereka umumnya membawa gadget canggih, sehingga saat kami bertanya arah, dengan ramah mereka menjawab sambil mencarikan alamat kami via google. Dari situ mereka bisa menjelaskan bus apa yang bisa kami tumpangi untuk menuju Outram Road.

Oya, kenapa kami nggak searching sendiri? Alasannya adalah karena koneksi browsing kami terputus semua. Pulsaku malah sudah benar-benar habis karena aku nggak tau biaya pulsa dari Singapura ke Jakarta mahal sekali. Mengabarkan berita via sms ke ibuku, dikenakan biaya 5000 tiap sekali sms terkirim. Walah, langsung ludes. Mau beli nomor Singapura tanggung, besok sudah pulang. Hehehe, jadilah selama di kota ini kami nggak bisa koneksi ke mana-mana.

Berbekal informasi dari gadis tadi, kami pun menyeberang jalan menunggu di halte seberang, mencari-cari nomor bus yang disarankan. Tapi ternyata tidak lewat situ. Waduuuuh. Tadi yang dimaksud halte yang mana ya? Katanya disuruh nyebrang? *tepok jidat

Akhirnya kami cari sendiri informasi di peta yang terpasang di halte itu, bus apa yang melewati Outram Road. Kami hitung, berapa halte yang akan dilalui. Yup, kami yakin saja deh, semoga kali ini benar. Daerah itu ternyata adalah daerah Kampung Bugis. Tak jauh dari situ ada sebuah masjid besar. Akhirnya, aku bisa mendengar suara adzan di kota ini. Tepat saat itu waktu adzan magrib. Aku memang sedang berhalangan sholat, tapi cukup senang mendengar suara adzan. Serasa di kampung sendiri ^_^

Begitu bus yang kami tunggu datang, kami segera naik, memilih tempat duduk dekat pintu keluar, agar mudah turun jika sudah sampai di Outram Road. Kami mulai menghitung halte yang kami lewati.

Huft, karena mulai ribet memikirkan jalan kembali ke hotel, kami sudah tak punya daya lagi untuk foto-foto. Capek juga, hehehe. Akhirnya bus sampai di halte Outram Road. Langit sudah gelap, sudah sekitar pukul tujuh lewat. Kami turun di situ walau tidak yakin ini sudah di dekat hotel kami, karena sejauh mata memandang, kami tidak melihat ujung atas bangunan Hotel Holiday Inn.

Waduuuh, masih nyasar juga? Padahal kami sudah turun di Outram Road, persis seperti di peta dan alamat hotel kami.

Mbak Nany mulai menyerah, dan memutuskan naik taksi saja. Apalagi saat bertanya pada seorang kakek yang menunggu di halte bus, kakek itu juga menyarankan naik taksi saja karena dia juga nggak tahu di mana letak Hotel Holiday Inn.

Tapi kemudian ada wanita muda baik hati yang bertanya kami mau ke mana. Lagi-lagi dengan gadget canggihnya, dia mencari letak tepatnya Hotel Holiday Inn via google. Ternyata katanya, bisa dicapai dengan bus yang nanti akan dinaikinya juga. Akhirnya kami pun ikut naik bus bersama dia.

Dua halte kemudian, Erma berteriak, "Itu Holiday Inn!"

Kami cepat-cepat turun. Ternyata bus itu berhenti di halte yang terletak di belakang Holiday Inn. Wuaaah, leganya bukan main saat akhirnya kami melihat hotel kami.

Senangnya saat akhirnya melihat tulisan Holiday inn

Kami segera menuju kamar kami. Cuci muka, bersih-bersih badan tapi memilih nggak mandi dulu. Karena kami sudah sangat lapar, kami memutuskan akan keluar lagi untuk makan malam. Masih tetap memilih naik bus. Kami yakin kali ini kami tidak akan tersesat lagi, karena kami sudah mencatat bus apa saja yang lewat di halte seberang hotel kami.

Kuil dekat Holiday Inn, bisa menjadi pertanda hotel sudah dekat

Tujuan kami ke mana saja yang penting pusat keramaian dan ada restoran. Akhirnya saat bus sampai di Orchard Road, kami turun di halte depan Plaza Singapura. Langsung kami berjalan cepat menuju restoran apa saja. Saat menemukan KFC, langsung deh pesan banyaak. Wah, sepertinya kok menu KFC di situ beda ya dengan menu di Indonesia. Menunya enak-enak ^_^

Kami makan dan masih ngobrol-ngobrol sampai satu persatu toko di mal itu tutup. Sudah pukul 10 malam. Sebenarnya mal ini keren juga buat latar belakang foto-foto. Ada patung artistik. Tapi kami sudah nggak sanggup lagi foto-foto. Ingin cepat-cepat kembali ke hotel karena tubuh mulai terasa lelah.

Kami segera meninggalkan mal berjalan menuju halte di seberang jalan. Menurut keyakinan kami, bus yang menuju hotel kami pasti akan lewat di halte seberang mal ini, kebalikan dengan arah datangnya. Tapi apa yang terjadi? Saat kami membaca papan petunjuk di halte itu, terdaftar ada lebih dari 10 jurusan bus yang melewati halte ini, tapi satu pun tak ada nomor bus yang lewat hotel kami.

Waduuuh... masa nyasar lagi? Hihihi dasar kami pantang menyerah, lagi-lagi kami bertanya pada penunggu halte lainnya. Dan lagi-lagi gadis yang kami tanya mencari info jalur bus yang lewat hotel kami via gadget canggihnya. Dia memberikan nomor busnya sekaligus berapa halte yang harus dilewati. Ternyata, informasinya benar sekali. Syukurlah warga Singapura ramah-ramah dan mau peduli menjawab pertanyaan kami, membantu wisatawan mendapat informasi.

Bus itu berhenti di halte yang agak jauh dari Holiday Inn, kami masih harus jalan kaki sedikit. Nggak apa-apa deh, yang penting akhirnya kami sampai di hotel.

 Huft, legaa dan puas karena kami benar-benar bertualang seharian ini.

Sampai di kamar hotel kami bergantian mandi air hangat. Wuuuaah, enak sekali rasanya badan kami yang pegal-pegal tersiram air hangat dari pancuran. Setelah itu, kami masih harus packing karena besok pukul 9 pagi, kami sudah harus check out dan melaju menuju Bandara Changi.

Ah, rasanya singkat banget kunjungan kami di sini. Besok sudah harus kembali pulang ...


Aku membeli magnet refrigerator yang menggambarkan
beberapa larangan di Singapura,
berikut dendanya bila melanggar :)

Suvenir yang dibeli di Mal Harbourfront


Tiket MRT dan bus yang tidak sempat kami kembalikan,
Akibatnya, kami tidak mendapatkan kembali uang  jaminan 10 dolar Singapura untuk tiap kartu.
Nggak apa-apa deh, kartunya bisa disimpan sebagai suvenir ^_^


Rabu, 15 Januari 2014

Catatan Perjalanan 5 : First Time in Singapore day#2, Part 1

Photo by Arumi E

Photo by Arumi E

5 Januari 2014, 
09.00 - 16.00 waktu setempat

Hari kedua di Singapura, kami bangun pagi-pagi sekali. Pukul 6.00 kami sudah antri mandi. Pukul 8.00 kami sudah keluar hotel untuk mencari sarapan di luar. Kami memang sengaja tidak memilih paket sarapan di hotel. Rasanya lebih seru kalau menjelajahi Singapura untuk mencari sarapan sendiri.

Inilah pertama kalinya kami mencoba bus di kota ini. Waaah, nyaman banget. Mirip Trans Jakarta. Ber-AC, tapi tidak perlu naik dari halte khusus. Cukup di halte biasa. Haltenya pun dilengkapi dengan keterangan bus apa saja yang berhenti di halte tersebut dan daerah mana saja yang dilewati. Lengkap dengan petanya. Jadi, bagi orang yang belum tahu, bisa membaca informasinya di setiap halte.

Naik bus kota, bisa membayar dengan koin tunai, atau dengan kartu berlangganan. Tapi saat kami naik pertama kali, kami belum benar-benar mengerti. Bus pertama yang kami naiki, saat bertanya pada sopirnya, ternyata tidak bisa bahasa Inggris, kami pun turun lagi, menunggu bus berikutnya.

Di bus berikutnya, untunglah sopirnya bisa berbahasa Inggris dan orangnya baik sekali. Saat kami bertanya di mana bisa membeli tiket bus untuk satu hari all in, sopir bus bilang bisa dibeli di stasiun MRT. Kami diantar hingga stasiun MRT terdekat, yaitu di Clark Quay. Dan gratis, kami bertiga nggak usah bayar. Baik banget yaaa sopir busnya ... ^_^

Di stasiun MRT Clark Quay, lagi-lagi kami dibuat bertanya-tanya, hihihi. Maklumlah, pertama kali ke Singapura, jadinya yaa sering noraknya. Terutama aku dan Erma. Kalau Mbak Nany sih masih mending, di Belanda juga ada MRT, cuma beda tipis aja. Tiket MRT bisa dibeli dengan mesin. Tapi yaaah walau sudah baca petunjuk pemakaian, tetap saja kami kelihatan bingungnya. Syukurlah warga Singapura baik-baiiiiikkkkk banget deh.

Seorang cowok Singapura mengajarkan kami cara membeli tiket via mesin. Saat kami bertanya di mana membeli tiket yang bisa dipakai seharian, cowok itu bilang bisa dibeli di tempat pembelian tiket, hihihi, yaiyalah yauw. dia menunjukkan tempatnya, tapi ternyata di situ masih tutup.Cowok itu menyarankan kami ke stasiun MRT China Town saja. Biasanya sudah buka. Kami pun membeli tiket MRT 3 lembar untuk sekali jalan. ternyata kubaca bisa dipakai sebanyak 6 kali.

Naah, akhirnya kami berkesempatan merasakan MRT Singapura. Aku yang jarang nemu transportasi canggih langsung saja terkagum-kagum. Interiornya sih mirip ya sama Trans Jakarta. Tapi kata Mbak Nany, MRT itu nggak ada masinisnya. semua diopersikan dengan komputer. Waaah, canggih ya... Horaaay, lagi-lagi aku membayangkan, kelak jika MRT di Jakarta sudah jadi, akan seperti inilah bentuknya.

Tapi karena MRT di Jakarta nanti di atas jalan raya, aku memperkirakan bentuknya akan lebih menyerupai Sky train di Bandara Changi, beda dengan MRT Singapura yang berada di bawah tanah. MRT ini panjang banget, gerbongnya banyak. Petunjuk-petunjuknya juga jelas sekali, memaksa calon penumpang untuk mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.

Seperti contohnya, di lantai tempat menunggu pintu MRT terbuka, diberi tanda di mana tempat berdiri calon penumpang dan di mana tempat yang akan dilalui penumpang yang nanti turun. Jadi harus disiplin ya, benar-benar menunggu semua penumpang turun, barulah kita boleh masuk. Dan itu tak perlu diberitahu kondektur, kita sudah paham sendiri. Ohya, lagipula, MRT ini minim pegawai kok. Sopirnya aja nggak ada, apalagi kondekturnya, hehehe. Tapi buktinya bisa tertib. Wanita didahulukan duduk. Lelaki tahu diri mengalah berdiri jika masih ada wanita yang perlu duduk. Kan lelaki harus menunjukkan sikap gentleman, hehehe.

Hayooo, orang Indonesia seperti ini juga yuuuk. Menghargai orang yang lebih membutuhkan tempat duduk. Dahulukan orangtua, penyandang disabilitas dan ibu hamil atau ibu yang membawa anak kecil.

Mirip ya sama interior Trans Jakarta yang terbaru ^_^

Mejeng di dalam MRT walau agak burem ^_^

Ohya ... ada cerita yang bikin kami cengar-cengir saat berada di MRT. Pagi-pagi MRT masih sepi, di sekitar kami hanya ada 2-3 orang yang duduk. Aku duduk di deretan kursi yang kanan kiriku kosong. Erma dan Mbak Nany duduk di deretan kursi di depanku. Karena Erma memang hobi ngemil, ternyata dia membuka kantong chips dalam tasnya, dan diam-diam dia mengunyah chips. Aku memandangi Erma, tau-tau Erma mengeluarkan sebungkus chips dan mengulurkannya ke arahku.

"Mau Mbak?" katanya.

Otakku berpikir, di Trans Jakarta aja nggak boleh makan di dalam bus, apalagi di sini yang tentunya lebih rapi lagi. Walau memang nggak ada yang berjaga di depan pintu. Tapi anehnya kok bungkusan chips itu aku terima.

"Boleh ya makan di dalam?" tanyaku tapi sambil membuka bungkus chips dan mencomot beberapa, lalu memasukkan ke dalam mulutku dan mengunyahnya.

"Boleh aja kayaknya," jawab Erma, sambil matanya jelalatan melihat-lihat dinding MRT kalau-kalau ada tulisan dilarang makan di dalam MRT.

Eng ing eng! Ternyata memang ada tulisan itu! Dilarang makan dan minum di dalam MRT, jika melanggar dendanya 500 dolar Singapura! Langsung saja aku menyimpan bungkus chips ke dalam tas.

Huft! Kami pikir selesai sampai di situ. Larangan itu hanya sekadar aturan agar dipatuhi warga Singapura yang naik MRT. Tapi kemudian aku baru sadar, tak jauh dari pintu terpasang kamera CCTV, diberi keterangan, tempat ini diawasi CCTV. Walah! Jadi aku makan keripik tadi pasti sudah terekam CCTV itu!

Waah, untung saja tak lama kami turun di stasiun China Town. Huft!!

"Haduuh kalian ini, dendanya 500 dolar loh," kata Mbak Nany.

Kami cuma bisa cengar-cengir. Yaah, semoga kami dimaklumi sebagai wisatawan kurang pengetahuan yang masih kesasar di sini. Lagipula aku cuma sekali ngunyah doang kok. Begitu sadar langsung aku masukkan tas lagi chipsnya :D

Tiap pintu keluar MRT, dilengkapi petunjuk peta.
Mendukung banget deh buat turis

Di Stasiun China Town, kami membeli tiket untuk dipakai bebas selama seharian, berlaku bagi MRT dan bus ke jurusan mana saja. Satu tiket seharga 20 dolar Singapura. 10 dolar tiketnya berlaku untuk 3 hari. 10 dolar lagi jaminan, kalau kartu dikembalikan paling lambat 3 hari sesudah dibeli, kami akan mendapat uang kembali masing-masing 10 dolar.

Setelah membeli tiket, kami memutuskan keluar stasiun dan berjalan-jalan melihat-lihat China Town. Ternyata tempat ini tak jauh dari tempat yang semalam kami telusuri. Waah, ternyata semalam kami berjalan cukup jauh juga ya ...

Nah, ada lagi yang bikin aku terkejut saat kami baru saja keluar stasiun hendak masuk ke mal pecinan, ada seorang pemuda yang menghadang kami. Dia minta diberi uang karena baru keluar dari penjara. Pakaiannya biasa, tidak lusuh, penampilannya juga tidak seperti preman terminal di Jakarta. Aku terkejut karena ternyata di Singapura ada juga orang yang minta uang mengaku baru keluar dari penjara. Kok mirip ya sama yang sering naik ke kopaja di Jakarta, hehehe. Ternyata saat kami bilang, sorry, pemuda itu nggak memaksa. Kami bisa tenang melanjutkan perjalanan.

Erma, mejeng di tempat kita sarapan
Setelah sarapan di China Town, kami naik MRT lagi menuju Harbourfront. Aku yang sok tahu ini yakin banget, The Merlion itu ada di Harbourfront. Karena kan berupa pelabuhan tuh. Aku membayangkan letaknya dekat-dekat pelabuhan, hehehe

Sampai di Harbourfront
Stasiun Harbourfront menjadi pemberhentian MRT terakhir untuk line warna ungu. Ada mal besar di sini, menghubungkan dengan pelabuhan kapal ferry.

Toiletnya bersih dong pastinya. Plus tersedia tempat sampah yang dipisahkan jenis sampahnya.


Hm, jalan-jalan ke Singapura itu bisa sekalian studi banding loh. Kebiasaan yang bagus-bagus bisa diterapkan di Indonesia. Salah satunya ya tempat sampah yang dipisah-pisah berdasarkan jenis sampahnya seperti ini.

Semula kupikir The Merlion itu letaknya nggak jauh dari Harbourfront. Ternyata ini tempat menuju pelabuhan kapal feri bagi yang mau menyeberang ke Sentosa Island. Bisa juga naik kereta gantung. Tapi kami nggak ada rencana ke Sentosa Island.

Kami pelajari lagi peta, dan baru sadar ternyata The Merlion itu letaknya di sekitar Marina Bay. Kami naik MRT lagi ke jurusan Marina Bay. Saat Mbak Nany melihat ada stasiun bernama Holland Village, dia mengajak berhenti sebentar, ingin tahu, seperti apa tempatnya. Apakah seperti Holland?


Pintu keluar MRT, di Holland Village








Setelah kami melihat-lihat, walau pun masih ada beberapa restoran China, ternyata di Kampung Belanda ini memang cukup banyak restoran ala Eropa. Kami perhatikan juga banyak orang-orang berambut pirang dan berwajah Eropa. Mungkin di wilayah ini memang banyak orang Belanda yang tinggal di sini kali ya ...

Setelah berjalan-jalan, kami menemukan Holland Village Market. Ada food center di sini. Kami memutuskan makan siang dulu. Mbak Nany memesan nasi lemak ala Malay untuk dicoba rame-rame dan membeli kwetiaw rebus bebek panggang lagi.

Nah, di sini lagi-lagi kuperhatikan, ada orang-orang tua yang bekerja sebagai pembersih meja. Hebat ya di sini, nenek-nenek dan kakek-kakek masih diterima bekerja dan masih semangat bekerja.

Ada lagi cerita lucu. Saat kami mulai makan, ada seorang nenek China yang bertugas membersihkan meja, berdiri di samping meja kami. Dia melihat ke arahku dan bertanya apa aku muslim? Aku sholat kan? Karena dari sekian banyak orang yang makan di situ, memang hanya aku yang memakai kerudung. Aku menjawab iya. Dia bilang aku nggak boleh makan kwetiaw rebus itu, karena nggak halal. Aku diberi tahu yang mana yang menjual masakan halal.

Mbak Nany sudah bilang kalau itu kwetiaw bebek panggang, nenek itu tetap saja bilang aku nggak boleh makan, hehehe.

Wah, jadi terharu dengan perhatian nenek itu. Padahal sepertinya dia bukan muslim, tapi dia peduli dengan kebutuhan muslim yang harus makan makanan halal. Aku pun berhenti deh ikut-ikut mencicipi kwetiaw itu. Aku sudah cukup kenyang kok, tadi kan sudah ikut makan nasi lemak plus lauknya bertiga. Lumayan enak juga.


Menu makan siang di Holland Village, Nasi lemak

Nah, ada satu lagi nih hal yang patut dicontoh di sini. Walau ini pasar, tapi kerapihan dan kebersihannya terjaga. Bahkan waktu kami melihat pasar tradisionalnya, tetap rapi dan bersih juga. Yang aku suka, tersedia toliet bersih dan standar, dalam arti juga disediakan toilet untuk penyandang disabilitas. Sepertinya kota ini sangat peduli dengan hak dan fasilitas penyandang disabilitas

Erma, mejeng di depan Holland Road
Setelah itu kami masih penasaran ingin tahu Taman Bunga seperti apa. Bayangan kami jangan-jangan ada kebun tulip nih, hehehe. Ternyata semacam perumahan. Di daerah ini rumahnya masih berupa rumah satu-satu, bukan bangunan bertingkat tinggi. Mirip di Indonesia deh. Ada carportnya. Dan banyak orang berwajah Eropa. Kita malah berjalan di belakang seorang lelaki muda berambut pirang yang menuntun anaknya yang juga berambut pirang. Mbak Nany kuminta ngajak ngobrol siapa tau orang Belanda, hehehe.

Anaknya itu berlari-lari hingga jatuh dan akhirnya nangis. Yaaah, nggak jadi deh nanya-nanya karena bapaknya segera menggendong anaknya pulang.

Kami masih penasaran, melihat ada ramai-ramai di dekat situ. Ternyata itu adalah bazaar yang menjual barang-barang second. Banyak dijual pakaian-pakaian bekas, tas, sepatu. Sempat nggak menyangka juga, wah, ternyata warga Singapura senang belanja barang second juga yaaa ...

Mbak Nany tertarik pada sebuah tas berwarna coklat. Harganya 3 dolar Singapura. Dibeli deh ... Lumayan buat kenang-kenangan ...

Ini dia tas yang beli di bazaar barang second.
Lumayan ...

Setelah puas melihat-lihat Holland Village, kami kembali masuk ke stasiun MRT dan melanjutkan perjalanan ke stasiun Promenade. Berdasarkan informasi dari peta yang kami baca, jika ingin ke Marina Bay harus turun di stasiun Promenade, lalu transit menuju yang ke arah Marina Bay.

Keluar dari stasiun Promenade, kami malah keterusan berjalan hingga bertemu dengan Singapore Flyer. Waah kok mirip ya sama London Eye. Ternyata nggak usah jauh-jauh ke London kalau mau naik ini. Cukup ke Singapura aja, hehehe. Tapi pemandangannya kan beda yaaa...



Keluar dari stasiun Promenade sempat bingung.
Foto-foto dulu deh ^_^

Kami terus berjalan, sekali-kali foto-foto. Hingga akhirnya kami sampai ke The Helix. Aku masih belum tahu di mana letak The Merlion. Barulah setelah berjalan di Marina Bay Seating Gallery aku bisa melihat The Merlion dari kejauhan. Walah... akhirnya... ketemu juga. Nggak perlu naik MRT lagi. tapi kayaknya harus jalan jauuuh banget nih ...

Ah, nggak apa-apa deh, sekalian olahraga. Kami kan memang hobi jalan ... ^_^

Akhirnya sampai di dekat Outdoor Theatre


Dari sini The Merlion masih jauuuh ...

The Merlion masih jauh di belakang

Setelah dengan pedenya minta fotoin bule yang lewat, akhirnya kami bisa berfoto bertiga ^_^
Tapi ... The Merlion-nya nggak kelihatan >.<


Saat kami sudah sampai di depan Esplanade Mal, Mbak Nany bilang nyerah nggak mau jalan lagi sampai Ke The Merlion. Katanya jauuuuh. Waduuuh sayang banget kan, masa udah ke Singapura tapi nggak mejeng dekat The Merlion. Setelah istirahat sebentar, foto-foto, makan keripik, makan es krim durian, akhirnya Mbak Nany mau juga melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Hayuuuuh, semangaaaat!!

Depan Esplanade Mal mejeng dulu foto sama patung ^_^

Kami berjalan kaki perlahan menyusuri pedestrian, di sebelah kiri kami, pemandangan ke arah air laut dengan beberapa kapal pesiar kecil berlayar membawa wisatawan. Sebelah kanan jalan raya dibatasi bangku panjaaang terbuat dari beton yang menerus, menyatu dengan pot tanaman.

Yeay! Akhirnya... sampai juga ke The Merlion yang tadi terlihat jauuuuh dan kecil.


Akhirnya ... ketemu juga The Merlion ^_^

Mejeng dengan Mbak Nany

Waah, Erma latar belakangnya lebih bagus ^_^
Sepertinya kami sudah berjalan 10.000 langkah deh, hehehe. Tapi fun kok, karena kami sangat menikmati perjalanan kami. Bisa dilihat nih di peta, kira-kira sejauh apa kami sudah berjalan mulai dari stasiun MRT  Promenade sampai ke The Merlion Park.

Bisa dilihat, stasiun MRT Promenade di sudut kanan atas, kami terus berjalan melewati Singapore Flyer,
terus melewati The Helix, terus melangkah melewati Marina Bay Seating Gallery.
Maju terus sampai Esplanade Mal. Istirahat sebentar.
Lalu lanjut lagi berjalan sampai ke The Merlion Park. Jauuuuh kan? Hehehe


Sudah selesaikah petualangan kami hari itu? Beluuum ... masih ada hal menegangkan lainnya saat kami berusaha pulang kembali ke hotel. Asyiknya nyasar bertiga di Singapura. Tunggu lanjutan ceritanya yaaa ^_^


Selasa, 14 Januari 2014

Catatan Perjalanan 4 : First Time in Singapore day#1

3 Januari 2014

Hola!! Akhirnya ... sampailah di tanggal 3 Januari 2014.

Aku, Mbak Nany dan Erma kembali ke Jogja, menginap di sebuah hotel yang terletak di belakang jalan Malioboro, namanya Hotel Whizz. Esoknya kami harus bangun pagi-pagi sekali, berangkat ke bandara sesudah subuh karena pesawat menuju Singapura akan berangkat pukul 8.30 WIB.

Sesampai di hotel pukul tiga sore. kami tidur-tiduran sebentar, lalu mandi. Selepas magrib, teman Mbak Nany datang menjemput untuk makan malam bareng. kembali aku merasakan kebersamaan liburan yang menyenangkan. Kami makan malam di Kopitiam. Hm, agak mengeluh sih, karena pelayanannya yang cukup lamaaa ... tapi lumayan, sambil makan dan menunggu makanan dihidangkan satu persatu dengan jarak waktu yang cukup lama, kami bisa ngobrol-ngobrol banyak.

Pulang makan malam, kami masih ngobrol-ngobrol lagi di kamar hotel sampai akhirnya terlelap sekitar pukul 11 malam, karena esoknya kami harus bangun pukul 4 pagi. Aku sudah memasang alarm, jadi yakin banget nggak bakal bangun telat.

4 Januari 2014

Teng! Alarm berbunyi tepat pukul 4 pagi.Kami bergiliran mandi. Pukul 5 pagi, kami sudah siap berangkat menuju bandara Adisucipto.

Menunggu dipersilakan masuk pesawat di bandara Adisucipto yang imut ^_^


Sebelum naik pesawat, mejeng dulu deh ^_^

Waktu tempuh dari Jogja menuju Singapura dengan pesawat kurang lebih dua jam. Dekat yaaa .... Di pesawat kami harus mengisi formulir yang disediakan imigrasi Singapura. Nggak susah kok pertanyaannya, hehehe.

Yup, perjalanan dua jam nggak terasa, akhirnya kami sampai di Singapura. Wuaaah, ini adalah pertama kalinya aku ke luar Indonesia. Dulu rasanya hanya angan-angan, karena aku maleeees banget ngurus pembuatan paspor. Siapa sangka, awal tahun ini akhirnya aku bisa menginjakkan kaki di negara tetangga. Norak ya? Nggak apa-apa deh. Inilah yang kusebut rezeki tak terduga di akhir tahun 2013. Alhamdulillah. Terima kasih yang sebesar-besarnya pada my sister Nany Rahayu yang sudah berkenan mengajakku ke sini. Love you sist. Hope you always happy and healty ... ^_^

Selama ini aku hanya bisa membayangkan Bandara Changi, di novel  "Amsterdam Ik Hou Van Je" juga kusebut, tapi baru kali ini aku benar-benar merasakan berada di Bandara Changi. Kesanku terhadap bandara ini, baguuuuuuus banget! Jauh berbeda dengan bandara Soekarno-Hatta. Apalagi bila dibandingkan dengan Bandara Adisucipto yang mungil dan unyu, hehehe.

Selamat datang di Bandara Changi

Selamat datang di Singapura

Enak euy, ada travelatornya, nggak usah capek-capek jalan ^_^

Narsis sekali lagi

Masih narsis ^_^
Sebelum memesan hotel, kami makan dulu di Burger King. Muncul lagi kekagumanku saat menyadari, di tempat ini ada pegawai Burger King seorang nenek-nenek. Hm, kagum, karena orang yang sudah tua pun masih diberi kesempatan untuk bekerja.

Dari reservation hotel via bandara, kami disarankan menginap di Hotel Holiday Inn. Kemudian kami keluar bandara, lagi-lagi kami disambut pegawai bandara seorang nenek-nenek yang menunjukkan kepada kami tempat menuju taksi. Dengan naik taksi, kami menuju hotel. Sopir taksinya ramah banget. Dia bercerita banyak hal tentang Singapura. Lumayan menambah informasi. Kami juga diajak melewati jalan terowongan di bawah laut. Whew! Keren ya? Lagi-lagi berharap suatu saat di Jakarta bisa secanggih ini juga.Insya Allah bisa terwujud, aamiin :)

Kami sampai di hotel pukul 1 siang waktu setempat. Waktu di Singapura lebih dulu 1 jam dibanding Jakarta. Walau menurutku mataharinya bergulir sama. Maksudku, jam 7 malam masih terang sama seperti jam 6 sore di Jakarta. Dan jam 6 pagi masih gelap, sama seperti jam 5 pagi di Jakarta. Jadi kesimpulanku, hanya waktunya aja didahulukan satu jam, tapi kenyataannya posisi mataharinya sama dengan di Jakarta. Hehehe, eh, ini hanya pendapatku saja loh. Ahlinya pasti lebih tahu kebenarannya.

Pintu masuk Holiday Inn

Holiday Inn hotel yang cukup besar, kamarnya berjejer melingkar, ada kurang lebih 20 lantai. Ini termasuk hotel bintang 4. Bukan sengaja milih yang ini, tapi ini hotel yang direkomendasikan reservasi hotel di bandara. Kamarnya tentu saja nyaman. Ada 2 tempat tidur, satu double bed, satunya single bed. Pas untuk kami bertiga. Ada 2 lift yang diselubungi dinding kaca, sehingga saat kami naik lift, kami bisa melihat pemandangan di bawah kami. Kamar kami ada di lantai 12. Asyik banget untuk melihat pemandangan kota Singapura dari balik jendela yang super luas.

Mejeng di lobby Hotel Holiday Inn

Aku masih menikmati tidur-tiduran di kamar yang nyaman itu, tapi jam 3 sore, Erma sudah mandi dan dandan, mengajak kita mulai menjelajahi kota Singapura. Kata Erma, dia nggak mau cuma tiduran di hotel.

"Kalo tiduran doang sih mending di rumah aja."

Hihihi, bener juga ya. Jadilah aku buru-buru mandi, mbak Nany juga. Pukul setengah 4 sore, kami sudah berjalan-jalan keluar hotel. Kami memutuskan akan berjalan kaki di sekitar hotel saja. Ini benar-benar petualangan tanpa tujuan, kami berjalan saja sambil melihat kanan kiri, mencari keramaian. Hingga sampai di wilayah apartemen-apartemen penduduk di daerah Tiong Bahru. Sepertinya ini bukan komplek apartemen mewah, tapi sangat rapi, tertata apik dengan fasilitas umum sangat memadai. Ada deretan ruko dan restoran yang bisa memenuhi semua kebutuhan sehari-hari seluruh penghuni komplek apartemen.

Di tengah-tengah kumpulan apartemen, disediakan ruang terbuka untuk umum berupa taman penuh tanaman, jalan penuh kerikil untuk refleksi kaki, jogging track, tempat bermain anak, 2 pendopo untuk kumpul-kumpul warga, dan yang membuatku takjub, di sediakan 2 set peralatan fitnes yang boleh dipakai siapa saja! Wow!

Andaikan taman umum di Jakarta dilengkapi fasilitas seperti ini, hihihi

Ah, andai aku tinggal di sini, pasti aku langsing deh karena rajin olahraga, hehehe. Kami mencoba satu persatu peralatan gym itu. Ada petunjuk pemakaian dan manfaat alat di samping setiap alatnya. Aku mencoba semuanya, ada yang untuk mengencangkan paha, merampingkan perut, mengencangkan lengan. Wuaaaaah, mungkin nggak ya, di Jakarta disediakan peralatan seperti ini di tempat umum? Bukan skeptis, tapi jangan-jangan kalau di Jakarta ada alat-alat seperti ini nggak lama hilang dipreteli. Tau sendiri deh, banyak orang kreatif di Jakarta, hehehe

Lumayan, olahraga mengencangkan paha ^_^

Setelah puas olahraga sore, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini kami mencari makanan, banyak berjejer restoran China. Hm, aku deh yang mulai khawatir mencari makanan halal. Saat yang lain memesan makanan, aku masih bingung mau pilih mana. Erma dan mbak Nany memilih nasi bebek panggang dan kwetiaw rebus bebek panggang. Akhirnya aku makan pangsit goreng saja, sambil ikut mencicipi si bebek panggang. Semoga ini halal deh, aamiin. Hehehe.

Usai makan, sudah pukul 6 sore. Langit masih terang seperti masih pukul 5 sore. Kami melanjutkan jalan kaki mencari-cari pusat keramaian lainnya. Setelah berjalan agak jauh, kami kembali menemukan deretan restoran, kafe, toko bahkan ada hotel kecil berjudul Hotel Nostalgia.

Mbak Nany mengajak mampir ke sebuah kafe yang terlihat cozy. Tapi ... Menunya kok mahal-mahal amat ya. Karena aku masih kenyang, aku hanya pesan jus apel, mbak Nany pesan jus entah buah apa, sepertinya strawberry campur bit. Satu gelas harganya 7 dolar Singapura. Rasanya? Menurutku sih seperti apel manalagi dijus, hihihi. Bikin sendiri juga bisa deh. >.<

Kami ngobrol-ngobrol duduk di terasnya. Ehya, satu lagi nih, di Singapura nggak boleh loh merokok sembarangan. Jangankan merokok di dalam ruang tertutup, bahkan di atas meja-meja yang diletakkan di teras kafe ini, ditempeli stiker dilarang Merokok. Kata Mbak Nany, ini lebih parah daripada di Belanda. Di Belanda, kalau di ruang terbuka masih boleh merokok.

Waaah, jualan rokok pasti nggak laku ya di Singapura, karena susah mau merokok di mana? Kecuali di rumah masing-masing kali ya, silakan saja ^_^ ... Aih, ngayal lagi deh, andai suatu saat nanti Jakarta juga bisa bebas asap rokok. Aku benar-benar nggak bisa bernapas kalau ada asap rokok di dekatku.

Saat langit baru saja gelap, mendadak hujan turun deras. Sudah pukul setengah 8 malam dan kami terjebak dikelilingi hujan deras.

Pukul 8 lewat, barulah hujan agak reda. Kami segera pindah tempat ke sebuah restoran. Lagi-lagi restoran China, hehehe. Abis kebanyakan memang restoran China.

Hm, ini menunya terlihat enak-enak semua. Kayaknya sih, halal semua. Kami memesan nasi goreng Singapura, telur hitam campur tofu, dan chip fish yang ternyata seperti cakue tapi diisi daging ikan kakap dan kulit cakuenya dilumuri wijen. Hm, enaaak semua.




Satu hal yang aku salut, pelayanan mereka cepat sekali. Hanya dalam beberapa menit, semua pesanan kami sudah terhidang. Beda banget yah sama restoran-restoran di Jogja. Yaah, maklumlah, prinsip orang Jawa kan alon-alon asal klakon, hehehe. Tapi semua punya kelebihan sendiri-sendiri kok. Tiap wilayah kan adatnya memang berbeda-beda.

Karena porsinya cukup banyak juga, sisanya kami bawa pulang ke hotel. Kami di restoran itu sampai pukul 10 malam. Bertepatan dengan hujan yang benar-benar sudah reda. Kami kembali ke hotel dengan berjalan kaki.

Oya, yang kuamati, warga Singapura itu langsing-langsing deh. Sepertinya sih karena umumnya mereka senang jalan kaki. Selain konon katanya, kesehatan warga memang sangat diperhatikan pemerintah setempat agar tidak mengalami obesitas. Kata sopir taksi yang mengantar kami dari bandara, warga Singapura lebih senang ke mana-mana naik tarnsportasi umum. Semuanya nyaman kok. Karena memiliki mobil itu perawatannya mahal, harus punya asuransi dan usia mobil maksimal 10 tahun. Ah, aku juga lebih suka jalan kaki. Apalagi kalau seperti di Singapura, transportasi umum nyaman, pedestrian nyaman dan udaranya pun bersih, tidak ada polusi udara.

Hm, baru melihat sebagian kecil sudut Singapura saja sudah membuatku membayangkan andaikan suatu saat Jakarta bisa serapi, bersih dan tertib seperti kota ini. Semoga terwujud, aamiin





Mm... segini dulu ya ceritaku... nanti aku lanjutin lagi apa yang terjadi di hari kedua. Ceritanya sih masih panjaaang deh. Karena kami berada di Singapura 3 hari 2 malam. Banyak cerita kocak dan pengalaman seru yang menambah wawasanku ...


Senin, 13 Januari 2014

Catatan Perjalanan 3 : Kaliurang dan Pantai Glagah, Yogyakarta

1 Januari 2014

Hm, tak terasa sudah di hari pertama tahun baru. Masih ada waktu beberapa hari menikmati Jogja sebelum melanjutkan liburan ke negeri jiran.

Siangnya di tahun baru, 1 Januari 2014, Mbak Nany mengajak kita semua jalan-jalan ke daerah Kaliurang. Kali ini rombongan semakin banyak.
Mbak Nany, aku, Erma dan suaminya, Bulik Tatik, Bulik Pri dan sepupuku lainnya, Risma.

Waah, 1 mobil avanza penuh. Tapi seruu!! Kami jalan-jalan menuju sebuah tempat peristirahatan sekaligus restoran bernama Kampung Labasan Tropical Resort, Jalan Kaliurang, Sleman, Jogjakarta.

Rumah-rumah peristirahatan di Kampung Labasan, Kaliurang
Mejeng di teras rumah ala Kudus

Tempatnya asri. Dikelilingi sawah yang masih hijau. Lahannya luas, penuh ditanami berbagai pepohonan yang diberi keterangan nama jenis, dan manfaatnya.

Tempat makannya berupa saung-saung yang mengelilingi kolam ikan lumayan besar. Tersedia juga penginapan berupa bungalow-bungalow dengan bentuk bangunan berbeda-beda. Ada rumah tipe Kudus, Melayu, Badui. Kata petugasnya, semalam sekitar 600 ribu biaya sewanya.

Di bagian paling belakang, masih ada lahan luas yang dibatasi sungai kecil dengan air bergemericik, ada jembatan kayu kecil yang kemudian jadi tempat kami bergaya untuk difoto. (Teteup)

Makanannya khas Indonesia. Katanya pemilik tempat ini orang Lampung, walau pun letaknya di Jogja. Karena itu ada menu sambal tempoyak. Tentu saja kami coba, ingin tahu, seperti apa sih rasanya tempoyak durian.

Ada juga menu berbagai singkong yang diolah dengan bumbu ala Eropa. Seperti Tela bumbu spaghetti, tela bumbu cream keju. Wow, jadi enak rasanya.

Tapi ada juga menu yang mengecewakan. Pesanan kami udang saus tiram ternyata meleset dari yang kami harapkan.

Anyway, untunglah tempat itu nyaman, kami cukup memaklumi kesalahan salah satu menu itu.

Beberapa menu di Kampung Labasan yang tradisional banget

Berbagai menu minuman tradisional

Seusai makan, kami kembali ke Jogja, sekaligus mengantarkan sepupuku Risma ke tempat kos barunya. Karena 4 bulan ke depan, dia akan tinggal di Jogja untuk PKL.

Setelah itu,  kami kembali ke Janten. Beristirahat, menyiapkan diri esok hari, untuk mengunjungi tempat wisata lainnya.


2 Januari 2014

Tak terasa, sudah tanggal 2 Januari di tahun yang baru. Di hari itu, kami punya kegiatan berbeda-beda. Mbak Nani ke Jogja sejak pagi sendirian. Aku dan Erma istirahat saja. Kami makan siang di warung soto Bulik Pri. Aku memilih makanan khas Janten, namanya kupat tahu. Bumbunya segar. Enak deh rasanya.

Selesai makan kami kembali pulang, sore harinya, Erma mengajakku ke pantai tak jauh dari situ. Namanya Pantai Glagah. Masih terletak di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Kami berboncengan naik motor melalui Desa Glagah.

Ah, kampungku memang luar biasa. Desa Janten diapit dua keindahan alam sekaligus, Pantai Glagah dan Pegunungan Menoreh. Hanya butuh waktu beberapa menit dari desaku menuju pantai ini naik motor.

Pantai Glagah dengan ombaknya yang besar

Calon dermaga yang disiapkan di Pantai Glagah

Pemecah ombak berukuran besar terbuat dari beton,
disusun satu persatu di sepanjang dermaga

Jelang senja, pemecah ombak membentuk siluet yang artistik

Danau air payau tak jauh dari pantai.
Salah satu kebesaran alam, danau ini berair tawar.
Biasa digunakan untuk latihan perahu dayung, berenang,
bisa juga untuk berperahu bagi wisatawan
Yup, inilah kekayaan alam kampungku. Aku yakin, suatu saat, Pantai Glagah bisa menjadi tempat wisata yang bagus dan baik. Apalagi katanya, tak jauh dari sini, akan dibangun bandara Internasional Jogjakarta. Waah, kami sudah membayangan akan seperti apa daerah ini. Semoga akan semakin maju menuju arah yang lebih baik. Tanpa harus merusak alamnya, tetapi justru mengangkat potensi alamnya. Aamiin.

Oya, Pantai Glagah juga kusebut-sebut loh dalam novelku JOJOBA, sebagai wujud rasa banggaku pada tempat wisata lokal di kampungku ini ^_^

Desa Janten, Kulon  Progo kujadikan setting rumah tokoh Rhea,
Plus Pantai Glagahnya ^_^

Yuk, kapan-kapan kalau teman-teman ke Kulon Progo Yogyakarta, mampir Pantai Glagah yaaa ^_^