Laman

Minggu, 10 Januari 2016

#YearEndHoliday part 2 : Menyaksikan Upacara Tedak Siten


Yang ini late post banget. Karena selama aku di Jogja kuota internet terbatas sekali dan hanya bisa posting blog via HP, maka acara tanggal 27 Desember 2015 baru bisa aku posting sekarang. Waaah, jadi nggak berurutan. Tapi nggak apa-apa deh ya, aku hanya ingin berbagi salah satu adat Jawa yang perlu diketahui untuk menambah wawasan.

27 Desember 2015 hari Minggu. Tepat 7 bulan usia keponakanku Linggar Dewi. Rencananya, sepupuku Erma, ibunya Linggar akan mengadakan acara "Tedak Siten" untuk Linggar, sebuah upacara adat Jawa sebagai tanda pertama kali seorang bayi menjejakkan kakinya di tanah.

Sejak sebelum subuh masak-masak sudah dimulai. Membuat 30 paket nasi kotak yang isinya full banget. Ada nasi plus lauk pauk, buah, bubur sumsum merah putih. Lalu ada paket biskuit, wafer, coklat, susu kotak yang dikemas apik untuk para undangan anak-anak. Ditambah es krim berbagai rasa buatan sendiri. Wuaaah, anak-anak tamu undangan bakal senang deh. Acara dimulai pukul 10 pagi. Anak-anak tiba tepat waktu. Mereka anak-anak tetangga rumah Janten. Umumnya teman bermain Caca, keponakanku yang sudah tujuh tahun dan tinggal serta bersekolah di Janten.

Dimulai dengan pembacaan doa. Lalu Linggar yang mengenakan gaun putih menaiki tangga yang dibuat dari batang tebu. Sebagai tanda semoga kelak menapaki jalan yang lurus, selurus batang tebu.

Setelah itu Linggar dimasukkan ke dalam kurungan. Duduk dialasi bantalan empuk. di sekitarnya diletakkan mainan-mainan yang melambangkan profesi yang kelak akan dia jalani. Mana yang dia pilih, diharapkan itulah kegiatan yang nantinya akan dia pilih juga. Ada buku kitab yang melambangkan kelak akan menjadi orang yang taat agama, ada huruf-huruf yang melambangkan kelak akan menjadi orang yang rajin menuntut ilmu, ada mainan masak-masak, ada juga mainan alat kebersihan. 

Linggar kebingungan, "Kenapa aku dikurung?"

Ngeliatin ibunya, mungkin bertanya-tanya,"bunda, kenapa aku di sini?" :D

Awalnya di dalam kurungan Linggar malah merebahkan tubuhnya dan bikin semua tertawa. Lalu didudukkan kembali dan dia mulai bingung kenapa dia dikurung sementara yang lain di luar. Hehehe, nangis deh jadinya. Kita menunggu-nunggu dia akan memilih apa. Tapi lama ditunggu nggak milih-milih. Akhirnya Caca keponakanku mengangsurkan huruf-huruf ke dekatnya, baru deh dipegang Linggar. ^_^


Yeay! Akhirnya milih huruf-huruf. Semoga jadi hobi belajar ^_^

Setelah itu, dia dibebaskan dari kurungan. Diajak menginjak tanah dalam baskom. Setelah itu kakinya dicuci dalam air hangat penuh bunga.





Linggar yang masih kecil dan nggak paham kebingungan dan nangis lagi deh, hehehe. Yaah begitulah sekelumit adat Tedak Siten yang cukup seru dan bikin anak-anak tetangga senang. Semoga Linggar menjadi anak yang selalu sehat dan kelak bisa mencapai cita-citanya. Aamiin.

Sorenya, kami jalan-jalan. Menelusuri jalan desa di pinggiran sawah, di kaki Pegunungan Menoreh. lalu mampir ke tempat wisata komplek pemakaman Paku Alam di Girigondo.



Hanya sebentar di sini, lalu kami melanjutkan perjalanan ke tempat wisata lokal Kulonprogo, Waduk Sermo.


Dari tempat wisata ini, kami melaju ke alun-alun Wates, ibu kota Kabupaten Kulonprogo Jogjakarta untuk makan malam.



Walau hanya jalan-jalan nggak jauh dari daerah kecamatan tempat tinggal bulikku, tapi sudah sangat menyenangkan. Aku menikmati suasana desa, karena jauh berbeda dengan keadaan Jakarta yang hiruk pikuk, padat penduduk.

Ohya, seperti umumnya alun-alun di wilayah Jogjakarta, di alun-alun Wates juga ada beringin kembar lho. Tapi aku nggak sempat nyoba melewatinya ...

Beringin kembar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar