Kamis, 07 Januari 2010
ALIS ALISA
By Arumi ( Rumieko )
Dimuat di majalah KaWanku edisi 31 Juli-6 Agustus 2006
“Jangan-jangan elo bisa lihat tuyul ya?”
Pertanyaan Shanda itu tak urung membuat mata Alisa kontan mendelik.
“Enak aja, memangnya gue paranormal bisa lihat tuyul segala.”
“Lho, katanya sih, kalau ada orang yang nggak punya alis, berarti dia bisa lihat tuyul.”
“Gue bukannya nggak punya alis, tapi alis gue nih agak tipis. Nanti juga lama-lama rimbun. Kan tiap hari udah gue olesin lidah buaya.”
“Udah berapa lama? Kok belum kelihatan hasilnya?”
“Sebulan!”
Alisa memang agak risau dan kurang percaya diri dengan alisnya yang tumbuh tipis. Alisa baru menyadari alisnya yang tipis ketika melihat koleksi foto-fotonya yang diambil dari jarak agak jauh. Wajahnya terlihat agak aneh. Alisa pernah mencoba memakai pensil penghitam alis milik mama, tapi ah, rasanya malu.
Shanda memperhatikan wajah Alisa.
“Mm, sebenarnya nggak apa-apa kok, Lis. Bisa ditutup pakai poni, kan? Dan bisa elo hitamkan sedikit pakai pensil alis.Lis, inilah untungnya jadi cewek. Kita boleh dandan untuk menutupi kekurangan kita dan menonjolkan kelebihan kita. Nggak bakal ada yang protes, malah kalau kita jadi terlihat tambah manis bakal dipuji habis-habisan. Iya, nggak?” hibur Shanda.
“Mm, apa benar begitu, Shan? Tapi kan malu kalau ketahuan dandan.” Alisa masih juga tidak percaya diri.
"Aduh, Lis! Kenapa mesti malu, sih? Suka dandan itu kan memang sisi feminin cewek. Kalau nggak suka dandan berarti tomboy.”
“Shan, andai alis gue setebal dan sehitam alis lo….” keluh Alisa sambil memandangi alis tebal melengkung milik Shanda. Shanda malah tertawa terkikik.
“Alisa sohib gue yang paling cantik, andai hidung gue semancung hidung lo! Lis, tiap gadis itu memiliki keunikan sendiri-sendiri yang membuat kita tampak menarik. Sudah ah, soal alis tipis nggak usah lo pikirin. Pokoknya elo tetap terlihat manis walau alis lo tipis. Buktinya Miska naksir berat sama elo. Buktinya Miska nggak pernah komplain, kan?”
“Justru itu yang bikin gue jadi bete, Shan. Miska mulai mengungkit-ngungkit soal alis gue. Akhir-akhir ini kalo gue sama Miska lagi asik-asik ngobrol tiba-tiba Miska nyeletuk, eh, ternyata alis lo tipis ya? Bete, kan?”
Shanda cekikikan.
“He…he…kalo dia komentar begitu lagi jitak aja jidat setengah jenongnya. Eits, jangan cemberut dong Non. Becanda kok! Tapi buktinya dia tetap sayang kan sama elo?”
“I…iya sih…”
“Berarti everything is okay dong. Tenang aja, entar gue ajarin deh trik-trik dandan biar lo terlihat tambah oke! Gue kan pakar dandan! ” seru Shanda penuh semangat.
Dan Shanda membuktikan ucapannya. Sabtu sore, Shanda mengajari cara-cara dandan ala remaja gaul. Dan memang benar, Alisa menjadi tampak semakin menarik.
“Nah, benar kan, elo jadi tambah cantik, Lis. Keren baget deh lo. Kalo lo ikut lomba gadis sampul bisa menang nih!” kata Shanda sambil ikut melihat pantulan wajah Alisa di cermin.
“Ngaco lo, Shan. Jangan ngegombal berlebihan gitu dong!” protes Alisa. Shanda cuma cekikikan.
“Eh, bener kok. Perhatiin dong baek-baek! Kalo bukan emang elonya yang cantik ya berarti guenya yang jago banget merias wajah gitu.”
“Huuu, narsis lo sih memang nggak ilang-ilang ya? Tapi memang sih gue salut sama hasil polesan lo. Gue harus banyak belajar dari elo ya?”
Alisa tersenyum senang melihat wajahnya. Alisnya jadi terlihat indah. Ah, Shanda memang pintar merias.
Tetapi Alisa masih merasa belum puas. Pikirnya, bagaimana bila di sekolah? Rasanya tidak mungkin melukis alisnya dengan pensil alis. Pasti teman satu kelas bakal heboh.
***
...Continued.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar