Laman

Tampilkan postingan dengan label Cerita lucu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita lucu. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 02 November 2013

Horor dodol : Gagang Pintu yang Bergoyang

webunic.blogspot.com


Gara-gara home alone ...

By : Arumi E

Rumahku bukan rumah angker. Berlantai dua, terletak di perkampungan ramai. Tapi karena aku milih kamar di lantai atas, kadang aku suka merasa parno (paranoid). Ada 3 kamar di lantai bawah, satu jadi kamar orangtuaku, dua kamar masing-masing jadi kamar dua adik cowokku.

Aku milih kamar di lantai atas karena bisa punya privasi lebih. Cuma kamarku satu-satunya di lantai atas, depan kamarku ada ruang komputer, di sampingnya ruang nonton teve. Awalnya sih baik-baik aja tidur sendirian di lantai atas. Berani aja tidur dengan lampu dimatiin. Kamar yang gelap bikin aku gampang lelap.

Tapi kadang aku parno juga tidur di kamarku itu.
Beberapa kali aku mendadak bangun tengah malam karena rasanya kayak ada sosok yang menekan dadaku sampai sesak napas. Aku berusaha bisa bernapas. Berulang-ulang mengucap istigfar. Tapi susah banget. Kalimat itu nggak bisa selesai kuucapkan, seolah kaya tersangkut ditenggorokkanku. Setelah berhasil istigfar, barulah aku bisa napas lagi. Kunyalakan lampu dan buru-buru lari ke lantai bawah. Aku pindah tidur di depan teve di ruang keluarga dengan lampu yang menyala. Kejadian itu beberapa kali kualami.

Nggak yakin juga deh, sebenarnya itu cuma mimpi atau di kamarku memang benar ada mahluk gaibnya? Hiiyyy!! Biasanya setelah sehari dua hari tidur malamku terganggu kejadian kayak gitu, dalam beberapa hari aku nggak berani tidur di kamarku sendiri. Mendingan tidur di depan teve ruang keluarga aja deh, rasanya yakin lebih aman. Di sekeliling ruang keluarga ada kamar kedua adikku. Jadi andai ada apa-apa, aku tinggal teriak dan menggedor kamar mereka.

Makin parno deh kalau sebelum tidur aku nonton film horor. Padahal film horor-nya nggak seram-seram amat dan ditayangkan di stasiun teve nasional, jadinya banyak didiskon adegan sadis seremnya. Tetap aja selesai nonton film horor, aku takut tidur di kamarku tanpa nyalain lampu. Jujur aja, seserem-seremnya kamarku, aku lebih suka tidur di kamar sendiri daripada tidur di depan teve ruang keluarga.

Suatu ketika, abis nonton film horor, aku tetap pengin tidur di kamarku. Aku nyalain lampu. Tapi lampu neon di kamarku terang banget, silau, bikin susah merem. Nekat kumatiin aja lampu itu. Berharap dengan keadaan kamar yang gelap bisa tidur nyenyak. Buru-buru aku nutup mata, takut mendadak ada yang seram-seram nongol di depanku seperti dalam film yang barusan kutonton.

Selama beberapa detik suasana masih damai. Nggak lama aku merasa ada angin bertiup lembut di kuping kanan. Posisi tidur favoritku miring ke kanan sambil memeluk guling. Otomatis kupingku bebas terbuka. Nah….kenapa ya rasanya ada yang meniup kupingku?? Mendadak aku merinding disko. Kucari selimut dengan kakiku, lalu kutarik selimut itu sampai nutupin seluruh kepala,  lalu kupejamkan mata.

Huft!! Kirain udah aman, ternyata…

Syuuut….mendadak aku merasa ada yang mengelus-ngelus punggungku. Bulu kudukku makin tegak berdiri. Hiiiyyy…ada mahluk apa nih di belakangku? Aku mulai berkhayal yang enggak-enggak. Terbayang adegan seram dalam film horor yang tadi kutonton. Buru-buru aku loncat bangun dari tempat tidur. Langsung lari ke pintu dan menekan saklar lampu. Setelah terang, aku nengok ke kanan kiri, menatap ragu ke arah pojokan tempat tidur yang tadi kupunggungi. Nggak ada apa-apa!! Apa dong tadi  yang ngelus-ngelus punggungku? Atau cuma perasaanku aja ada yang ngelus-ngelus?

Walau jelas nggak ada apa-apa di kamarku, malam itu aku nggak minat tidur di kamar itu lagi. Setengah berlari aku turun dan tidur di depan teve lagi dengan lampu menyala. Suara langkah kakiku di tangga kayu yang terburu-buru menciptakan suara gedubrakan dan bikin bapak terbangun.

“Ada apa sih? Berisik banget?” tanya bapak dengan muka masih kusut.
“Di kamarku ada setan,” jawabku seenaknya sambil menggelar kasur palembang di depan teve.
“Setan apa? Pasti kamu mimpi lagi. Makanya, kalo penakut jangan suka nonton film horor,” sahut bapak.

Malam berikutnya, ternyata horor masih berlanjut. Sekali saja merasakan teror di kamarku sendiri, biasanya butuh waktu seminggu bisa normal nggak takut lagi. Aku masih nggak berani matiin lampu saat tidur. Lampu kubiarkan menyala. Kuselimuti seluruh badan sampai kepala. Beberapa jam pertama, aku masih tidur dengan nyaman. Tapi pertengahan malam, mulai dehh mimpi seram lagi.

Kayaknya serasa beneran dikejar sosok serba hitam. Aku memaksa buka mata, dan kaget bukan main kayak ada mahluk serba hitam di atas tubuhku sedang mencekik leherku. Aku susah napas.

“As…Astg…Astag…” ucapku susah payah.
Kalimat yang ingin kuucapkan itu seperti tertahan di pangkal tenggorokan. Berkali-kali aku mengulang menyebutkannya.
“Astag…astagfr…Astagfirullah!!” ucapku sekuat tenaga.

Begitu kalimat itu terucap, tenggorokkanku terasa longgar dan aku bisa napas lagi.  Huft!! Lega banget deh rasanya. Reflek aku loncat bangun dari tempat tidur. Mataku melotot melihat sekeliling kamar. Nggak ada apa-apa. Untunglah nggak ada apa-apa. Kalau sampai lihat yang aneh-aneh, wadaww!! bisa pingsan deh.
Segera aku turun ke ruang keluarga dan tidur di depan teve lagi dengan lampu nyala.

“Kamu ngapain sih, tiap malem tidur di sini? Lampu nggak dimatiin, boros listrik kan…” tegur ibu sambil menggoyang-goyang tubuhku yang masih asyik ngorok dengan suara syahdu.

Mataku masih riyep-riyep sudah diberondong pertanyaan, bikin ngos-ngosan tapi terpaksa menyahut,

“Di kamar ada setan gede hitam,” jawabku.
“Ah, kamu kebiasaan deh, kalo mimpi aneh-aneh. Di rumah ini mana ada setan?’ bantah ibu.
“Ya ibu, siapa yang mau mimpi aneh. Nggak tau juga sih setan atau bukan. Tapi beneran, Bu, semalem leher rasanya kayak dicekik mahluk besar hitam jelek,” kataku.
“Itu pasti mimpi!” ujar ibu yakin.
“Kalo cuma mimpi, kok beneran nggak bisa napas, Bu?”
“Memangnya kamu lihat setan apa? Kuntilanak atau genderuwo?”
“Hiiiy, Ibu bikin makin takut aja. Nggak tau, nggak jelas. Pokoknya warnanya hitam.”
“Itu namanya kamu ketindihan. Itu sih bukan setan. Itu karena sebelum tidur kamu nggak baca doa.”
“Ih, ibu…siapa yang nggak baca doa? Udah baca doa kok. Ketindihan itu apa sih? Memang rasanya aku ditindih mahluk hitam itu sampai nggak bisa napas.”

 “Gugling aja gih di internet. Masa anak zaman sekarang nggak ngerti ketindihan. Makanya kamu kalo tidur posisinya yang bener. Baca doa dulu. Cuci kaki dan tangan sampai bersih. Wudhu dulu kalo perlu. Nggak ada setan di rumah ini. Kamu kayak anak kecil aja takut sama setan. Apa kamu mau tukeran kamar tidurnya sama adikmu?”

Aku menggeleng kuat-kuat.

“Nggak ah, nggak mau tukeran kamar. Biar gimana tetep paling enak kamar di lantai atas,” jawabku.

Walau terkadang diganggu mimpi aneh, tapi aku nggak berniat pindah kamar. Kamarku itu kamar yang paling enak. Jauh dari keramaian. Jika memang yang sering mengganggu tidurku itu bukan setan, Alhamdulillah. Berarti kamarku aman. Mungkin memang benar aku hanya bermimpi saja.

Tapi mimpi seram disertai sesak napas keseringan seperti itu, bikin capek juga. Aku ikuti saran ibu. Wudhu sebelum tidur dan banyak-banyak baca doa. Malam selanjutnya aku kembali bisa tidur dengan tenang, nggak lagi diganggu dengan peristiwa “ketindihan” itu. Walau tetap saja setiap selesai nonton film horor nggak berani tidur dengan lampu mati.

Malam-malamku mulai terasa damai. Sampai pada suatu malam, aku harus di rumah sendirian! Waduh, selama ini nggak pernah ngerasain home alone. Ketar-ketir juga harus sendirian di rumah malam-malam. Teringat lagi mahluk besar hitam yang sering muncul dalam mimpi disertai susah nafas itu.
Ketika itu malam minggu. Pas kebetulan banget malam itu kedua adikku ada acara di luar kota bersama teman-teman mereka masing-masing. Bapakku mendadak nggak enak badan, panasnya tinggi. Menjelang sore, ibu mengantar bapak ke rumah sakit. Aku sendiri menjaga rumah. Agak malam, ibu menelpon mengabarkan bapak harus dirawat karena mendadak sesak napas dan jantungnya terasa sedikit ngilu.

“Ibu nginep rumah sakit nemenin Bapak,” kata Ibu.
“Aku sendirian di rumah dong?” tanyaku agak panik.
“Ya iyalah. Kamu jaga rumah. Kamu udah gede, udah kerja masa takut tidur sendirian di rumah,” jawab ibu kalem.  

Glekk! Aku menelan ludah. Cilaka, aku bakal sendirian malam itu di rumah. Jelas, aku nggak mau tidur di kamarku sendiri. Aku menggelar kasur di ruang nonton teve, berniat tidur di situ. Tapi tidur di lantai, seringkali nggak bisa nyenyak. Lantas aku berinisiatif pindah tidur ke kamar bapak dan ibu. Aku berharap kamar bapak dan ibu lebih aman dari mimpi-mimpi seram dibanding kamarku yang jauh di lantai atas. Kubiarkan lampu nyala. Rasanya selama beberapa menit aku mulai tertidur dengan tenang. Sampai kemudian…

“Ceklek!!”

Sebuah suara membangunkanku. Mataku membuka cepat. Langsung menatap ke arah pintu kamar bapak dan ibu. Nggak ada apa-apa yang terjadi. Tadi suara apa ya? Kok kayak suara gagang pintu mau dibuka? Mataku masih nggak berkedip menatap ke arah gagang pintu kamar.

“Halah! Parno banget nih. Cuma perasaan gue kali ah.” Aku berusaha menghibur diri lalu kembali memejamkan mata.

“Ceklek! Ceklek!!”

Jreng!! Mataku sontak terbuka lagi, lalu menatap nanar ke arah gagang pintu kamar. Masih nggak ada apa-apa. Aduh, sumpah, tadi jelas kudengar suara gagang pintu ceklak-ceklek lebih kencang dari sebelumnya. Tapi setelah beberapa menit gagang pintu itu aku pelototin tetap aja nggak terjadi apa-apa.

“Ceklek!!”

Dug! Dag! Dug! Jantungku berdebar kencang banget. Ampun!! Kali ini aku beneran melihat gagang pintu kamar itu bergerak!! Mendadak aku panas dingin. Sampai aku nggak berani napas saking takutnya.

“Ceklek! Ceklek!”

Gagang pintu itu bergerak semakin kencang, jelas ada yang berusaha membukanya dari balik pintu. Ampun Tuhan! Aku mengucek-ucek mata. Benar, aku nggak salah liat. Gagang pintu itu memang benar goyang-goyang sendiri!! Hiiiy, siapa yang gerakin? Siapa yang mau masuk kamar ini? Mahluk hitam yang suka bikin sesak napas itukah?

Aku meringkuk di pojok tempat tidur sambil menutupi seluruh tubuhku dengan selimut ibu yang tebal. Aku segera komat-kamit mengucapkan doa. Tapi dalam keadaan kritis seperti itu, yang kuingat cuma surat Al Fatehah. Maka, surat itulah yang kubaca berulang-ulang. Aku masih berharap ini cuma mimpi. Apa lagi penjelasan yang masuk akal dari gagang pintu yang bisa bergerak-gerak sendiri?

“Pak, aneh nih, pintunya nggak bisa dibuka. Padahal tadi kayaknya nggak ibu kunci.”
Aku terkejut mendengar suara dari balik pintu itu. Segera aku menegakkan kepala. Itu kan suara ibu?

Beneran ibu apa bukan ya? Atau setan yang niru-niru suara ibu? Perlahan aku bangun dan berjingkat-jingkat menghampiri pintu, menempelkan kupingku ke pintu dengan harapan bisa mendengar suara di baliknya lebih jelas.

“Bapak juga nggak ngunci pintu ini kok.” Itu suara bapak.
“Coba bangunin anak kita, Bu.. Jangan-jangan dia nih yang ngunci pintu kamar kita.” suara Bapak lagi.

Ah, aku yakin itu memang suara bapak dan ibuku, segera aku menggerakkan kunci dan membuka pintu itu.

“Loh? Kamu di dalam kamar ini toh?” tanya ibu dengan wajah sangat terkejut.

Wajahku nggak kalah terkejutnya. Aku mengucek-ngucek lagi mataku, masih kurang yakin kalau yang ada di hadapanku itu benar-benar bapak dan ibuku.

“Ini beneran bapak dan ibu yaa???” tanyaku ragu.
“Ya iyalah! Memangnya kamu kira siapa? Cuci muka dulu sana! Supaya nggak siwer pandangannya,” sahut ibu.
"Loh, bapak ibu kok pulang? Katanya tadi bapak dirawat?” tanyaku lagi.
“Bapak nggak jadi dirawat. Panasnya udah mulai turun. Detak jantungnya juga udah mulai normal. Tapi bapak diingetin dokter nggak boleh ngerokok lagi.” jawab ibu.

Bapak yang terlihat lelah nggak menyahut, langsung saja masuk kamar dan berbaring di tempat tidur.

“Kamu tidur di sini tadi? Takut ya tidur di kamar kamu sendirian?” tanya ibu dengan nada suara setengah meledek.
“Bukannya takut, Bu. Kalo tidur di kamar ibu kan bisa denger suara-suara mencurigakan di depan rumah. Siapa tau aja ada orang yang niat maling. Kalo di kamarku kan nggak kedengeran suara-suara di lantai bawah.”

Ah, ibu nggak perlu tahu tadi aku ketakutan setengah mati mengira ada setan yang berusaha membuka pintu kamar dan akan mencekikku. Beginilah akibatnya kalau penakut dibiarkan “Home Alone.” Masa kalah sama Mc Culay Culkin sih? Malu-maluin aja

Intermezzo :  
Sekarang aku sudah nggak pernah mengalami “ketindihan”. Mungkin karena rumahku sekarang makin ramai. Lantai atas di perluas sehingga di depan dan di samping kamarku ada kamar kedua adikku. Di lantai bawah, orangtuaku malah membangun 3 kamar yang kemudian disewakan untuk mahasiswi yang kuliah di kampus dekat rumahku. Aman deh sekarang. Lagian, takut itu sama Allah aja yaa… jangan sama yang lain ^_^

Kamis, 19 Juli 2012

Salah Sambung (bukan Arumi seleb)



Saya pernah mendapat telepon dari nomor yang tidak saya kenal. Tapi tetap saya terima. Karena mungkin saja itu telepon dari seseorang yang ingin menyampaikan informasi penting.

Penelepon
(suara wanita) : Halo, ini bener Arumi ya?

Saya : Iya bener, ini siapa ya?

Penelepon : Ini Arumi yang artis itu kan?

Saya : (berpikir sejenak, artis?????) Oooh, bukan, saya bukan Arumi artis, saya Arumi biasa aja

Penelepon : Ah, bohong nih, saya serius mbak, ini Arumi yang artis sinetron itu kan?

Saya : Maksudnya Arumi Bachin? Bukan Mbak, sumpah, saya juga serius, saya bukan Arumi Bachin, saya Arumi Ekowati tukang nulis cerpen dan tukang bikin sepatu lukis

Penelepon : Ooooh....

Telepon mendadak putus. Untunglah akhirnya dia percaya kalau dia telah salah sambung, sehingga saya nggak perlu sumpah pocong segala untuk meyakinkannya...^^

NB : True story, ini benar2 terjadi, saya heran bagaimana mbak tadi bisa dapat no. hp saya dan mengira no. hp Arumi Bachin


Rabu, 06 Juli 2011

KONTES PRINCESS WORLD


Reconstruksi Dongeng Princess
By : Arumi E

Robin melihat ke kanan dan ke kiri, tampak sangat kebingungan.
“Ah, aku tersesat, aku terlalu jauh melintasi hutan. Sepertinya ini bukan lagi wilayah Kerajaanku.” katanya pada diri sendiri.
Robin memutuskan untuk terus berjalan. Hingga lama kemudian, dari kejauhan ia melihat kastil berdinding batu granit.
“Hei, sepertinya itu sebuah Istana. Tapi mengapa Istana itu terlihat begitu muram?” kata Robin sambil terus berjalan menuju Istana.
“Berhenti!”

Tiba-tiba saja dua orang pria bertubuh tegap menghadang langkah Robin.
“Ada keperluan apa anda kemari?” tanya salah satu pria itu. Dari seragam yang mereka pakai, Robin menduga mereka adalah penjaga Istana.
“Maaf, Teman. Aku tersesat. Jika diperkenankan aku ingin beristirahat sejenak di sini.” jawab Robin.
“Dari mana asalmu?” tanya pria satunya.
“Aku ksatria pengembara dari Kerajaan seberang gunung.” jawab Robin.
Kedua penjaga itu memperhatikan seluruh tubuh Robin dari kepala hingga kaki. Lalu mereka saling berbisik.
“Benarkah kau seorang ksatria?”
“Ya, benar. Aku seorang pejuang dan pandai memanah.”
“Jika memang kau seorang ksatria, silakan masuk. Kami akan menguji keahlian memanahmu.”

Robin mengangguk setuju. Robin diantar menuju lapangan di alun-alun Istana. Dengan disaksikan Raja, Ratu dan Panglima Kerajaan itu, Robin menunjukkan keahliannya memanah. Dengan mudah Robin memanah sasaran tepat di tengah dari jarak cukup jauh. Anak panah selanjutnya melesat, tepat membelah anak panah yang telah tertancap sebelumnya di sasaran. Semua yang melihatnya berdecak kagum dan bertepuk tangan riuh.
“Sepertinya kau memang seorang ksatria. Tapi untuk mengetahui apakah kau seorang ksatria sejati, hanya ada satu cara. Siapakah namamu?” tanya Raja.
“Aku Robin Hood, Paduka.” jawab Robin.

“Oh, Robin Hood. Mari, kuantar menemui putriku.” ajak Raja.
Robin mengikuti langkah Raja yang juga diikuti Ratu dan Panglima Kerajaan. Mereka sampai di depan sebuah pintu dua daun yang tinggi, lebar dan tebal. Panglima Kerajaan membuka pintu itu. Raja diikuti yang lainnya memasuki kamar yang sangat luas. Langit-langitnya tinggi mencapai hingga lima meter. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah tempat tidur besar. Di atasnya terbaring seorang putri cantik.
“Ini adalah Putriku, Aurora. Kami menyebutnya sleeping beauty. Telah setahun lamanya Putri Aurora tertidur karena dikutuk penyihir jahat musuh Kerajaan kami. Kutukan itu hanya dapat hilang jika ada seorang ksatria sejatu yang mencium jari jemari tangan Putri Aurora. Sudah begitu banyak pemuda yang mengaku ksatria, tapi tak juga ada yang bisa membuat Putri Aurora terbangun dari tidurnya.” kata Raja menjelaskan.
“Jika berkenan, bersediakah kamu mencium jemari Putri Aurora?” pinta Raja.
Robin Hood mengangguk. Tentu saja ia tak keberatan. Ia memandang kasihan melihat Putri cantik itu hanya tertidur tak bergerak. Robin meraih jemari tangan kanan Putri Aurora lalu menciumnya lembut agak lama. Tak ada reaksi apa-apa. Putri Aurora tetap tertidur dengan nafas teratur. Robin Hood menghela nafas panjang. Ia menyesal sekali karena tak bisa membangunkan Putri Aurora.

“A…ayah?” tiba-tiba saja terdengar suara lembut. Semua terperangah melihat Putri Aurora bangun dari tidurnya.
“Aurora sayang!” teriak Ratu langsung memeluk Aurora.
“Oh, Aurora putriku, kau akhirnya bangun juga…” kata Raja terharu.
“Apakah ini sudah musim semi?” tanya Putri Aurora.
“Ini musim semi kedua yang hampir saja kau lewati, sayang.”
“Oh, sudah berapa lamakah aku tidur? Apakah aku sudah terlambat untuk ikut kontes Princess World?”

“Kau tidur lama sekali putriku. Untunglah ada Robin Hood yang telah menolongmu. Kau belum terlambat untuk ikut kontes Princess World. Robin Hood, bersediakah kau mengantar putriku ke Istana Putih tempat acara kontes itu diselenggarakan?” tanya Raja pada Robin Hood.

“Tentu saja aku bersedia, Paduka Raja.” jawab Robin Hood yang memang langsung terkesima melihat kecantikan Putri Aurora.
Ditemani Robin Hood, Putri Aurora berangkat menuju Kerajaan putih, tempat Putri Snow white dan Ratu Serena, ibu tirinya tinggal. Setiap tahun, di awal musim semi, Ratu Serena mengadakan kontes Princess World. Ia mempunyai cermin ajaib yang bisa tahu siapa Putri tercantik di dunia.

Sesampai di Istana Putih, telah banyak Putri yang hadir. Ada Cinderella, yang ditemani Tinkerbell, Belle si beauty dari Kerajaan Beast, Putri Jasmin datang dengan karpet terbangnya bersama Aladin kekasihnya. Ariel si Little Mermaid juga ikut serta. Putri Mulan dari Cina juga tak ketinggalan.
Setelah semua Putri dari berbagai Kerajaan telah semuanya hadir, para Putri berdiri berjejer rapi di atas panggung mengenakan gaun mereka yang terbaik. Semuanya tampak cantik. Pasti sulit sekali memilih putri yang tercantik di antara mereka. Tapi cermin ajaib milik Ratu Serena selalu tahu jawabannya. Dan semua percaya dengan pilihan cermin ajaib itu.
“Terima kasih atas kehadiran semua Putri di Istanaku ini. Kalian semua terlihat sangat cantik. Tapi siapa putri tercantik akan dipilih oleh cermin ajaibku ini.” kata Ratu Serena.

Dua orang pelayannya membawa sebuah cermin besar setinggi dua meter dengan lebar delapan puluh senti. Cermin itu di letakkan di sisi panggung sebelah kanan. Satu persatu putri berkaca di cermin itu. Bergaya, berputar ke kiri dan ke kanan. Setelah semua putri bercermin, tibalah saat bagi cermin ajaib untuk memutuskan siapa putri yang tercantik di dunia.

“Mirror...the magic mirror, siapakah putri yang tercantik di dunia?” tanya Ratu Serena.
Cermin tak langsung menjawab. Baru beberapa menit kemudian terdengar suara sang cermin ajaib.
“Hm...putri tercantik di dunia tentu saja Snow White si Putri Salju, siapa lagi?” kata cermin ajaib.
Segera saja suasana menjadi riuh.
“Tapi aku tak melihat Putri Salju ikut dalam kontes ini.” protes Aladin.
Ratu melihat sekeliling ruangan. Benar, ia baru menyadari sejak tadi tak melihat Putri salju.
“Di mana Putri Salju?” tanya Ratu Serena.
“Maaf, Ratu, Putri Salju baru saja pergi bersama Putri Ayu utusan dari Indonesia pemenang kedua Indonesia mencari bakat.” jawab pelayan penjaga Putri salju.
“Apa? Mengapa ia tak minta ijin padaku? Ke mana dia pergi?” tanya Ratu Serena sedikit marah.

“Putri Salju hanya meninggalkan selembar surat, Ratu.” jawab sang pelayan penjaga sambil menyerahkan surat yang ditinggalkan Putri Salju di atas tempat tidurnya.

Ratu Serena ibuku yang terhormat.

Mohon maaf aku harus pergi segera mengejar pesawat menuju Amerika Serikat. Aku dan Putri Ayu dari Indonesia memutuskan pergi ke Amerika untuk mendaftar ikut serta dalam kontes menyanyi American Idol. Aku tak suka ikut kontes kecantikan, Ratu. Aku suka menyanyi. Dan banyak yang bilang suaraku merdu sekali. Putri Ayu juga bilang begitu. Karena itu aku dan Putri Ayu sepakat untuk memilih ikut serta dalam kompetisi American Idol. Maafkan aku, Ratu.

Your beloving Snow White.


Ratu Serena terkejut membaca surat itu.
“Snow Whiteeeee!!!! Tapi kan kamu bukan warga Amerika serikat, mana boleh ikut American Idol???!!” omel Ratu, lalu segera memerintahkan pengawalnya mengejar Putri Salju ke bandara.
~ End ~

Inilah kumpulan Princess hasil lukisanku di sepatu kanvas ^_^








Senin, 14 September 2009

Lurus Jalan Terus



Pada suatu hari di jalan raya seorang pengendara mobil mendadak terpaksa mengerem mobilnya karena tiba-tiba motor yang ada di depannya juga berhenti tiba-tiba. Setelah menarik nafas lega karena berhasil mencegah tabrakan, pengendara mobil itu membuka kaca mobilnya dan menongolkan kepalanya keluar jendela mobilnya sambil mengklakson berkali-kali pengendara motor di depannya.
Merasa terganggu dengan suara klakson yang nyaring, pengendara motor pun menoleh ke arah pengendara mobil.

“Hei! Kenapa kamu mendadak berhenti padahal nggak ada lampu merah? Ayo lekas jalan! Kamu mengahambat saya!” teriak pengendara mobil kepada pengendara motor.
Pengendara motor itu membuka helmnya.
“Bapak lihat tanda di depan itu?” tanyanya kepada pengendara mobil sambil menunjuk tada lalu litas di depan.
“Kenapa? Itu kan justru tanda ‘ LURUS JALAN TERUS’ . Kenapa kamu malah berhenti? Gimana sih kamu!” kata pengendara mobil itu masih dengan nada suara tinggi.
“Justru saya mentaati tanda lalu lintas di depan itu, Pak! Rambut saya kan keriting, nggak lurus. Makanya saya berhenti...” kata si pengendara motor sambil menunjuk rambutnya yang keriting awut-awutan.

Menjaga Pintu



Ketika Nasruddin masih kanak-kanak, ibunya yang akan pergi ke pasar meminta Nasruddin untuk menjaga rumah. Sebelum pergi, sang ibu berpesan, :
“Nasruddin selama ibu pergi, jaga pintu rumah baik-baik! Jangan jauh-jauh dari pintu. Awasi terus sepanjang waktu. Jangan lepas pandanganmu dari pintu rumah. Akhir-akhir ini banyak maling berkeliaran. Jika pintu rumah tak kau jaga, mereka bisa masuk rumah dan mencuri barang-barang di rumah kita.”
“ Baik, bu!” janji Nasruddin.

Setelah sang ibu pergi, Nasruddin duduk di depan pintu rumahnya melaksanakan amanat dari ibunya. Sejam kemudian, datang paman Nasruddin.
“Nasruddin, di mana ibumu?” tanya pamannya.
“Oh, sedang pergi ke pasar, Paman!” jawab Nasruddin.
“Wah, apakah masih lama? Padahal banyak saudara kita yang akan datang berkunjung kemari sebentar lagi. Tolong cari ibumu dan katakan padanya agar segera pulang dan bersiap menyambut saudara-saudara kita yang akan berkunjung.” perintah Paman Nasruddin. Lalu sang paman pergi meninggalkan Nasruddin yang kebingungan sendiri. Nasruddin tak tahu apa yang harus dilakukannya. Sang ibu menyuruhnya menjaga pintu. Sedangkan pamannya menyuruhnya mencari ibunya. Jika ia pergi, siapa yang akan menggantikannya menjaga pintu?
Nasruddin mencoba berpikir mencari jalan keluar. Tak lama ia segera bangkit dengan wajah ceria.

“Aha! Aku tahu!” teriaknya kepada dirinya sendiri.
Nasruddin masuk ke dalam rumahnya mencari peralatan pertukangan lalu ia menjebol engsel-engsel pintu rumahnya. Setelah pintu rumahnya terlepas, ia segera membopong pintu rumahnya itu dan pergi ke pasar menyusul ibunya.
“Dengan begini, maka aku tetap melaksanakan perintah ibu untuk tak jauh-jauh dari pintu!” kata Nasruddin.

Sumber : Kisah si Pandir Nasruddin