Malam itu, sendirian aku menuju Amsterdam naik bus Euro Flix. Merasakan sendirian ke negara lain. Yup, dari Perancis ke Belanda bisa ditempuh dengan naik bus selama kurang lebih tujuh jam.
Ah, pengalaman tak terlupakan. Aku berani sendirian menyeberang dari Paris ke Amsterdam. Walau sepanjang perjalanan aku lebih banyak tidur.
Bus sampai di Amsterdam tepat pukul tujuh pagi. Langit terlihat terang, tapi setelah bus berhenti dan aku keluar, ternyata di luar dinginnya bukan main. Sangat berangin dan anginnya itu dingin.
Lumayan perjuangannya di udara sedingin itu menyeret, kadang mengangkat koper seberat 20 kg.
Aku turun di stasiun yang paling dekat dengan rumah sepupuku.
Sebentar, aku harus mengingat momen ini. Akhirnyaaa... Aku bisa ke Amsterdam! Kota ini telah dua kali menjadi setting cerita di dua novelku. Selama ini aku cuma mendengar cerita tentang Amsterdam dari sepupuku yang sudah tinggal di kota ini selama 25 tahun.
Sebelumnya, aku nggak pernah menyangka bisa datang ke kota ini, walau di sini tinggal sepupuku. Jika aku ingin ke sini, tetap saja harus aku usahakan sendiri dengan biaya sendiri. Setelah bertahun-tahun, akhirnya di bulan April 2018 bisa terwujud keinginanku berkunjung ke rumah sepupuku. Alhamdulillah. Terima kasih ya Allah atas rezeki yang telah Engkau limpahkan.
Akhirnyaaa... Menginjakkan kaki di rumah sepupuku. Aku biasa memanggilnya Mbak Nany.
|
Halaman belakang rumah Mbak Nany. |
Ini halaman belakang rumahnya. Lupa nggak berfoto di depan rumah. Lingkungan rumahnya enak banget. Bersiiiih, sepiii, hehe. Tenteram banget sepertinya tinggal di sini.
Aku cuma punya waktu dua hari di Amsterdam. Hari pertama bisa aku habiskan bersama sepupuku. Hari ke-2, aku kembali berkumpul dengan tim travelingku.
Setelah aku istirahat sebentar, sekitar pukul sepuluh sepupuku dan suaminya mengajakku jalan-jalan ke tempat-tempat yang nggak akan aku kunjungi bersama teman travelingku besok.
Aku diajak ke Lisse dan melihat kebun bunga milik petani.
|
Bunganya masih belum banyak yang mekar. |
Diajak ke pantai. Tapi nggak kuat. Anginnya kencang banget dan dingiiin.
Dan akhirnya diajak ke Zaanse Schans. Tempat ini menunjukkan Belanda tempo dulu. Ada toko sekaligus tempat pembuatan keju, toko dan tempat pembuatan coklat, kincir angin. Ada juga toko penuh klompen.
|
Masih nggak percaya bisa mewujudkan mimpi ke tempat ini. Tempat yang aku tulis di novelku yang terbut tahun 2013. |
|
Bersih yaaa ... Bening banget airnya. |
Klompennya gedeee...
Di sini ada museum klompen. Sejarah klompen dan klompen zaman dulu mulai dari pertama dan peekembangan modelnya dipajang di sini. Lengkap deh ada berbagai model klompen. Bahkan ada klompen yang mewah banget bertabur berlian.
|
Klompen bertabur berlian. |
Di sini juga ada pabrik keju yang menjual beraneka ragam jenis keju.
|
Di dalam toko keju yang kejunya dibuat langsung di sini. |
|
Suka banget lihatnya. Bersiiiiiih. |
|
Beberapa suvenir. Mahal juga harganya. Magnet kulkas 3 euro per pc. Makanya nggak beli banyak-banyak. Buat pribadi aja, hehe. |
|
Di dalam tram dari rumah Mbak Nany ke pusat kota Amsterdam. |
Malamnya, Mbak Nany ngajak aku jalan-jalan ke pusat kota Amsterdam. Dinginnyaaa bukan main. Suhu di bawah 5 derajat celcius.
Untunglah akhirnya kami masuk kafe yang hangat.
Ah, rasanya pengin agak lama di sini. Semoga suatu saat nanti bisa ke sini lagi. Dan tinggal di sini sebulan. Aamiin ^_^
Selanjutnya cerita hari ke-2 di Amsterdam.