Boleh baca dulu review dari Mbak Atria Sartika yang saya copy paste dari link berikut : http://www.atriadanbuku.blogspot.co.id/2015/12/review-giveaway-merindu-cahaya-de-amstel.html
“Kalau kau sudah punya niat kuat ingin mewujudkan sesuatu, selalu ada jalan untuk mencapainya. It law of attraction namanya. Yakinlah dengan keinginanmu.” (Hal. 184)
Penulis: Arumi E
Editor: Donna Widjajanto
Tata letak isi: Fajarianto
Desain sampul: Shutterstock & Suprianto
Penerbit: Gramedia
Jumlah hal.: 271 halaman
ISBN: 978-602-03-2010-6
“Pekerjaanku adalah menangkap cahaya.”
Cahaya mentari sore menciptakan warna keemasan di permukaan Sungai Amstel. Mengingatkan Nicolaas Van Dijk, mahasiswa arsitektur yang juga fotografer, pada sosok gadis Belanda dengan nama tak biasa. Khadija Veenhoven. Gadis yang terekam kameranya dan menghasilkan sebuah foto “aneh”.
Rasa penasaran pada Khadija mengusik kenangan Nico akan ibu yang meninggalkannya sejak keci. Tak pernah terpikir olehnya untuk mencari sang ibu, sampai Khadija memperkenalkannya pada Mala, penari asal Yogya yang mendapat beasiswa di salah satu kampus seni di Amsterdam.
Ditemani Mala, Nico memulai pencariannya di tanah kelahiran sang ibu. Namun Pieter, dokter gigi yang terpikat pada Mala, tak membiarkan Nico dan Mala pergi tanpa dirinya. Dia menyusul dan menyelinap di antara keduanya.
Tatkala Nico memutuskan berdamai dengan masa lalu, seolah Tuhan belum mengizinkannya memeluk kebahagiaan. Dia didera kehilangan dan rasa kecewa itu dia lampiaskan pada Khadija yang telah mengajarinya menabur benih harapan.
Kembali Nico mencari jawaban. Hingga sinar yang memantul di permukaan Sungai Amstel menyadarkannya. Apa yang dicarinya ada di kota Amsterdam ini dan sejak awal sudah mengiriminya pertanda. Akankah kali ini Nico berhasil memeluk kebahagiaannya?
***
“Jangan menilai aku setinggi itu, Mala. Aku malu sama Allah. Allah tahu kesalahanku sebanyak apa. Tidak ada manusia suci. Manusia sering salah dan khilaf. Tapi, dari kesalahan kita belajar memperbaikin diri.” (Hal. 53)
Novel ini bercerita tentang kehidupan muslim di Eropa. Dalam novel ini ada 4 tokoh dengan porsi yang hampir sama banyak. Mereka adalah Khadija, Nico, Mala, dan Pieter. Namun Khadija dan Nico mendapat porsi yang sedikit lebih banyak.
Diceritakan bahwa Khadija Veenhoven adalah perempuan Belanda yang menjadi muallaf. Sejak memutuskan menjadi seorang muslimah, Khadija berusaha mengamalkan sebaik mungkin hal – hal yang sudah ia pelajari tentang Islam, termasuk dalam hal memakai hijab dan membatasi pergaulan dengan yang bukan mahram.
Di sisi lain, perkenalannya dengan Mala dan Nico membawa hal baru dalam hidupnya. Khadija merasa memiliki teman baik sejak berkenalan dengan Mala. Sedangkan dengan Nico, Khadija meras bingung harus bersikap seperti apa. Awalnya Khadija merasa terganggu dengan kehadiran pemuda itu di kehidupannya namun lama kelamaan ia mulai merasa nyaman dengan Nico.
Kemudian Khadija memperkenalkan Mala pada Nico yang kemudian jadi akrab. Nico bahkan ikut ke Indonesia saat Mala sedang ada kegiatan yang membuatnya harus kembali ke Indonesia selama beberapa waktu.
Di sisi lain, ada pula Pieter. Pieter ini sepupu Khadija yang mendadak tertarik dengan Islam. Selain itu, Pieter ternyata jatuh hati pada Mala setelah Khadija memperkenalkan mereka berdua. Sedangkan Mala malah tertarik pada Nico.
Bagaimanakah akhir dari kisah keempat orang ini?
“Aku tidak memaksamu menjalani hidup seperti aku, Mala. Karena yang akan menjalani hidupmu adalah kamu sendiri. Kamu yang paling tahu seperti apa cara hidup yang paling nyaman buatmu.” (Hal. 99)
***
“Soal dosa atau tidak dosa, cuma Allah yang berhak menilai.” (Hal. 100)
Novel ini sebenarnya bergenre novel religi, lebih tepatnya novel Islami. Kenapa? Karena di dalam novel ini banyak dibahas tentang Islam. Menariknya yang diketengahkan adalah cerita kehidupan Khadija sebagai muallaf.
Kehadiran Mala, mahasiswi Indonesia yang juga menggeluti seni tari menghadirkan warna tersendiri dalam hidup Khadija yang seorang muallaf. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim yang banyak. Meski bukan negara Islam, Indonesia identik dengan Islam. Namun Mala sendiri digambarkan masih sering lalai dalam menjalankan ibadahnya sebagai seorang muslim.
Selain itu, dihadirkannya sosok Nico yang terus berusaha memahami tentang agama. Ini karena ia tidak mengerti pilihan ibunya yang meninggalkan ia dan ayahnya karena alasan beda agama.
Selain itu, Arumi menghandirikan penggambaran yang tepat namun menyentil tentang beberapa hal yang berkembang di masyarakat. Seperti kisah di awal pertemuan Mala dan Khadija. Pikiran – pikiran Mala yang cenderung berburuk sangka pada Khadija memang banyak tejadi *dan saya pun sering mengalami hal serupa..hiks..* Entah kenapa ada sejumlah pandangan bahwa mereka yang “terlihat” memiliki penampilan yang lebih Islami (baju longgar, jilbab panjang dan lebar) punya “hobi” menceramahi orang lain. Ini membuat sejumlah orang merasa tidak nyaman. Mereka berpikir bahwa orang dengan penampilan seperti itu akan mudah men-judge orang lain kemudian sibuk menceramahi orang tersebut. Sayangnya, tidakkah mereka berpikir bahwa bisa jadi merekalah yang telah lebih dulu men-judge orang tersebut hanya karena penampilannya? Apa yang disampaikan oleh Arumi E dalam adegan perkenalan awal Mala dan Khadija ini cukup menyentil. Dan bisa jadi pemikiran yang menarik jika dicermati.
Selain itu di halaman 173, digambarkan ketertarikan Nico, laki-laki yang berasal dari Belanda, pada masyarakat Indonesia. Ia menyampaikan keheranannya pada sikap orang Indonesia yang seolah tidak merasa dendam pada orang Belanda padahal mereka tahu bahwa Indonesia punya sejarah buruk dengan Belanda. Orang Indonesia masih tetap ramah padanya.
Semua kondisi yang diketengahkan oleh Arumi E dalam novel ini adalah pelajaran yang menarik.
Salah satu bagian yang paling berkesan adegan di halaman 230. Saat diceritakan proses menjadi muallaf. Bagian dari proses ini menjadi “peringatan halus” bagi mereka yang menjadi muslim sejak kecil.
Novel ini terasa sangat pas. Percakapannya menarik tanpa kesan menggurui namun memberi banyak pelajaran penting. Deskripsi tempatnya pun menarik. Porsiromance dalam novel ini pun pas, ada untuk memberi warna untuk cerita namun tidak terlalu banyak sehingga mengaburkan hal yang berusaha disampaikan oleh penulis melalui kehidupan tokoh – tokohnya.
Oiya, pilihan menggunakan POV 3 pun terasa lebih pas. Ini membuat semua sudut pandang jadi mendapat kesempatan untuk ditampilkan dan membuat pembaca memahami sikap dan karakter tokoh-tokohnya.
Yang terasa kurang adalah layout di dalam buku yang kaku. Terkesan monoton dan penuh. Sehingga bisa mengundang rasa bosan pembaca.
Namun kekurangan itu menjadi tidak begitu berarti karena cerita yang disuguhkan menarik dan cover bukunya manis. :)
“Semua butuh proses, Mala. Allah menilai proses yang kamu lalui. Yang penting kamu sudah berusaha menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.” (Hal. 100)
***
“Hidup memang sering kali terasa tidak adil. Manusia baru sadar hikmahnya setelah beberapa waktu kemudian.” (Hal. 198)
“Karena manusia memang diciptakan beragam. Tuhan bilang supaya kita saling mengenal. Manusia memang tidak akan bisa seragam, punya cara hidup dan keyakinan pilihan sendiri. Yang harus kita lakukan adalah saling menghargai pilihan masing – masing.” (Hal. 237)
***
Alhamdulillah ... "Merindu Cahaya de Amstel" menjadi salah satu dari 10 buku terlaris bulan November 2015 di toko buku onlie scoop.“.... soal keyakinan adalah soal hati. Biarkan hatimu mencari sendiri apa yang paling nyaman untuk kamu jalani.” (Hal. 240)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar