Photo by Arumi E |
Photo by Arumi E |
5 Januari 2014,
09.00 - 16.00 waktu setempat
Hari kedua di Singapura, kami bangun pagi-pagi sekali. Pukul 6.00 kami sudah antri mandi. Pukul 8.00 kami sudah keluar hotel untuk mencari sarapan di luar. Kami memang sengaja tidak memilih paket sarapan di hotel. Rasanya lebih seru kalau menjelajahi Singapura untuk mencari sarapan sendiri.
Inilah pertama kalinya kami mencoba bus di kota ini. Waaah, nyaman banget. Mirip Trans Jakarta. Ber-AC, tapi tidak perlu naik dari halte khusus. Cukup di halte biasa. Haltenya pun dilengkapi dengan keterangan bus apa saja yang berhenti di halte tersebut dan daerah mana saja yang dilewati. Lengkap dengan petanya. Jadi, bagi orang yang belum tahu, bisa membaca informasinya di setiap halte.
Naik bus kota, bisa membayar dengan koin tunai, atau dengan kartu berlangganan. Tapi saat kami naik pertama kali, kami belum benar-benar mengerti. Bus pertama yang kami naiki, saat bertanya pada sopirnya, ternyata tidak bisa bahasa Inggris, kami pun turun lagi, menunggu bus berikutnya.
Di bus berikutnya, untunglah sopirnya bisa berbahasa Inggris dan orangnya baik sekali. Saat kami bertanya di mana bisa membeli tiket bus untuk satu hari all in, sopir bus bilang bisa dibeli di stasiun MRT. Kami diantar hingga stasiun MRT terdekat, yaitu di Clark Quay. Dan gratis, kami bertiga nggak usah bayar. Baik banget yaaa sopir busnya ... ^_^
Di stasiun MRT Clark Quay, lagi-lagi kami dibuat bertanya-tanya, hihihi. Maklumlah, pertama kali ke Singapura, jadinya yaa sering noraknya. Terutama aku dan Erma. Kalau Mbak Nany sih masih mending, di Belanda juga ada MRT, cuma beda tipis aja. Tiket MRT bisa dibeli dengan mesin. Tapi yaaah walau sudah baca petunjuk pemakaian, tetap saja kami kelihatan bingungnya. Syukurlah warga Singapura baik-baiiiiikkkkk banget deh.
Seorang cowok Singapura mengajarkan kami cara membeli tiket via mesin. Saat kami bertanya di mana membeli tiket yang bisa dipakai seharian, cowok itu bilang bisa dibeli di tempat pembelian tiket, hihihi, yaiyalah yauw. dia menunjukkan tempatnya, tapi ternyata di situ masih tutup.Cowok itu menyarankan kami ke stasiun MRT China Town saja. Biasanya sudah buka. Kami pun membeli tiket MRT 3 lembar untuk sekali jalan. ternyata kubaca bisa dipakai sebanyak 6 kali.
Naah, akhirnya kami berkesempatan merasakan MRT Singapura. Aku yang jarang nemu transportasi canggih langsung saja terkagum-kagum. Interiornya sih mirip ya sama Trans Jakarta. Tapi kata Mbak Nany, MRT itu nggak ada masinisnya. semua diopersikan dengan komputer. Waaah, canggih ya... Horaaay, lagi-lagi aku membayangkan, kelak jika MRT di Jakarta sudah jadi, akan seperti inilah bentuknya.
Tapi karena MRT di Jakarta nanti di atas jalan raya, aku memperkirakan bentuknya akan lebih menyerupai Sky train di Bandara Changi, beda dengan MRT Singapura yang berada di bawah tanah. MRT ini panjang banget, gerbongnya banyak. Petunjuk-petunjuknya juga jelas sekali, memaksa calon penumpang untuk mengikuti aturan yang sudah ditetapkan.
Seperti contohnya, di lantai tempat menunggu pintu MRT terbuka, diberi tanda di mana tempat berdiri calon penumpang dan di mana tempat yang akan dilalui penumpang yang nanti turun. Jadi harus disiplin ya, benar-benar menunggu semua penumpang turun, barulah kita boleh masuk. Dan itu tak perlu diberitahu kondektur, kita sudah paham sendiri. Ohya, lagipula, MRT ini minim pegawai kok. Sopirnya aja nggak ada, apalagi kondekturnya, hehehe. Tapi buktinya bisa tertib. Wanita didahulukan duduk. Lelaki tahu diri mengalah berdiri jika masih ada wanita yang perlu duduk. Kan lelaki harus menunjukkan sikap gentleman, hehehe.
Hayooo, orang Indonesia seperti ini juga yuuuk. Menghargai orang yang lebih membutuhkan tempat duduk. Dahulukan orangtua, penyandang disabilitas dan ibu hamil atau ibu yang membawa anak kecil.
Mirip ya sama interior Trans Jakarta yang terbaru ^_^ |
Mejeng di dalam MRT walau agak burem ^_^ |
Ohya ... ada cerita yang bikin kami cengar-cengir saat berada di MRT. Pagi-pagi MRT masih sepi, di sekitar kami hanya ada 2-3 orang yang duduk. Aku duduk di deretan kursi yang kanan kiriku kosong. Erma dan Mbak Nany duduk di deretan kursi di depanku. Karena Erma memang hobi ngemil, ternyata dia membuka kantong chips dalam tasnya, dan diam-diam dia mengunyah chips. Aku memandangi Erma, tau-tau Erma mengeluarkan sebungkus chips dan mengulurkannya ke arahku.
"Mau Mbak?" katanya.
Otakku berpikir, di Trans Jakarta aja nggak boleh makan di dalam bus, apalagi di sini yang tentunya lebih rapi lagi. Walau memang nggak ada yang berjaga di depan pintu. Tapi anehnya kok bungkusan chips itu aku terima.
"Boleh ya makan di dalam?" tanyaku tapi sambil membuka bungkus chips dan mencomot beberapa, lalu memasukkan ke dalam mulutku dan mengunyahnya.
"Boleh aja kayaknya," jawab Erma, sambil matanya jelalatan melihat-lihat dinding MRT kalau-kalau ada tulisan dilarang makan di dalam MRT.
Eng ing eng! Ternyata memang ada tulisan itu! Dilarang makan dan minum di dalam MRT, jika melanggar dendanya 500 dolar Singapura! Langsung saja aku menyimpan bungkus chips ke dalam tas.
Huft! Kami pikir selesai sampai di situ. Larangan itu hanya sekadar aturan agar dipatuhi warga Singapura yang naik MRT. Tapi kemudian aku baru sadar, tak jauh dari pintu terpasang kamera CCTV, diberi keterangan, tempat ini diawasi CCTV. Walah! Jadi aku makan keripik tadi pasti sudah terekam CCTV itu!
Waah, untung saja tak lama kami turun di stasiun China Town. Huft!!
"Haduuh kalian ini, dendanya 500 dolar loh," kata Mbak Nany.
Kami cuma bisa cengar-cengir. Yaah, semoga kami dimaklumi sebagai wisatawan kurang pengetahuan yang masih kesasar di sini. Lagipula aku cuma sekali ngunyah doang kok. Begitu sadar langsung aku masukkan tas lagi chipsnya :D
Tiap pintu keluar MRT, dilengkapi petunjuk peta. Mendukung banget deh buat turis |
Di Stasiun China Town, kami membeli tiket untuk dipakai bebas selama seharian, berlaku bagi MRT dan bus ke jurusan mana saja. Satu tiket seharga 20 dolar Singapura. 10 dolar tiketnya berlaku untuk 3 hari. 10 dolar lagi jaminan, kalau kartu dikembalikan paling lambat 3 hari sesudah dibeli, kami akan mendapat uang kembali masing-masing 10 dolar.
Setelah membeli tiket, kami memutuskan keluar stasiun dan berjalan-jalan melihat-lihat China Town. Ternyata tempat ini tak jauh dari tempat yang semalam kami telusuri. Waah, ternyata semalam kami berjalan cukup jauh juga ya ...
Nah, ada lagi yang bikin aku terkejut saat kami baru saja keluar stasiun hendak masuk ke mal pecinan, ada seorang pemuda yang menghadang kami. Dia minta diberi uang karena baru keluar dari penjara. Pakaiannya biasa, tidak lusuh, penampilannya juga tidak seperti preman terminal di Jakarta. Aku terkejut karena ternyata di Singapura ada juga orang yang minta uang mengaku baru keluar dari penjara. Kok mirip ya sama yang sering naik ke kopaja di Jakarta, hehehe. Ternyata saat kami bilang, sorry, pemuda itu nggak memaksa. Kami bisa tenang melanjutkan perjalanan.
Erma, mejeng di tempat kita sarapan |
Sampai di Harbourfront |
Toiletnya bersih dong pastinya. Plus tersedia tempat sampah yang dipisahkan jenis sampahnya.
Hm, jalan-jalan ke Singapura itu bisa sekalian studi banding loh. Kebiasaan yang bagus-bagus bisa diterapkan di Indonesia. Salah satunya ya tempat sampah yang dipisah-pisah berdasarkan jenis sampahnya seperti ini.
Semula kupikir The Merlion itu letaknya nggak jauh dari Harbourfront. Ternyata ini tempat menuju pelabuhan kapal feri bagi yang mau menyeberang ke Sentosa Island. Bisa juga naik kereta gantung. Tapi kami nggak ada rencana ke Sentosa Island.
Kami pelajari lagi peta, dan baru sadar ternyata The Merlion itu letaknya di sekitar Marina Bay. Kami naik MRT lagi ke jurusan Marina Bay. Saat Mbak Nany melihat ada stasiun bernama Holland Village, dia mengajak berhenti sebentar, ingin tahu, seperti apa tempatnya. Apakah seperti Holland?
Pintu keluar MRT, di Holland Village |
Setelah kami melihat-lihat, walau pun masih ada beberapa restoran China, ternyata di Kampung Belanda ini memang cukup banyak restoran ala Eropa. Kami perhatikan juga banyak orang-orang berambut pirang dan berwajah Eropa. Mungkin di wilayah ini memang banyak orang Belanda yang tinggal di sini kali ya ...
Setelah berjalan-jalan, kami menemukan Holland Village Market. Ada food center di sini. Kami memutuskan makan siang dulu. Mbak Nany memesan nasi lemak ala Malay untuk dicoba rame-rame dan membeli kwetiaw rebus bebek panggang lagi.
Nah, di sini lagi-lagi kuperhatikan, ada orang-orang tua yang bekerja sebagai pembersih meja. Hebat ya di sini, nenek-nenek dan kakek-kakek masih diterima bekerja dan masih semangat bekerja.
Ada lagi cerita lucu. Saat kami mulai makan, ada seorang nenek China yang bertugas membersihkan meja, berdiri di samping meja kami. Dia melihat ke arahku dan bertanya apa aku muslim? Aku sholat kan? Karena dari sekian banyak orang yang makan di situ, memang hanya aku yang memakai kerudung. Aku menjawab iya. Dia bilang aku nggak boleh makan kwetiaw rebus itu, karena nggak halal. Aku diberi tahu yang mana yang menjual masakan halal.
Mbak Nany sudah bilang kalau itu kwetiaw bebek panggang, nenek itu tetap saja bilang aku nggak boleh makan, hehehe.
Wah, jadi terharu dengan perhatian nenek itu. Padahal sepertinya dia bukan muslim, tapi dia peduli dengan kebutuhan muslim yang harus makan makanan halal. Aku pun berhenti deh ikut-ikut mencicipi kwetiaw itu. Aku sudah cukup kenyang kok, tadi kan sudah ikut makan nasi lemak plus lauknya bertiga. Lumayan enak juga.
Menu makan siang di Holland Village, Nasi lemak |
Nah, ada satu lagi nih hal yang patut dicontoh di sini. Walau ini pasar, tapi kerapihan dan kebersihannya terjaga. Bahkan waktu kami melihat pasar tradisionalnya, tetap rapi dan bersih juga. Yang aku suka, tersedia toliet bersih dan standar, dalam arti juga disediakan toilet untuk penyandang disabilitas. Sepertinya kota ini sangat peduli dengan hak dan fasilitas penyandang disabilitas
Erma, mejeng di depan Holland Road |
Anaknya itu berlari-lari hingga jatuh dan akhirnya nangis. Yaaah, nggak jadi deh nanya-nanya karena bapaknya segera menggendong anaknya pulang.
Kami masih penasaran, melihat ada ramai-ramai di dekat situ. Ternyata itu adalah bazaar yang menjual barang-barang second. Banyak dijual pakaian-pakaian bekas, tas, sepatu. Sempat nggak menyangka juga, wah, ternyata warga Singapura senang belanja barang second juga yaaa ...
Mbak Nany tertarik pada sebuah tas berwarna coklat. Harganya 3 dolar Singapura. Dibeli deh ... Lumayan buat kenang-kenangan ...
Ini dia tas yang beli di bazaar barang second. Lumayan ... |
Setelah puas melihat-lihat Holland Village, kami kembali masuk ke stasiun MRT dan melanjutkan perjalanan ke stasiun Promenade. Berdasarkan informasi dari peta yang kami baca, jika ingin ke Marina Bay harus turun di stasiun Promenade, lalu transit menuju yang ke arah Marina Bay.
Keluar dari stasiun Promenade, kami malah keterusan berjalan hingga bertemu dengan Singapore Flyer. Waah kok mirip ya sama London Eye. Ternyata nggak usah jauh-jauh ke London kalau mau naik ini. Cukup ke Singapura aja, hehehe. Tapi pemandangannya kan beda yaaa...
Keluar dari stasiun Promenade sempat bingung. Foto-foto dulu deh ^_^ |
Kami terus berjalan, sekali-kali foto-foto. Hingga akhirnya kami sampai ke The Helix. Aku masih belum tahu di mana letak The Merlion. Barulah setelah berjalan di Marina Bay Seating Gallery aku bisa melihat The Merlion dari kejauhan. Walah... akhirnya... ketemu juga. Nggak perlu naik MRT lagi. tapi kayaknya harus jalan jauuuh banget nih ...
Ah, nggak apa-apa deh, sekalian olahraga. Kami kan memang hobi jalan ... ^_^
Akhirnya sampai di dekat Outdoor Theatre |
Dari sini The Merlion masih jauuuh ... |
The Merlion masih jauh di belakang |
Setelah dengan pedenya minta fotoin bule yang lewat, akhirnya kami bisa berfoto bertiga ^_^ Tapi ... The Merlion-nya nggak kelihatan >.< |
Saat kami sudah sampai di depan Esplanade Mal, Mbak Nany bilang nyerah nggak mau jalan lagi sampai Ke The Merlion. Katanya jauuuuh. Waduuuh sayang banget kan, masa udah ke Singapura tapi nggak mejeng dekat The Merlion. Setelah istirahat sebentar, foto-foto, makan keripik, makan es krim durian, akhirnya Mbak Nany mau juga melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Hayuuuuh, semangaaaat!!
Depan Esplanade Mal mejeng dulu foto sama patung ^_^ |
Kami berjalan kaki perlahan menyusuri pedestrian, di sebelah kiri kami, pemandangan ke arah air laut dengan beberapa kapal pesiar kecil berlayar membawa wisatawan. Sebelah kanan jalan raya dibatasi bangku panjaaang terbuat dari beton yang menerus, menyatu dengan pot tanaman.
Yeay! Akhirnya... sampai juga ke The Merlion yang tadi terlihat jauuuuh dan kecil.
Akhirnya ... ketemu juga The Merlion ^_^ |
Mejeng dengan Mbak Nany |
Waah, Erma latar belakangnya lebih bagus ^_^ |
Sudah selesaikah petualangan kami hari itu? Beluuum ... masih ada hal menegangkan lainnya saat kami berusaha pulang kembali ke hotel. Asyiknya nyasar bertiga di Singapura. Tunggu lanjutan ceritanya yaaa ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar