Laman

Minggu, 25 Maret 2018

Traveling : Jepang Tradisional di Kyoto

Hari kedua di Kyoto. Pukul sembilan pagi kami sudah siap berangkat. Padahal hujan gerimis. Tapi karena tempat wisata yang harus kami kunjungi cukup banyak, kami tetap berangkat pagi-pagi.

Di depan pintu hostel, tersedia payung khas Jepang yang transparan. Membuat kami tampak romantis difoto di bawah gerimis
berpayung transparan itu.


Kunjungan pertama adalah ke kuil Fushimi Inari. Kami naik bus menuju ke sana.


Tak peduli gerimis, ternyata tempat ini dipenuhi pengunjung.

Pintu gerbang menuju kuil














Pintu keluar kuil.
Kuil Inari ini terkenal dengan terowongan dari susunan gerbang berwarna merah. Ternyata untuk bisa berfoto tepat di tengah-tengah susah sekali. Selalu saja ada pengunjung yang melewati terowongan itu. Tempat wisata ini benar-benar ramai pengunjung!

Kuil ini juga masih dipakai untuk tempat sembahyang. Jadi, hati-hati saat berfoto di sini ya, jangan sampai mengganggu orang yang mau beribadah.

Kami keluar dari pintu gerbang yang beda dengan ketika masuk. Di sepanjang jalan keluar, berjajar penjual penganan ringan khas Jepang yang dimasak langsung di tempat.

Ada yang khas di sini. Ubi goreng yang diiris tipis memanjang lalu ditaburi gula pasir. Ubinya empuk banget. Juga ada gurita goreng dan takoyaki.

Perjalanan kami lanjutkan menuju kuil emas.










Setelah puas melihat-lihat dan berfoto di kuil emas, kami melanjutkan perjalanan ke kuil berikutnya.

Sampai di sini kakiku mulai berasa pegal. Hujan masih turun. 4 teman menyewa kimono untuk dipakai menuju kuil.

Wah, aku nggak sanggup deh kalau harus mendaki ke atas kuil dengan memakai kimono dan alas kaki kayu khas Jepang yang mirip bakiak.

Aku dan dua temanku berjalan perlahan di belakang teman yang menyewa kimono. Satu temanku sudah kelelahan. Kami beristirahat dulu di sebuah kafe.

Tempat penyewaan kimono

Mesin minuman sering terlihat di pinggir jalan. 

Jalan menuju kuil

Kafe tempatku istirahat sejenak

Pesannya cuma salad dan lemon tea. 

Jalan masuk menuju kuil. Nggak pakai tiket.
Langsung masuk aja

Naik tangganya lumayan

Di kuil ini banyak wisatawan menyewa kimono

Karena aku ke sini sendirian, cuma bisa selfie

Akhirnya ada turis dari Seoul yang ngajak
gantian saling motoin. 

Aku sendirian naik ke kuil, temanku nggak mau ikut masih kecapean. Karena sendiri, aku cuma bisa berfoto dengan cara selfie. Beruntung ada dua gadis wisatawan asal Korea Selatan yang cantik-cantik (beneran mirip bintang drakor) minta tolong difotoin dan berjanji akan gantian motoin aku. Sayangnya aku nggak moto dua gadis itu dan nggak saling follow instagram 😅

Setelah magrib, kami melanjutkan perjalanan ke jalan Gion. Di sepanjang jalan ini terdapat rumah-rumah yang arsitekturnya masih mempertahankan bentuk rumah tradisional Jepang.



Di sini aku mulai nyicil beli suvenir khas Jepang di toko yang ada di Jalan ini.

Harganya lumayan. Kaos bertulis Jepang harga satuannya sekitar 1000 yen. Pembatas buku pun 1000 yen. Gantungan kunci antara 375 yen sampai 500 yen.




Melihat rumah-rumah ini jadi ingat rumah Nobita di film kartun Doraemon :)



Hari semakin malam. Kami menyudahi jalan-jalan keliling Kyoto. Tunggu lanjutannya ya.

Perjalanan kami berikutnya pindah kota ke Osaka.




Sabtu, 24 Maret 2018

Traveling : Merasakan Jepang Tempo Dulu di Kyoto


Dulu, traveling ke Jepang itu rasanya cuma mimpi. Ah, biayanya kan mahal. Tapi, beruntung aku punya teman yang hobi traveling dengan cara hemat ala backpacker. Maka, jadilah aku bisa mewujudkan mimpiku bisa menginjakkan kaki di Jepang.

Perjalanan diawali dengan naik pesawat menuju Kuala Lumpur. Pesawat kami tiba pukul 8 malam. Kami nongkrong dulu deh di bandara KLIA, menunggu pesawat menuju Osaka yang baru akan berangkat pukul 1 dini hari waktu setempat.

Sampai KLIA, nongkrong dulu
nunggu pesawat ke Osaka. 

Akhirnya tibalah saat pesawat berangkat ke Jepang. Excited banget!

Setelah menempuh perjalanan selama 6 jam, akhirnya sampailah kami di bandara Osaka pukul 9 pagi waktu setempat.



Akhirnya ... menjejakkan kaki di Jepang. 
Tapi, kami nggak berhenti di Osaka. Temanku yang sudah berpengalaman ke Jepang mengajak kami ke Kyoto dulu. Kami pun naik kereta menuju Kyoto kurang lebih selama 1 jam.








Sampai di Kyoto, kami langsung nyari tempat makan. Laper banget! Nggak beda dengan resto Jepang di sini, makanannya udon.

Setelah itu kami jalan kaki dari stasiun menuju hostel kami. Lumayan deh 900 meter,  hehe. Namanya juga traveling ala backpacker. Bakal banyak acara jalan kaki.

Istirahat sebentar di hostel. Mandi dan makan camilan. Pukul 3 sore kami memulai jalan-jalan kami pertama ke Nara Park.

Naik kereta dari stasiun Kyoto ke Nara. Keretanya mirip commuter line di Jakarta. Tentu saja mirip, karena kereta CL Jakarta memang asalnya dari Jepang.


Keretanya mirip commuter line di Jakarta


Sesampai di Nara Park, banyak rusa yang berkeliaran. Rusa ini sudah jinak, nggak takut didekati orang. Tanduknya sudah dipotong. Hikss kasihan.

Bisa beli makanan rusa kalau mau ngasih makan rusanya.


Di Nara Park ini juga ada kuil Kohfukuji.







Kuil Kohfuji di waktu malam









Makan malam udon lagi

Stasiun Kyoto di waktu malam

Di Kyoto juga ada pengamen. Tapi ngamennya teratur. 


Kyoto di waktu malam

Temanku Kiky yang bikin aku berani ke Jepang.