Laman

Selasa, 26 Agustus 2014

Silaturahim Penulis buku Islami Gramedia

Senin yang ramai ... tapi aku semangat bangun pagi dan berangkat ke kantor Gramedia di Palmerah.
Karena hari ini adalah hari yang seru. Kumpul-kumpul penulis-penulis buku-buku Islam Gramedia.

Aku selalu antusias datang tiap kali ada undangan dari Gramedia. Karena berdasarkan pengalamanku, acara yang diadakan Gramedia selalu oke. Selain dapat ilmu, makanannya juga toooop. Hehehehe.

Dan ... surprise lainnya adalah, ternyata di acara talkshow ada Bang Tere Liye. Waaaah, salah satu penulis yang aku sukai tulisannya akhirnya bisa kulihat langsung.

Walau pun aku rada segan mau minta foto bareng, hehehe. Jadi, kalau di sini nggak ada bukti foto bareng dengan beliau, bukan berarti hoax, lho ;)

Akhirnya bisa lihat langsung Bang Tere Liye setelah selama ini cuma baca novelnya ^_^
Photo by Mbak Linda Razad
Selain Bang Tere, hadir juga menceritakan pengalaman promosi di medsos pemilik akun tweet nikah. Waaah, aku banyak mendapat pencerahan cara promo di medsos, walau sampai sekarang aku sudah mencoba dan entahlah, aku nggak jago promosi ... Mungkin harus berlatih lebih giat lagi kali yaaa ^_^

Padahal sih aku sudah memanfaatkan twitter, fb, blog dan instagram. Mungkin masih kurang gencar kali ya usahaku? Hehehe. Ah, salut deh sama Bung Marah Adil yang bisa sukses banget berpromosi di media sosial.

Kalau Bang Tere lain lagi. Beliau cuma punya fanpage FB. Nggak ada twitter, instagram, bahkan blog. Bang Tere percaya, cukup dengan menulis dan menerbitkan buku bagus, kalau pembaca puas membaca bukunya, itu akan jadi media potensial yang akan menyebarkan keunggulan bukunya kepada pembaca lainnya. Terbukti dengan buku-buku beliau yang selalu menjadi best seller.

Waaah, Bang Tere sih tulisannya memang selalu bagus. Semoga kelak aku bisa sesukses Bang Tere. Aamiin


Aku ada di foto ini sedang mendengarkan dengan seksama
sharing Bang Tere promo buku di medsos.
Hayo, aku yang mana? ^_^
Photo by Mbak Linda Razad


Ohya, kenapa aku bisa diundang ke acara Gramedia yang keren ini? Karena novel tema Islami karyaku yang berjudul "Hatiku Memilihmu" diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Alhamdulillah ^_^

Dan akan terbit novelku yang lainnya di GPU. Tungguin yaaa ^_^



Minggu, 24 Agustus 2014

My Best Friend Wedding

Halooo, selamat hari ini.

Hari ini aku harus menyelesaikan revisi novel karyaku terbaru. Besok sudah harus dikirim. Ah, semoga aku bisa menyelesaikannya tepat waktu walau lumayan banyak catatan yang diberikan editor.

Ini karena kemarin aku harus menemani sahabatku Selvy Erline menjalani detik-detik ia mengakhiri masa lajangnya. Dia memintaku datang sejak pagi supaya bisa ada di dekatnya saat acara ijab qabul.

Sejak malam sebelumnya, aku sudah begadang membungkus kado. Mungkin kado itu bukan barang mewah, namun semoga bisa diterima sahabatku. Pukul satu dini hari baru aku tertidur. Saat subuh aku terbangun segera solat subuh lalu mandi. Langsung bersiap-saip berangkat ke rumah Selvy yang lumayan jauh deh dari rumahku.

Aku memilih naik busway yang paling mudah. Berangkat pukul tujuh teng, sampai di rumah Selvy pukul 9 pagi. Acara ijab qabul pukul 10 pagi. Jadi, aku masih bisa ngobrol-ngobrol dengannya sebelum acara berlangsung.

Selvy, sahabat yang dulu sering sama-sama saling mencurahkan perasaan sebagai sama-sama lajang. Ternyata takdir menetapkan dia lebih dulu menemukan pasangan hidupnya. Selamat ya, sahabatku. akhirnya terwujud juga harapan dan impianmu, membina rumah tangga sakinah, mawaddah, warohmah.

My best friend wedding


Dulu, rasanya tak terbayang andai aku ditinggal sendirian sebagai satu-satunya lajang. Tapi saat akhirnya masa itu tiba, ternyata aku baik-baik saja. Yah, aku mulai terbiasa ke mana-mana sekarang sendiri. Sadar, kelak sahabatku nggak akan selalu bisa menemaniku ke tempat-tempat yang sering kami datangi untuk menambah pengalaman dan pengetahuan seperti dulu.

Kalau nggak salah, awal perkenalanku dengan Selvy tahun 2003, saat kami sama-sama mengikuti sebuah acara pelatihan jurnalistik yang diadakan RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa). Sejak saat itu kami semakin dekat, karena sama-sama tertarik belajar menulis. Lalu kami jalan-jalan ke acara pameran buku di Senayan. Dan saat kami menemukan stan FLP (Forum Lingkar Pena), kami mendaftar untuk belajar menulis di sana.

Setelah mendapat ilmu menulis yang lumayan, kami sama-sama memberanikan diri mulai menulis cerpen remaja dan mengirimkannya ke berbagai majalah. Senangnya saat akhirnya cerpen-cerpen kami berhasil terbit. Awalnya, kami hanya berani membuat cerpen. Hingga puluhan cerpen kami dimuat di majalah-majalah remaja. Sampai akhirnya datang kesempatan menerbitkan novel. Pertama kali novelku dan Selvy yang terbit adalah novel cerita Korea.

Hm, sahabatku ini bikin aku yang semula anti cerita Korea, akhirnya tergila-gila dengan aktor Korea Kang Ji Hwan, gara-gara dipinjamkan drama Korea, "Lie to Me". Ada untungnya juga, gara-gara aku ketularan suka nonton drama Korea, aku berhasil menulis lima novel cerita Korea.

Kemudian, aku dan Selvy menulis novel remaja berdua, ini adalah salah satu impian kami. Novel yang menceritakan tentang dua sahabat yang karakaternya kami ambil dari karakter masing-masing. yang satu super langsing, yang satu bongsor. Awalnya nama tokohnya Lala dan Jojo, tapi penerbit minta diganti, akhirnya menjadi Lalas dan Joana. Semula judul novelnya "Sweet Revenge" tapi saat terbit diganti jadi "Cinta yang Sempurna". Ah, senangnya, akhirnya aku dan Selvy berhasil bikin novel duet.

Dulu aku dan Selvy hobi banget mengikuti berbagai kegiatan yang menantang dan berharap kami akan bertemu jodoh di sana. Paling seru saat aku punya ide ikut kegiatan komunitas sepeda gunung. Selvy mau saja. jadilah kami berangkat pagi-pagi sekali, pukul tujuh pagi sudah berkumpul di hutan UI untuk mulai bersepeda gunung di jalan hutan yang amburadul, licin, curam. Meniti pinggir danau buatan, sampai harus menyeberang jembatan yang hanya terbuat dari batang pohon kelapa. Hadeeeuh, kita nekat banget ya dulu? Tapi itu jadi kenangan tak terlupakan dan pernah kumasukkan dalam novel.

Yup, sudah banyak kegiatan yang kami lakukan berdua. Sampai akhirnya kami terpisah jauh. Selvy memutuskan bekerja di Batam selama dua tahun, sementara aku masih setia membangun karirku sebagai penulis di Jakarta. Hingga akhirnya Selvy pulang ke Jakarta, kukira aku bakal bisa sering hangout berdua lagi, ternyata Selvy pulang ke Jakarta untuk menikah ^_^

Sekarang, sudah saatnya aku mandiri. Rasanya aku memang sudah mulai terbiasa sendiri. Tetap bisa happy kok ke toko buku sendiri, belanja pakaian atau kerudung sendiri, nonton bioskop sendiri. Menjadi lajang terakhir bukan berarti kesepian. Apalagi pada dasarnya aku memang senang suasana tenang.

Semua kejadian yang sudah kulalui, telah menempaku menjadi pribadi yang sangaaaaat ikhlas. Karena hidup itu memang begitu, persis keripik kentang yang nggak rata itu, berliku-liku. Kadang bahagia dan sedih datang silih berganti. Tapi cobaan bukan untuk diratapi dan disesali, melainkan untuk dilalui dan dihadapi. Lalu saat badai sudah berakhir, yakinlah langit akan cerah, mungkin akan membiaskan lengkung pelangi.

Ada satu hal yang membuatku terharu dalam acara ijab qabul sahabatku kemarin, saat menyaksikan ayah Selvy mengucapkan kalimat : Saya nikahkan dan kawinkan anak saya ...

Langsung saja ingatanku melompat ke sosok bapakku. Bapak yang sekarang sedang dalam masa pemulihan. Satu pertanyaan menggelayut dalam hati. Saat nanti akhirnya aku menikah, apakah bapak sudah bisa bicara selancar itu?

Ya Allah, semoga Engkau berkenan menyembuhkan bapakku seperti sedia kala, dan kelak bisa menjadi waliku saat aku menikah. Entah kapan, hanya Allah yang tahu.

Anyway, intinya aku bahagia dan bersyukur atas semua yang sudah diberikan Allah untukku. Aku jalani saja hidupku ini apa adanya. Tanpa beban, menjalani saja rencana-rencanaku yang berhubungan dengan tulis menulis. Karena yang berhubungan dengan jodoh, itu di luar wewenangku sebagai manusia biasa ^_^.

Walau kini resmi sudah aku jadi jomblo sendirian, tapi aku tetap happy lah selama Nicholas Saputra dan Keanu Reeves masih jomblo juga. Berasa ditemenin gitu, hihihihi ^_^

Well, akhirnya, aku mengalami persis seperti yang dialami Keira, sahabat Dara saat ia membantu Dara menyiapkan pernikahan sahabatnya itu. Momen my best friend wedding yang tertuang dalam novel "Hatiku Memilihmu" bab "Sepucuk Surat Undangan".

Ini cuplikan adegan Keira dan Dara yang mirip deh dengan aku dan Selvy :

Dara tertawa geli, lalu menepuk pundak sahabatnya itu.

“Setiap orang ada waktunya sendiri-sendiri dalam menemukan jodohnya, Kei. Sepertinya kamu masih dibutuhkan untuk menyebarkan cara berpakaian Islami untuk lebih banyak muslimah di New York. Nanti, kau akan terkejut, saat tiba-tiba saja muncul cowok tampan dan baik hati yang melamarmu dan ternyata sudah lama memperhatikanmu diam-diam,” kata Dara berusaha menghibur Keira.

Keira hanya mengangkat bahu.

“Hei, gue nggak sedih kok. Nggak masalah buat gue kalau jodoh gue datangnya masih nanti-nanti,” kata Keira santai, kemudian tersenyum lebar.

Now, It’s all about you and Brad, Dara! Kita fokus pada itu saja,” lanjut Keira.

Dara segera memeluk erat Keira.

Thank you my best friend,” ucap Dara sembari mengelus lembut punggung Keira.

“Ups, elo nyebut gue best friend, bikin gue merasa mengalami momen My best friend wedding,” sahut Keira seraya melepaskan diri dari pelukan Dara.

Dara hanya tersenyum lebar. Keira selalu saja mampu membuat ketegangannya menghadapi persiapan pernikahannya ini lenyap dengan celotehannya. Keira yang tidak berubah, tetap ceplas-ceplos, tetap ber‘elo-gue’ dengan Dara, walau pun kini ia sudah rajin mengaji dan selalu salat tepat waktu. Keira yang kini menerima Dara apa adanya dan Dara pun menerima Keira apa adanya.

Dara berani memastikan, Keira Subandono adalah sahabat sejatinya yang tidak akan tergantikan oleh siapa pun.




Happy wedding, my best friend. wish you all the best yaaa ^_^

Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but today is a gift, that’s why its called the present. – Pooh, Disney Words

Minggu, 17 Agustus 2014

Dirgahayu negeriku, Indonesia



17 Agustus!

Ada rasa haru menyeruak tiap kali hari sampai pada tanggal ini. Teringat kisah tentang perjuangan bapak-bapak bangsa kita untuk memerdekakan negeri ini.

Perjalanan bangsa ini masih panjang, tapi aku selalu optimis, suatu saat Indonesia akan menjadi negara hebat. Aamiin.

Dirgahayu negeriku Indonesia yang ke 69 tahun.




Apa pun rintangan yang dialami negeri ini, aku tetap bangga menjadi warga negara Indonesia. Negeri luar biasa indah dan kaya. Akan tiba saatnya muncul putra putri terbaik bangsa yang akan memajukan negeri ini.

Selamat ulang tahun Indonesiaku, aku cinta padamu

Ini beberapa logo HUT RI ke 69 karya anak-anak bangsa yang keren-keren.

Ah, bangganya aku menjadi warga negara Indonesia ^_^








Minggu, 03 Agustus 2014

Ketika Musim Mudik Tiba

Selamat datang di Kulon Progo Binangun ^_^


Selamat datang Agustus!

Hari ini, cuti bersama lebaran telah berakhir. Mulai senin besok, Jakarta akan kembali normal. Dipadati penduduknya yang aktif berlalu-lalang membuat jalanan Jakarta menjadi super padat.

Plt Gubernur Bapak Ahok akan kembali sibuk mengurusi penduduk Jakarta, yang tentunya, seperti tradisi setiap habis Lebaran, jumlahnya akan bertambah dengan pendatang.

Kali ini aku ingin mengenang masa laluku, saat aku masih kuliah dulu. Ini sepenggal kisah tentang mudik, yang tercecer dalam ingatanku.

Sudah menjadi tradisi bagi sebagian orang, menjelang lebaran adalah musim mudik. Tapi tradisi itu tak ada dalam keluargaku, walau Bapak dan Ibuku adalah perantauan di Jakarta, sejak aku kecil tak pernah sekalipun Bapak mengajak kami sekeluarga mudik ke desa Janten, Jogjakarta, untuk berlebaran bersama Mbah, bulik dan dua sepupuku. Alasan Bapak, karena malas berdesak-desakan dan bermacet-macet ria bersama para pemudik lain.

Bapakku memilih mengajak kami sekeluarga mudik ke kampung halaman Bapak dan Ibuku di Jogja justru seminggu sebelum berpuasa. Sanak saudara kami yang tinggal bertebaran di berbagai pelosok kota, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Jogja juga terbiasa berkumpul seminggu sebelum bulan Ramadan, bersilaturahmi sekaligus berziarah ke makam para leluhur kami. Acara itu kami sebut sebagai acara ruwahan.

Terkadang aku penasaran ingin tahu bagaimana rasanya mudik menjelang lebaran, dan aku juga ingin sekali-kali merasakan bagaimanakah suasana lebaran di kampung Mbahku. Selama bertahun-tahun rutinitas lebaran yang aku jalani di lingkungan tempat tinggalku selalu sama. Di awal pagi Idul Fitri, kami pergi ke masjid dekat rumah, bersiap sholat sunnah Idul Fitri bersama-sama warga tempat tinggalku di halaman masjid.

Seusai sholat Idul Fitri, kami saling berkunjung bersalaman-salaman kepada semua tetangga di kanan, kiri, depan dan belakang rumah. Penduduk di daerah tempat tinggalku kebanyakan adalah warga asli Betawi -Tangerang, merekalah yang menjadi tuan rumah,  sementara kami warga pendatang berkunjung mendatangi rumah mereka satu-persatu. Acara silaturahmi dengan tetangga itu biasanya akan berakhir menjelang pukul sepuluh pagi.

Kemudian dilanjutkan berlebaran ke rumah bulik bapakku dan kakak ibuku. Begitu rutin setiap tahun. Hingga aku merasa suasana lebaran bagiku biasa-biasa saja, kecuali tempat tinggalku yang semakin padat yang artinya semakin banyak tetangga yang harus dikunjungi.

Pada suatu lebaran, ketika aku masih duduk di bangku kuliah, bapakku berencana mengajak kami sekeluarga mudik di hari kedua lebaran.

“Mudik di hari lebaran, pasti jalanan menuju Jogja tak sepadat sebelum lebaran.” Alasan bapak.

Kami semua setuju. Bagiku tak mengapa kami datang terlambat ke kampung Mbahku. Walau sudah hari kedua lebaran, pastilah masih terasa aura lebarannya. Setelah kami usai bersilaturahmi kepada tetangga dan keluarga besar di Jakarta, kami segera pergi tidur, agar bisa bangun menjelang subuh, dan langsung berangkat begitu usai sholat subuh.  Kami sekeluarga menumpang mobil minibus tua yang sudah tak ber-AC milik bapak yang dikendarai sendiri oleh bapak. Waktu itu, bapak masih sehat, masih muda, masih kuat menyetir mobil jarak jauh. Pandangannya pun masih awas.

Perkiraan bapak lalu lintas mudik di hari kedua lebaran pasti lancar tak terbukti. Ternyata banyak juga warga yang memilih baru mulai mudik di hari kedua lebaran. Di beberapa tempat malah ramai sekali dan menimbulkan sedikit kemacetan. Tapi tentunya tak semacet hari-hari sebelumnya. Aku sangat menikmati perjalanan itu. Tak sabar ingin segera sampai di desa Mbahku.

Lewat tengah hari, kami beristirahat di sebuah rumah makan bermaksud hendak makan siang sekaligus menumpang sholat dzuhur. Rumah makan itu lumayan besar, tak ada pengunjung lain kecuali kami. Seorang pelayan mempersilakan kami duduk dan memberikan buku menu.

“Wah, asyik nih, ada sop. Aku mau sop saja, segar," kataku.
“Ibu juga mau sop deh.”

Kedua adikku dan bapak memesan soto ayam. Kami memesan es jeruk sebagai minumannya. Sambil menunggu pesanan, kami sholat dzuhur di mushola rumah makan itu. Tapi seusai sholat, ternyata makanan pesanan kami belum juga diantarkan.

“Kok lama banget ya? Udah keburu laper nih,” keluhku.
“Ayamnya belum ditangkap kali ya?”sahut adikku.
“Ayamnya lagi pada lebaran, hehehe.” Adikku yang bontot ikut nimbrung.

Hingga lebih dari setengah jam, pesenan kami belum juga dihidangkan.

“Wah, kalau memang mereka belum siap melayani pesanan, harusnya jangan buka dong! Jadi kan kita nggak terjebak terlanjur memesan di sini,” keluhku.

“Ya sudah, sabar, kan masih lebaran, masa udah mau ngomel lagi,” tegur ibu.
 “Pasti karena banyak pegawainya yang mudik. Ini Bersyukur loh, masih ada tempat makan yang buka, menolong musafir yang mudik hari ini seperti kita,” kata bapak.

Aku terdiam malu sendiri. Benar, baru saja sebulan lalu berpuasa, menahan segala nafsu amarah, kemarin bermaafan, tak pantas jika sekarang sudah mulai mengomel lagi.

Setelah hampir empat puluh menit, akhirnya pesanan kami baru tersaji. Sopnya tampak dipaksakan segera matang. Wortelnya masih agak keras. Ayam di soto ayam juga masih agak kenyal. Es jeruk yang kami pesan ternyata adalah minuman serbuk jeruk yang diaduk dengan air dingin. Tapi kami nikmati saja semua hidangan itu. Ini lebaran, ikhlas pasti lebih baik untuk semakin menyemarakkan suasana lebaran. Setelah kami cukup beristirahat, kami kembali melanjutkan perjalanan.

Menjelang magrib, sampailah kami di desa Janten. Dari jalan raya, rumah Mbahku sudah terlihat di kejauhan. Karena kanan kiri jalan adalah sawah membentang, maka pandangan menuju rumah Mbahku itu tak terhalang. Mbah, bulik dan kedua sepupuku menyambut kami penuh suka cita.

Desaku yang kucinta. Datang ke rumah ini selalu saja menyegarkan pikiran 


Setelah saling bermaaf-maafkan, aku segera mengeluarkan penganan khas lebaran dari Jakarta yang kami bawa, ada : dodol betawi, tape ketan hitam, uli, kue kembang goyang dan akar kelapa.

“Wah, makanan lebaran di Jakarta seperti ini ya?” kata Mbah putri yang kemudian mencoba dodol betawi.

Bulik dan sepupuku juga ikut mencicipi penganan yang kami bawa. Sementara aku langsung melahap kue khas lebaran di desa Janten seperti apem, wajik tape ketan, krimpying, bakpia dan banyak lagi.

Hidangan kue di Desa Janten
Nggak ketinggalan lemper dan tempe benguk
Foto by Erma


Bagiku rasanya nikmat sekali, karena bercampur dengan rasa sukacita berkumpul bersama Mbah Putri, bulik dan kedua sepupuku.

Lebaranku tahun itu sungguh istimewa.