Laman

Senin, 31 Maret 2014

Memory Kuliah part 3 : Horornya Sidang Skripsi Jurusan Arsitektur

3DMax buatanku. Bagian belakangnya kurang. Tapi sudah lumayan kan? ^_^


Halo teman-teman. Apa kabar di akhir bulan Maret ini?

Well, aku mau lanjutin lagi ya, berbagi kisah pengalaman suka duka kuliah Arsitektur. Siap-siap buat teman-teman yang berminat kuliah Arsitektur. Kuceritakan pengalaman paling horor selama aku kuliah Arsitektur. Tugas akhir. Yup, bagiku, momen ini adalah momen paling mengerikan.

Akhirnya, di tahun kelima aku kuliah, sampailah aku pada mata kuliah terakhir, Tugas Akhir. Mata kuliah paling fenomenal dan paling membuat degdeg-an. Kami hanya diberi waktu satu semester untuk mempersiapkan semuanya. Membuat makalah setebal dua ratus halaman lebih dan kemudian membuat gambar konsep sekaligus gambar kerja. Butuh konsentrasi lebih dan bikin super stres.

Tugas akhir di jurusan Arsitektur dibagi menjadi dua tahap. Tiga bulan pertama, mempersiapkan konsep tema tugas akhir yang aku pilih, menuangkannya dalam makalah setebal dua ratus halaman lebih. Setelah itu, di bulan ke tiga, aku harus mempresentasikannya di hadapan dosen-dosen penguji. Jika lulus tahap ini, aku boleh lanjut ke tahap studio. Tapi jika belum lulus tahap pertama, harus memperbaiki dulu konsep dan makalah tugas akhir itu.

Total mahasiswa-mahasiswi jurusan Arsitektur yang akan mengikuti mata kuliah tugas akhir mencapai seratus orang lebih. Dibagi menjadi empat tim. Penentuan tim ini juga cukup membuat cemas. Menurut kabar dari senior, ada tim tertentu yang dosen pengujinya terdiri dari dosen-dosen baik hati yang dengan ringan memberi nilai tinggi sehingga kemungkinan lulus cukup besar, tapi ada tim yang kabarnya kelak akan diuji oleh dosen-dosen cukup killer, pelit memberi nilai, kemungkinan lulus kecil kecuali hasil tugas akhir kami bagus sekali.

Aku cukup terpengaruh dengan desas-desus yang ditiupkan para senior.  Malam sebelum pengumuman pembagian tim, aku berdoa sebanyak-banyaknya disertai sholat tahajud, berharap keberuntungan ditempatkan di tim yang dosen-dosen pengujinya baik hati.

Keesokan paginya, aku berangkat ke kampus dengan perasaan was-was. Sedikit takut melihat pengumunan pembagian tim tugas akhir. Belum sampai aku ke papan pengumuman yang memajang daftar pembagian tim tugas akhir, aku disambut seorang temanku yang langsung menyalamiku. Semula aku berpikir positif mengira temanku itu memberi selamat karena aku masuk tim tugas akhir yang dosen-dosen pengujinya baik hati, tapi ternyata, kalimat yang keluar dari mulutnya membuatku lemas lunglai.

“Turut berduka cita ya, Rum. Elo masuk tim empat. Tim paling killer. Dosen pengujinya ada tujuh dosen.
Kebanyakan galak-galak lagi,” kata temanku itu.

Tega nian temanku itu menakut-nakutiku seperti itu. Dengan hati gemetar, aku memberanikan diri menghampiri papan pengumuman, melihat deretan nama yang telah dibagi menjadi empat tim. Dan memang benar! Namaku tercantum di tim empat, tim yang dosen-dosen pengujinya paling mengerikan! Dadaku semakin bergemuruh. Belum apa-apa aku sudah merasa kalah dan takut.

“Kasihan deh lo Rum. Cuma elo aja dari kelas kita yang masuk tim empat. Siap-siap deh lo dibantai,” kata temanku yang lain.

Awalnya aku merasa lemah tak berdaya, kemudian aku sadar, aku tak boleh memulai mata kuliah tugas akhir ini dengan semangat negatif. Aku harus mengumpulkan keyakinan bahwa aku pasti bisa menjalani tugas akhir ini dengan baik. Harus bisa, AKU HARUS LULUS!

“Ah, nggak usah kasihan sama gue deh. Gue nggak perlu dikasihani. Gue nggak mau kalah sebelum berperang. Gue harus yakin gue pasti bisa!” jawabku lantang, sengaja agar temanku yang tadi secara tak langsung meremehkan kemampuanku itu merasa keki.

Lihatlah! Aku tetap bersemangat, tak tergoyahkan keyakinanku! Tapi di dasar hatiku yang paling dalam, tentu saja terbesit rasa was-was. Oh, aku punya firasat akan menjalani proses panjang yang penuh tekanan dan melelahkan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

Dimulailah masa tugas akhir, diawali memperkenalkan diri di hadapan dosen pembimbing tim empat. Aku memandangi satu-persatu dosen-dosen pengujiku ini. Tentu saja semuanya sudah kukenal. Beberapa di anataranya memang dikenal sebagai dosen yang cukup tegas. Mungkin bukan galak, tapi ketegasannya terkadang bikin senewen. Timku terdiri dari dua puluh lima mahasiswa-mahasiswi. Dan hanya ada dua mahasisiwi termasuk aku yang seangkatan denganku. Yang lainnya adalah angkatan senior satu tahun di atasku.

Langkah pertama, dosen pembimbing meminta kami membuat konsep tema dan judul tugas akhir kami masing-masing. Aku segera melupakan segala rasa was-was. Mulai fokus berusaha menjalani tugas ini penuh semangat dan harapan. Tapi aku harus menghadapi tantangan pertama yang lumayan menyesakkan hati. Ya, berkali-kali konsepku ditolak dosen pembimbingku itu. Dan kejamnya beliau, dengan tega mengucapkan kata-kata pedas atas kesalahan yang kubuat.

“Kamu lima tahun kuliah belajar apa saja? Masa membuat konsep saja kamu nggak bisa?” Begitu tegur dosen pembimbingku.

Membuat perasaanku tak karuan dan mulai terpengaruh, aku mulai meragukan kemampuanku. Dalam hati rasanya ingin menangis tiap kali dosen pembimbingku menghina konsep yang kubuat. Biasanya aku menangis sesampainya di rumah, melepaskans egala emosi, setelah merasa lega, aku kuatkan hati untuk bangkit dan terus maju. Ya, aku harus kuat, aku tak mau gagal. Aku harus lulus tahun itu. Aku tak ingin mengecewakan Bapak dan Ibuku. Segera kuperbaiki konsep tugas akhirku.

Selama masa penyusunan konsep dan pembuatan makalah, ada juga acara saling berkunjung antar tim tugas akhir. Terkadang aku ikut hadir dalam asistensi temanku di tim lain, walau aku hanya menyimak dan mendengarkan penjelasan dosen pembimbing mereka. Dalam pengamatanku, sepertinya dosen pembimbing tim lain memang bersikap lebih baik dari dosen pembimbingku.

Sebaliknya, di satu waktu, gantian beberapa teman dari tim lain ikut menghadiri asistensiku dengan dosen pembimbingku. Dan pada saat itulah aku merasa hancur lagi. Di depan teman-temanku dengan suara lantang dosen pembimbingku bilang konsepku salah disertai makian yang bikin hati nyeri. Kali ini membuatku down karena dosen pembimbingku itu mengucapkan kata-kata pedas tentangku dihadapan banyak teman-temanku.

“Kamu balik lagi aja deh ke semester satu! Masa bikin konsep seperti ini saja nggak bisa! Bodoh banget ya kamu. Kamu belum pantas lulus!” kata dosen pembimbingku dengan suara keras dan mata membelalak.

Ya Tuhan, sedih banget rasanya. Andaikan tak malu, kubiarkan emosiku meluap dalam bentuk tangisan. Tapi untunglah air mataku masih bisa kutahan. Aku tak mau lebih mempermalukan diri lagi dengan menangis di hadapan teman-temanku dan dosen pembimbingku. Setelah asistensiku selesai, teman-temanku lain tim yang tadi turut menyaksikan asistensiku, segera mengumbar kata-kata ikut bersimpati.

“Tabah ya, Rum. Pak itu memang gitu. Nggak usah diambil hati,” hibur salah satu temanku.
“Gila, tega banget ya, Pak itu ngatain lo kayak gitu. Sadis!” komentar temanku yang lain.

Komentar seperti itu justru membuatku semakin sebal. Oh, rasanya aku malu sekali dan sedihnya bukan main. Andai kamarku dekat, ingin rasanya aku segera berlari masuk ke kamarku dan menumpahkan segala tangisku di atas tempat tidurku. Tapi seperti yang sudah-sudah, keinginanku untuk lulus tahun ini sangat kuat, mengalahkan segala rasa malu dan tertekan. Aku harus lulus. Aku tak boleh merepotkan orangtuaku karena kalau aku gagal, orangtuaku masih harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk kuliahku satu semester lagi.

Tidak, sudah cukup. Aku berjanji akan lulus. Semester itu adalah semester terakhir orangtuaku membiayai kuliahku. Tahun berikutnya aku harus sudah bekerja dan mampu mencari uang sendiri.

Percayalah teman, semangat yang positif sepertinya mampu menciptakan aura yang positif juga. Esok harinya, Pak dosen pembimbingku itu memanggilku ke ruangannya. Segala rasa takut aku kesampingkan.

Aku bertekad tak akan menunjukkan wajah lemah tak berdaya di hadapan dosen pembimbingku. Akan kutunjukkan wajah tegar dan bersemangat. Tak tergoyahkan menghadapi kata-kata paling pedas sekalipun.
Dengan mantap, aku mengetuk pintu ruangan dosen pembimbingku. Kukumpulkan seluruh keberanian mengahadapinya. Pak dosen pembimbingku itu mempersilakan masuk. Aku terkejut saat melohat beliau tersenyum padaku. Mimpikah ini? Jangan-jangan dosenku kesambet karena mendadak jadi baik padaku, hehehe.

“Duduk, Rum.!”  perintahnya.

Aku segera duduk di kursi di depan meja kerjanya.

“Selamat siang, Pak.” sapaku membuka percakapan.
“Bagaimana konsep kamu? Sudah ada kemajuan belum?” tanya dosenku itu.
“Masih saya perbaiki.”

“Maaf ya kemarin saya keras sama kamu. Kamu memang harus dikerasin karena kamu yang paling lambat kemajuannya di antara temanmu yang lain. Kamu harus belajar lebih keras lagi. Ini saya pinjamkan kamu buku. Kamu pelajari, buat konsep terbaik dari info yang kamu dapat di buku ini. Kamu sendiri yang memilih tema nggak biasa. Pusat Peragaan dan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kamu harus lebih banyak lagi mencari informasi mengenai bangunan sejenis dari buku-buku atau internet. Di Indonesia memang masih belum ada bangunan seperti itu.” kata Pak dosenku itu panjang lebar.

Aku masih saja tak percaya dengan perubahan sikapnya dibanding hari sebelumnya. Kali ini beliau bicara dengan intonasi suara yang lembut.

“Iya, Pak, memang di Indonesia bangunan sejenis yang ada baru Pusat Peragaan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (PPIPTEK) di Taman Mini Indonesia Indah. Terima kasih, Pak pinjaman bukunya. Akan saya pelajari sebaik-baiknya.” jawabku sambil menerima buku yang dipinjamkan dosenku itu tak lupa disertai seulas senyum.

“Setelah saya pinjamkan buku itu, konsep kamu harus jadi lebih bagus ya!” Pak Dosenku itu mengingatkan aku sekali lagi sebelum aku permisi dari ruangannya.
“Baik, Pak!” jawabku mantap.

Dan saat itu, kali pertama aku meninggalkan ruangan dosen pembimbingku dengan wajah sumringah!

Setelah berjibaku selama tiga bulan menyusun konsep tugas akhir menjadi sebuah makalah, akhirlah sampailah pada masa penentuan pengujian makalahku itu. Sepertinya memang sudah suratan takdir, salah satu dosen penguji adalah dosen super galak yang dahulu pernah mengajar mata kuliah Apresiasi Budaya.

Benarlah, setelah enam dosen memberi kritik dan masukan, sampailah giliran dosen Apresiasi Budaya yang mengujiku. Beliau tidak memberikan pertanyaan apa pun melainkan langsung mengatakan bahwa konsepku nilainya : nol. Total salah. Penjelasanku tentang tema tugas akhirku yang bertajuk : analogi bangunan, dianggap salah. Dan karena temaku salah, maka konsepku secara keseluruhan adalah salah.

Oh My God!

Aku terdiam tak tahu harus menjawab apa. Kurasakan kedua kakiku gemetar. Rasanya aku seperti dihantam palu godam hingga hancur berkeping-keping. Bagaimana ini? Konsepku salah total?

Tapi ternyata dunia belum runtuh seperti bayanganku. Masih ada satu dosen yang berpihak padaku. Beliau adalah dosen mata kuliah Kota dan Pemukiman. Beliau menyelamatkan nilaiku, satu-satunya dosen yang sangat setuju dengan tema dan konsepku. Menurut beliau, konsepku itu bukannya tidak mungkin, terbukti bahwa di Jerman, sudah ada bangunan yang berhasil dibangun dengan konsep seperti yang kubuat itu.

Karena beliau memberiku nilai 75, di antara dosen lain yang memberiku nilai 60, bahkan ada yang tega memberiku nilai 40, aku masih selamat lolos ke tahap selanjutnya. Sungguh aku berterima kasih kepada beliau. Selanjutkan aku paling rajin asistensi dengan beliau. Pak dosenku yang satu itu, telah banyak membantuku memberi informasi tentang tema konsep pilihanku. Membuatku menjadi semakin percaya diri ketika memasuki tahap selanjutnya, tahap studio.

Tahap studio adalah tahap yang jauh lebih melelahkan dibanding tahap penyusunan konsep. Kami masuk tiap hari, masuk studio dari pukul 9 pagi hingga pukul 5 sore. Di studio, kami menuangkan konsep kami yang semula hanya berupa tulisan ke dalam bentuk gambar rencana dan gambar kerja serta maket. Sungguh proses yang melelahkan.

Tips buat teman-teman yang juga kuliah di jurusan Arsitektur dan sedang menjalani tugas akhir tahap studio. Kerjakanlah sendiri tugas kalian, bagaimana pun hasilnya nanti, mengerjakan semua gambar sendiri jauh lebih baik. Pengalamanku dulu ketika tahap studio ini, ada salah satu temanku yang membayar orang untuk membantunya menggambar di studio. Ia menyusupkan orang itu ke meja gambarnya. Ketika perbuatannya itu diketahui dosen, langsung saja dia didiskualifikasi dan dinyatakan gagal. Sungguh sayang, padahal tinggal selangkah lagi.

Maket tugas akhirku yang masih kusimpan sampai sekarang sebagai kenang-kenangan ^_^


Tahap studio yang melelahkan selesai menjelang akhir semester. Sekali lagi kami harus memperesentasikan hasil kerja kami. Kali ini dalam bentuk gambar dan maket. Presentasi ini tak kalah bikin was-was, membuatku panas dingin. Tapi setidak-tidaknya aku sudah lebih percaya diri karena ada satu dosen yang mendukung konsepku.

Presentasi berjalan lancar. Hampir semua pertanyaan dosen penguji dapat kujawab dengan baik. Hanya ada satu pertanyaan yang tak berhasil kujawab. Sekeluarnya dari ruang presentasi, aku segera berlari ke mushola dan menangis. Jujur aku takut tidak lulus karena ada satu pertanyaan yang tidak berhasil kujawab itu.

Setelah harap-harap cemas menunggu hasil ujian diumumkan, akhirnya semua peserta tugas akhir dikumpulkan dalam satu ruangan. Nama kami disebutkan satu persatu sambil diberitahukan dengan lantang apakah kami lulus atau tidak. Hingga semua teman bisa mendengar langsung. Cara pengumuman seperti ini bikin aku makin deg-degan. Apalagi ekspresi mahasiswa-mahasiswi setelah diumunkan lulus atau tidak, di rekam dengan handycam. Yang berhasil lulus, tentu saja menunjukkan ekspresi wajah bahagia. Dan yang tak berhasil lulus, terekamlah ekspresi wajah sedihnya apalagi jika disertai berurai air mata. Sungguh tega dosen-dosenku itu!

Alhamdulillah aku berhasil lulus. Lega rasanya hatiku. Terbayar sudah segala sakit hati, susah, duka nestapa dan rasa lelah selama enam bulan itu.

Walau ada beragam karakter dan sikap dosen-dosenku selama lima tahun memberiku ilmu, aku sungguh berterima kasih kepada semua dosen-dosenku yang pada akhirnya telah berhasil mangantarkan aku meraih gelar Sarjana Arsitektur. Tentu saja mereka membekaliku nasihat, aku masih harus terus belajar dan tak berpuas diri. Aku masih harus terus mengasah kemampuanku hingga kelak benar-benar dapat disebut Sarjana Arsitektur. Karena menjadi seorang Arsitek memiliki tanggungjawab yang cukup besar. Desain bangunan dan lingkungan yang salah akan berakibat fatal.

Ada banyak lagi nasihat yang disampaikan dosen-dosenku sebelum kami berpisah. Akan selalu kuingat pesan dosen-dosenku itu. Terima kasih Bapak Ibu dosen, terima kasihku yang sebesar-besarnya atas segala bimbingan kalian untukku selama lima tahun itu.

Kenangan bersama teman-teman satu jurusan satu kelas sesudah kita semua lulus. Happy ^_^


Demikian pengalaman seru kuliah di jurusan Arsitektur yang pernah kualami dulu. Segala susahnya masa lalu, kini menjadi kenangan yang seringkali membuat tersenyum saat mengingatnya. Aku tidak pernah menyesal telah memilih jurusan Arsitektur. Aku justru bangga, karena banyak pengalaman yang sudah kulalui selama aku kuliah dan bekerja di bidang Arsitektur.

Sekarang, saatnya bagiku kembali menekuni passion-ku, menulis. Yup, aku sedang semangat-semangatnya menulis. Tahun ini, akan terbit beberapa novel karyaku. Pengalaman menulisku pun tak kalah panjangnya. aku pun harus melalui perjuangan yang tidak mudah hingga akhirnya tahun ini, aku berhasil mewujudkan mimpiku. Novelku terbit di penerbit idamanku. Tunggu kabar dariku selanjutnya yaaa...

Dan ... terbitnya novel baruku di Gramedia Pustaka Utama semakin memantapkan aku untuk berkarir sebagai penulis. Aku senang sekali setiap kali mendapat respon dari pembaca yang menyukai tulisanku. Buat yang hobi membaca kisah romantis, yuuuuk, koleksi novel terbaruku : 
"HATIKU MEMILIHMU"



Ini novel-novel dan buku karyaku yang telah terbit :



Selasa, 11 Maret 2014

Memory Kuliah part 2 : Kuliah Arsitektur? Siap-siap sering begadang

3D Max karyaku yang masih sangat simple ^_^

Kali ini aku masih ingin bercerita pengalamanku kuliah Arsitektur. Buat teman-teman yang juga bergelut di dunia Arsitektur, boleh ikut sharing ^_^

Saat kuliah dulu, ada satu dosen yang aku sukai cara mengajarnya. Ia senang bercerita, dan kisah yang diceritakannya selalu bisa membuka pikiranku. Tapi sayang karena merangkap sebagai dosen ITB, ia jarang sekali datang memberi kuliah. Ia hanya datang empat kali selama satu semester.  Pertemuan pertama saat saling berkenalan, pertemuan kedua sebelum ujian tengah semester, pertemuan ketiga antara waktu sesudah ujian tengah semester dan sebelum ujian akhir semester, pertemuan terakhir adalah menjelang ujian akhir semester.

Dosenku ini mengajar mata kuliah Metode Penelitian. Asyiknya, dosen yang satu ini baik hati banget. Banyak mahasiswa-mahasisiwi yang mendapat nilai bagus darinya. Aku mendapat nilai A! Wow, keren kan? Sekarang beliau dikenal sebagai ahli Arsitektur fengshui.

Aku ingat, saat dosenku ini bercerita kisah Rama, Sinta dan Rahwana. Walau sampai sekarang aku kurang paham apa hubungan cerita itu dengan metode penelitian, tapi aku suka cerita versinya. Menurutnya, dalam kisah Rama dan Sinta, selalu saja digambarkan Rama dan Sinta sebagai pasangan sejati. Padahal sesungguhnya, cinta Rahwana kepada Sinta lebih sejati daripada cinta Rama kepada Sinta. Kenapa begitu? Aku baru tahu selama Rahwana menculik Sinta, tak sekali pun ia menyentuh Sinta. Ia menjaga kesucian Sinta. Sedangkan Rama, justru meragukan kesucian Sinta ketika ia telah berhasil merebut Sinta kembali dari Rahwana. Sinta harus membakar dirinya untuk membuktikan kesuciannya kepada Rama.

Sejak mendengar cerita itu, aku tidak setuju jika ada sepasang kekasih disebut pasangan serasi bagai Rama dan Sinta.

Mata kuliah di jurusan Arsitektur banyak yang menarik. Aku suka terutama mata kuliah yang mengharuskan mahasiswa-mahasisiwi mengadakan studi dan survei langsung ke lapangan. Salah satunya adalah mata kuliah Studio Kota dan Pemukiman. Kami dibagi menjadi beberapa tim. Masing-masing tim terdiri dari empat mahasiswa-mahasiswi. Timku terdiri dari empat mahasisiwi. Kami mendapat tugas mengadakan studi dan survei daerah Jl. Pangeran Jayakarta.

Asyiknya, kami langsung terjun ke lokasi. Membuat peta, mewawancarai penduduk setempat dan memotret keadaan wilayah itu. Lalu kami bahas, apa saja yang perlu dibenahi di wilayah itu sehingga dapat tercipta lingkungan pemukiman dan perkotaan yang sehat dan teratur. Setelah semua bahan siap, kami membuat papan presentasi yang begitu lebar, tentang rencana yang ingin kami kembangkan di wilayah itu.

Aku suka dengan dosen yang mengajar mata kuliah ini. Beliau memberi kami kesempatan untuk berani mengungkapkan pendapat dan perencanaan kami. Karena dukungan Pak Dosen yang simpatik, aku pun penuh percaya diri mempresentasikan hasil tugas kami di hadapan teman-teman sekelas.

Tips untuk teman-teman yang sedang sibuk kuliah. Saat menjalani semua mata kuliah, selain harus belajar sungguh-sungguh dan menikmati semua tugas yang diberikan dosen, kita juga harus membiasakan diri bekerja dalam tim.

Ini penting, karena banyak sekali tugas kuliah yang tidak hanya harus dikerjakan sendiri, tapi juga dikerjakan dalam tim. Dan tugas tim, jauh lebih berat daripada tugas sendiri. karena masing-masing anggota tim dituntut nggak egois dan saling menghargai satu sama lain.

Aku pernah punya pengalaman satu tim dengan teman yang kurang menghargai kerja tim. Temanku yang satu itu malas sekali. nggak pernah datang saat kami kumpul bersama menyelesaikan tugas. Dia sama sekali nggak mengerjakan tugas bagiannya. Karena itu aku bersikap tegas, pada pengumpulan tugas, aku hapus namanya dari anggota tim. Kedengarannya kejam ya, tapi ini lebih baik, supaya temanku itu sadar, sifat malas dan egoisnya itu merugikan anggota tim lain.

Kami sungguh nggak rela berbagi nilai dengan anggota tim yang tidak mengerjakan tugasnya. Akhirnya ia terpaksa tidak lulus mata kuliah itu. Semoga temanku itu menjadi sadar, kerja tim itu sangat penting, masing-masing anggota tim harus bisa bertanggungjawab dengan tugasnya masing-masing.

Oya, kuliah di jurusan Arsitektur, berarti harus siap kurang tidur. Karena tugas kami super banyak, apalagi tugas Perencanaan Arsitektur. Wuiih, aku pernah terpaksa nggak tidur 2 hari karena harus ngebut menyelesaikan gambar konsep perencanaan desain berlembar-lembar. Apalagi kalau harus dilengkapi dengan maket. Weleh-weeh, bikin tepar deh. Siap-siap saja deh, minum banyak kopi berharap nggak ngantuk.

Kuliah di jurusan Arsitektur, tentu nggak lepas dari kerja praktek. Bagiku, ini adalah mata kuliah yang paling asyik. Mahasiswa-mahasiswi diberi kesempatan terjun langsung di proyek pembangunan suatu gedung. Mengikuti dengan detail bagaimana proses mengubah gambar Arsitektur menjadi bangunan nyata.

Tugas ini juga dikerjakan bersama-sama dalam satu tim. Masing-masing tim terdiri dari tiga mahasiswa-mahasiswi. Selain suka dengan mata kuliah satu ini, aku juga suka dengan dosen pembimbing mata kuliah ini yang sangat mendukung kami. Membantu kami mencari proyek yang mau menerima kami magang, walau hanya berupa selembar surat rekomendasi.

Timku terdiri dari sahabat-sahabatku sendiri, Ira dan Lala. Akhirnya kami mendapat tempat kerja magang di sebuah developer Perumahan Citra Garden, di daerah Jakarta Barat.

Tips buat teman-teman yang juga sedang menjalani kerja praktek, coba kerjakan tugas ini dengan sungguh-sungguh. Karena tugas kuliah yang satu ini sangat bermanfaat kelak di dunia kerja.

Awalnya, aku malas-malasan mengerjakan tugas ini, karena aku dan teman-teman harus masuk hampir setiap hari, kecuali jika ada mata kuliah lain di kampus. Karena masih terbiasa hanya kuliah, aku kurang tertarik dengan kerja lapangan, selain karena memang melelahkan, juga kotor karena harus ikut terkena debu-debu bahan bangunan, semen, bahkan aku harus ikut naik ke lantai  dua bangunan rumah yang baru setengah jadi hanya dengan tangga darurat dari kayu  yang dibuat asal jadi.

Ngeri sekali menaiki tangga itu. Bagi yang takut ketinggian, pasti tak akan sanggup. Tapi itu harus kujalani. Tugas ini kelak akan sangat berguna sebagai pengalaman di dunia kerja nantinya.

Karena foto perumahan tempat dulu aku kerja praktek sudah nggak ada,
ini saja deh yaa... villa di Cisarua hasil designku. Keren juga kan? ^_^

Beginilah realita dunia kerja di bidang Arsitektur. Bukan hanya harus berkutat dengan gambar menggambar di studio. Tapi juga harus terjun langsung ke lapangan. Melihat langsung seperti apa bahan-bahan bangunan dan bagaimana proses merealisasikan gambar yang telah kubuat menjadi bangunan sungguhan. Mulanya tugas ini memang menguras tenaga dan pikiran, tapi lama-lama aku justru semakin merasa asyik dan exited.

Rasanya sudah seperti Arsitek sungguhan, diperkenankan ikut membantu Manajer Proyek mengawasi pengerjaan bangunan agar tidak melenceng dari gambar kerja yang telah ditetapkan. Aku makin senang saat akhirnya mendapat nilai A untuk mata kuliah ini. Terima kasih banget deh kepada dosen mata kuliah kerja praktek yang menghargai jerih payah kami. Apalagi dosen kerja praktekku memang sekaligus dosen pembimbing kelas kami, kelas D. Hm, benar-benar dosen favorit.

Tapi nggak semua dosen sebaik beliau. Ada juga dosen yang membuatku down dan membuatku merasa menjadi mahasiswi paling bodoh sedunia.

Mau tahu lanjutan kisahku? Tunggu sambungannya yaaa ^_^

Bersambung ...

Aih, masa-masa kuliah ternyata bikin kangen juga ya saat kita kenang ...

Walau aku kini lebih fokus menulis novel, tapi kenangan dunia Arsitektur tak pernah kulupakan. Justru kujadikan sumber untuk ide-ide ceritaku. Salah satunya dalam Novel "Tahajud Cinta di Kota New York". Richard Wenner kugambarkan sebagai seorang arsitek keren dan cerdas. ^_^

Dan ... terbitnya novel baruku di Gramedia Pustaka Utama semakin memantapkan aku untuk berkarir sebagai penulis. Aku senang sekali setiap kali mendapat respon dari pembaca yang menyukai tulisanku. Buat yang hobi membaca kisah romantis, yuuuuk, koleksi novel terbaruku : 
"HATIKU MEMILIHMU"



Buku-buku karyaku yang telah terbit ^_^


Senin, 10 Maret 2014

Memory Kuliah part 1 : Jurusan Arsitektur? Siapa takut?

3D Max hasil karyaku. Simple banget ya ^_^
Foto by Arumi

Yup, aku ingin berbagi pengalaman saat kuliah dulu. Siapa tahu ada teman-teman yang tertarik masuk jurusan Arsitektur juga?

Sebelum memutuskan kecemplung dunia arsitektur, bolehlah baca kisahku ini dulu ... ^_^

Orang bilang, masa kuliah adalah saat yang menyenangkan. Hm, rasanya itu memang benar. Setelah sembilan tahun menjalani sekolah dasar sampai menengah atas selalu mengenakan seragam, masa kuliah menjadi begitu meyenangkan karena aku bisa ke kampus berpakaian bebas. Asalkan pantas, rapih dan sopan. Rasanya lega bisa tampil sesuai jati diri sendiri.

Lulus dari SMAN 78 Kemanggisan Jakarta Barat, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku ke Universitas Trisakti Jakarta, jurusan Arsitektur. Mengapa aku memilih jurusan Arsitektur? Tentu saja karena aku sangat suka menggambar.

Sebenarnya, jurusan Arsitektur bangunan bukan pilihan utamaku. Itu pilihan kedua. Pilihan pertamaku adalah desain grafis. Aku mengikuti dua macam tes di kedua jurusan itu. Keduanya sama-sama harus melalui tes menggambar. Di jurusan Grafis, aku harus menggambar kaleng coca cola dan botol minuman dengan detail secara manual hanya menggunakan pensil, sedangkan di jurusan Arsitektur aku harus menggambar bangunan kampus juga secara manual hanya menggunakan pensil. Tapi akhirnya aku diterima di jurusan Arsitektur. Kuhadapi saja kenyataan ini dengan ikhlas, toh di jurusan Arsitektur juga dibutuhkan keterampilan menggambar, walau pun aku masih harus mempelajari matematika, mekanika tanah, fisika bangunan dan struktur konstruksi, pelajaran-pelajaran yang cukup bikin kening berkerut.

“Sudah nggak apa-apa, baguslah jurusan Arsitektur, kan keren nanti lulus jadi Arsitek. Lagian, nanti bisa bikin usaha bareng sama tante yang desainer interior.”

Tanteku ikut memanas-manasi aku. Tanteku adalah alumni Universitas Trisakti Jakarta jurusan desain interior. Dia yang menyarankan aku memilih jurusan Arsitektur. Ini maksudnya Arsitektur bangunannya ya, kalau bilang Arsitektur saja, artinya arsitektur bangunan. Bukan Arsitektur lansekap. Jurusan yang aku pilih ini arsitektur yang merancang bangunan dan gedung-gedung tinggi. Termasuk dalam Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.

Aku memang suka menggambar. Itu adalah keahlian dasar yang dibutuhkan untuk menekuni ilmu Arsitektur. Maka, kujalani saja kuliahku di jurusan Arsitektur ini. Benar juga kata Tanteku, bakalan keren saat lulus nanti aku akan disebut Arsitek. Senyumku pun mengembang membayangkannya.

Pendidikanku di jurusan Arsitektur, dimulai dengan masa-masa mapram selama sebulan. Aku dan teman-temanku sesama mahasiswa-mahasiswi baru harus rela dan pasrah menjadi bulan-bulanan para senior. Kami harus meminta tandatangan semua kakak senior. Untuk mendapatkan satu tanda tangan saja, harus melalui berbagai ujian yang seringkali memalukan.
Tapi karena aku sudah bertekad ingin menikmati masa-masa mapram, cuek saja deh, buang jauh-jauh rasa malu.

Sebagai sesama mahasiswa-mahasiswi baru, kami saling dukung satu sama lain. Kami sadar, masa mapram di dunia kampus hanya akan kami alami sekali seumur hidup. Kelak akan menjadi momen bersejarah dalam hidup kami, menjadi kenangan tak terlupakan.

Aku dan teman-teman satu jurusan Arsitektur Trisakti saat masa ospek
Aku yang mana ya? ^_^
Foto by Arumi

Setelah selesai masa-masa penataran dan mapram yang menyenangkan, aku harus mulai konsentrasi menghadapi mata kuliah yang beragam. Berhadapan dengan dosen-dosen dengan berbagai karakter. Ada dosen ganteng, dosen baik hati, dosen galak, dosen yang jarang sekali datang dan macam-macam karakter dosen lainnya.

Seperti yang telah kusebutkan sebelumnya, kuliah Arsitektur tak luput dari pelajaran matematika. dan ternyata, banyak sekali teman-temanku yang sama denganku, kurang suka dengan pelajaran matematika.

“Heran, masih ada aja ya pelajaran matematika. Kirain terakhir waktu SMA,” keluh salah satu temanku.
“Iya, padahal gue juga paling alergi deh sama pelajaran matematika. Apalagi Trigonometri. Ampun deh,” aku ikut mengeluh.

Karena jurusan Arsitektur didominasi mahasiswa-mahasiswi yang lebih mahir menggambar daripada matematika, maka pelajaran matematika menjadi momok yang mengerikan bagi kami. Nilai matematika kami pun jarang yang bagus. Aku hanya mendapat nilai C. Itu saja sudah lumayan, karena beberapa temanku ada yang harus mengulang mata kuliah matematika ini.

“Memangnya apa hubungannya sih, matematika sama bangunan?” protes salah satu temanku yang pernah mengulang mata kuliah ini.

“Saudara-saudara, tolong jangan sepelekan mata pelajaran matematika. Ingat, matematika itu penting! Apalagi kalian mempelajari Arsitektur. Nanti akan banyak terlibat dengan hitung menghitung. Menghitung struktur, menghitung anggaran biaya proyek, semua butuh ilmu matematika.”

Begitu penjelasan Dosen matematikaku yang prihatin melihat nilai anak didiknya yang sangat payah.

Jangan heran ketika Dosen menyebut mahasiswa-mahasiswinya dengan sebutan saudara-saudara atau anda. Karena begitulah di dunia perkuliahan. Kami dianggap telah cukup dewasa dan tak pantas lagi disebut anak-anak.

Jika matematika adalah pelajaran yang bikin aku ketar-ketir, mata kuliah Apresiasi budaya menjadi mata kuliah yang bikin aku deg-deg-an setengah mati. Bukan karena materinya sulit, tetapi karena dosennya super duper sangat galak sekali >.<

Entah mengapa dosen yang satu ini senang sekali marah-marah. Jangan pernah telat ketika mengikuti mata kuliahnya. Terlambat semenit saja, tak bakal diijinkannya mengikuti mata kuliahnya.

Beliau juga seringkali menggebrak-gebrak meja. Jangan-jangan dosenku itu terinspirasi penjual soto gebrak yang top itu ^_^

Tak ada satu pun dari kami yang berani protes. Kami mahasiswa-mahasiswi baru, tak mungkin berani protes. Dan ujiannya, entah mengapa sulitnya bukan main. Dengan teganya dosenku yang satu itu memberi kami nilai yang menakjubkan. Ada yang mendapat nilai C, D bahkan E. Yang mendapat nilai A dan B? Tentu saja tak ada.

Anehnya, dosenku yang satu ini sangat ramah dan baik hati pada satu temanku, Lia. Kami semua selalu ketakutan jika tanpa sengaja bertemu dengan dosen itu di luar jam kuliah. Tetapi kepada Lia, dosen itu malah menyapa dengan ramah. Membuat kami terbengong-bengong saking herannya.

“Eh, Lia. Kuliah apa hari ini?” tanya dosenku itu ketika tanpa sengaja beliau bertemu dengan Lia, aku dan dua temanku lainnya di dalam lift.
“Eh, pagi, Pak. Ada kuliah Metode penelitian, Pak.” jawab Lia sambil memasang senyum yang tampak oleh kami berusaha dimanis-maniskan.
“Oh...” hanya itu sahut dosenku.
“Saya duluan Lia.” kata dosenku lagi begitu pintu lift membuka  di lantai 2.
“Oh, iya Pak. Silakan.” jawab Lia sambil terus tersenyum.

Kami ikut tersenyum dan mengangguk ke arah Pak Dosen walau pun jelas-jelas tidak ikut disapa.
Setelah Pak Dosen berlalu dari hadapan kami, seketika kami membombardir Lia dengan bermacam pertanyaan.

“Nah ya? Lo ada hubungan apa tuh sama Pak Dosen.” seru Indah.
“Iya ih, mencurigakan, kok dia ramah banget sih sama elo? Udah gitu cuma elo yang disapa.”

Lala ikut berseru.

“Jangan-jangan Pak Dosen naksir lo ya?” Aku ikut menuduh.
“Yee, mana gue tau. Nggak tau gue, sumpah, gue juga kaget tadi disapa sama dia. Sekarang malah gue yang takut nih, kenapa dia ramah gitu sama gue?” Lia segera membela diri.

“Wah, nggak ada penjelasan lain nih, berarti memang Pak Dosen naksir elo nih. Pake jampi-jampi apa lo, Dosen paling galak justru ramah sama elo.” seru Indah lagi kelihatan penasaran banget.
“Sumpah, gue nggak tau..” Wajah Lia tampak kebingungan.

Tapi kemudian, Lia pun menjadi bulan-bulanan ledekan kami.

“Hati-hati Lia, malam minggu siap-siap aja diapelin Pak Dosen. Hehehe...” goda Lala.
“Ih, ogah banget. Dia kan udah punya anak istri,” sahut Lia.

Dan ledekan kami semakin menjadi-jadi ketika pada ujian akhir mata kuliah Apresiasi Budaya, Lia mendapat nilai B! Dan hanya dia yang mendapat nilai B! Nah lho!

“Liaaa...gue semakin curiga nih!” seru Indah yang protes keras karena lagi-lagi ia mendapat nilai D.
“Eeeh, nih ya, gue jelasin. Behenti deh curiga macem-macem sama gue. Pak Dosen tuh ternyata temennya mama gue waktu SMA dulu. Makanya dia ramah sama gue. Trus kalo soal gue dapet nilai B, itu mah karena memang gue belajar serius kalee...”

Lia membela diri.

“Ah, yang bener lo belajar serius?” tanyaku kurang yakin.

Lia mengangguk mantap.

“Hiks, kenapa sih nyokap gue bukan teman SMAnya Pak Dosen jugaa...masa nilai gue D terus...” ratap Indah.

“Udahlah, Ndah. Tabahkan hatimu. Kan nanti lo bisa ulang lagi tuh mata kuliah semester depan,” hibur Lia.

Indah malah meratap semakin keras.

Bersambung ...

Segini dulu kisah susahnya masa kuliahku dulu yaa ... tunggu lanjutannya.

Seru juga kalau ingat masa-masa dulu saat aku masih bergumul dengan dunia Arsitektur. Kalau sekarang sih aku lebih bersemangat menulis.

Dan ... terbitnya novel baruku di Gramedia Pustaka Utama semakin memantapkan aku untuk berkarir sebagai penulis. Aku senang sekali setiap kali mendapat respon dari pembaca yang menyukai tulisanku. Buat yang hobi membaca kisah romantis, yuuuuk, koleksi novel terbaruku : 
"HATIKU MEMILIHMU"



Jangan lupa, buat teman-teman yang berminat membaca buku-buku karyaku, yuuuk, silakan ... ^_^

Buku-buku karya Arumi E. yang telah terbit

Rabu, 05 Februari 2014

Pengalamanku : Kenangan Saat Menjadi Pengusaha Sepatu Lukis

Halo teman-teman. Apa kabar semua di musim hujan ini?

Semoga teman-teman selalu diberikan kesehatan, walau tantangan musim ini cukup berat. Walau bagaimana pun, hujan adalah anugerah Tuhan. Bersabarlah jika air yang melimpah ini memberi banyak cobaan. Semoga kita bisa melewatinya, dan tak ada lagi yang kebanjiran. Aamiin.

Kali ini aku ingin berbagi pengalamanku saat aku memutuskan tidak lagi mencari kerja sebagai arsitek, dan berpikir ingin menjadi pengusaha. Inilah kisahku ... yuk, baca sama-sama ^_^

Aku, melukis sepatu dan menulis buku ^_^

Tahun 2009, aku terpekur menghadapi kenyataan kembali kehilangan pekerjaan. Padahal rasanya saat itu adalah job description yang paling sesuai dengan yang aku inginkan. Namun apa daya, karena suatu masalah yang menimpa perusahaan tempatku bekerja, menyebabkan bosku terpaksa menutup usahanya.

Tiba-tiba saja aku enggan melamar menjadi pegawai lagi. Aku lelah jika harus memulai dari awal lagi. Di mana pun aku bekerja, rasanya tetap sama, aku hanyalah anak buah, yang harus menuruti ketentuan kantor dan menuruti perintah bos. Sudah lama memang aku bercita-cita kelak ingin memiliki usaha sendiri sehingga tak perlu lagi menjadi pegawai orang lain. Sesungguhnya aku tak betah dengan rutinitas kantor yang menjemukan. Apalagi jalanan di ibukota yang semakin padat membuatku kelelahan menempuh jarak pulang pergi dari rumahku ke kantor dan sebaliknya.

Anehnya, setelah selama sepuluh tahun berkecimpung di dunia Arsitektur, akhir tahun 2009 itu mendadak aku merasa jenuh dengan dunia itu. Aku tak punya niat sedikit pun memulai usaha sendiri di bidang Arsitektur. Tidak. Aku ingin mencoba sesuatu yang lain. Sesuatu yang beda dengan yang selama ini aku kerjakan. Aku pun memutuskan untuk mencoba usaha dari sesuatu yang menjadi hobiku. Kupelajari begitu banyak buku dan majalah mengenai usaha mandiri, mencoba mencari bidang usaha yang cocok untuk kutekuni dan modalnya terjangkau olehku. Selama berbulan-bulan aku mengadakan survei pribadi.

Awalnya aku tertarik untuk berbisnis jualan pernak-pernik aksesoris wanita, khususnya remaja putri. Karena aku sendiri sesungguhnya menyukai aksesoris-aksesoris funky itu. Aku pun mengadakan survei ke tempat yang banyak menjual pernak-pernik aksesoris wanita seperti Pusat Grosir Jatinegara dan Pasar Pagi Asemka. Menimbang-nimbang apakah modal yang aku punya cukup untuk memulai usaha itu.

Tapi ternyata butuh modal yang tak sedikit untuk memulai usaha berjualan aksesoris wanita. Aku pun mengurungkan niatku berusaha di bidang itu. Apalagi kemudian aku membaca sebuah informasi satu usaha yang sangat menarik minatku karena usaha itu bisa memanfaatkan keahlianku menggambar, yaitu usaha membuat sepatu lukis. Ya, aku bisa menggambar dan yang paling penting, aku suka menggambar. Lalu, bagaimana caranya aku memulai usaha ini?

Aku tak bertanya pada siapa pun bagaimana cara membuat sepatu lukis. Aku mencari sendiri segala informasi mengenai sepatu lukis melalui google. Mencari informasi bahan sepatu apa yang dapat dilukis dan cat apa yang biasa digunakan. Setelah semua informasi kukumpulkan, maka aku pun nekat memulai usaha ini. Aku memesan satu lusin sepatu kanvas putih polos dan seperangkat cat acrylic via online.

Perlahan aku mulai mencoba kemampuanku melukis di sepatu kanvas itu.
Terlebih dahulu kubuat sketsa dengan pensil 2B. Lalu sketsa yang kubuat itu kuwarnai dengan cat acrylic yang telah aku siapkan. Awalnya sangat sulit. Aku harus melapisi sepatu itu dengan tiga kali cat ulang. Terkadang aku salah mencampur warna. Aku mengalami beberapa kali kegagalan, walau akhirnya cat di sepatu kanvas itu bisa dikoreksi. Satu lusin sepatu kanvas polos yang pertama kubeli itu kupakai untuk bahan eksperimen.

Hasil karya sepatu lukisku yang pertama. Masih sederhana gambarnya

Setelah semua kulukis dengan warna-warni yang menurutku cukup menarik, lalu kucoba menitipkannya di toko pernak-pernik milik tetangga. Selama berbulan-bulan, tak ada yang berminat. Ternyata gambar di sepatu itu masih kurang menarik minat orang yang melihatnya untuk membeli. Akhirnya selusin sepatu lukis hasil lukisanku pertama itu kupakai sendiri, beberapa kuberikan untuk saudara-saudara dan ibuku. Aku hampir menyerah. Modal yang kukeluarkan cukup banyak, tapi tak satu pun sepatu yang menghasilkan uang.

Namun pesanan sepasang sepatu lukis dari seorang temanku menjadi awal yang baik yang kemudian memompa semangatku untuk terus berusaha mewujudkan mimpiku. Apalagi setelah sepatu temanku itu aku selesaikan, temanku sangat puas dengan sepatu lukis buatanku itu.

“Bagus, Rum! Rapi banget seperti gambar aslinya.” kata temanku itu.

Ia memesan sepatu lukis bergambar tokoh Snoopy karakter favoritnya.

Pesanan temanku yang membuatku semangat dan yakin ^_^

Lukisan Snoopy pesanan temanku. Katanya dipakai saat ia jalan-jalan ke Singapura loh ^_^

Aku sangat berterima kasih kepada temanku itu, ia telah mengembalikan semangatku untuk kembali fokus dengan cita-cita memiliki usaha mandiri. Ia telah memberi aku kepercayaan. Apalagi kemudian ia mengajakku untuk ikut memamerkan sepatu lukisku di garage sale yang akan diselenggarakannya.
Selama seminggu penuh aku membuat tujuh sepatu lukis untuk dipamerkan dan dijadikan contoh.


Sepatu yang kubuat dalam seminggu untuk diikutsertakan dalam garage sale
Maaf ya, waktu difotonya salah setting. Ini dibuat tanggal 08/09/2009 ^_^

Garage sale itu hanya berlangsung selama dua hari. Tetapi hasilnya, aku mendapat sepuluh pesanan sepatu lukis sekaligus! Repot dan melelahkan karena aku harus begadang setiap malam agar sepatu-sepatu pesanan itu dapat selesai tepat waktu. Tapi aku senang. Semua itu mengembalikan lagi semangatku yang semula sempat jatuh. Semakin meyakinkan aku bahwa dengan kemauan dan kerja keras, sepertinya aku bisa mengembangkan usaha membuat sepatu lukis ini. Memang semua butuh proses, bahkan memajang foto-foto sepatu lukis yang telah aku buat di facebook-ku pun baru terpikir setelah beberapa bulan aku memiliki akun facebook.

Aku mulai mengolah tampilan facebook-ku menjadi lebih menarik. Foto-foto sepatu lukis yang telah kubuat, kukumpulkan dalam satu album. Kuberi nama album itu Arumi Painted Shoes. Kuberi sedikit keterangan mengenai sepatu lukisku berikut harganya. Kemudian untuk mempromosikannya, secara berkala aku tinggal men-share album itu. Mudah sekali!

Favoritku, si ganteng Shinichi Kudo ^_^


Katara dan Pangeran Zuko
dari serial Avatar

Ditantang membuat mata yang persis sama dengan gambar manga-nya
Alhamdulillah, pemesan puas dengan hasil lukisku ini ^_^

Benarlah, setelah beberapa waktu, keampuhan facebook mulai tampak. Ada beberapa pengguna facebook yang melihat foto-foto sepatuku itu menghubungiku dan menyatakan berminat untuk memesan. Aku senang sekali. Facebook membantuku untuk berani memulai usaha onlineku. Tapi usaha melalui facebook juga memberi pengalaman buatku bahwa kita harus hati-hati dengan pengguna facebook yang belum sungguh kita kenal.



Aku melukisnya sendiri secara manual dengan hati looh ^_^

Tips dariku untuk teman-teman yang mungkin juga ingin membuka usaha via facebook, usaha online adalah usaha yang berbasis pada kepercayaan. Karena itu kita harus tegas. Awalnya, aku merasa tak enak jika orang yang memesan sepatu lukis buatanku harus membayar terlebih dahulu padahal sepatunya belum aku buat. Maka, kubuat dulu sepatu mereka, aku kirim, baru kemudian mereka bayar.
Tetapi, ternyata tak semua pengguna facebook mempunyai niat yang baik. Ada seseorang yang telah memesan sepatu lukis buatanku, aku buat dengan susah payah sebaik mungkin, kemudian aku kirimkan kepadanya melalui jasa titipan kilat. Tapi ternyata kemudian ia tak membayar sepatu lukis pesanannya itu. Ada saja alasannya. Aku pun tak bisa berbuat apa-apa. Hanya menyesali mengapa ia tega berbuat itu.

Berdasarkan pengalaman itu, maka untuk pesanan selanjutnya, aku buat sepatunya sebaik mungkin, setelah sepatu jadi, aku up load fotonya di facebook lalu aku tag kepada si pemesan. Jika mereka sudah puas dengan hasilnya, barulah aku kirim melalui jasa titipan kilat. Karena pengalaman terdahulu, maka aku mengirim sepatu pesanan itu sesudah sang pemesan mentransfer pembayaran ke rekeningku.

Masih ada pengalaman pahit lainnya. Ada seseorang yang telah memesan empat pasang sepatu lukis. Dengan antusias, kubuat pesanan itu dengan sebaik-baiknya. Aku selalu berusaha agar sepatu lukis buatanku bagus hasilnya dan memuaskan pemesan. Karena aku berjanji akan menyelesaikannya hanya dalam waktu seminggu, aku pun rela mengerjakan sepatu-sepatu lukis itu hingga bergadang semalaman.

Tapi apakah yang terjadi? Setelah sepatu-sepatu itu selesai kubuat, lama sang pemesan tak memberi kabar. Aku tak akan mengirim sepatu lukis pesanannya itu  sebelum ia mentransfer uang pembayarannya. Namun ia tak juga mentransfer uang pembayaran sampai berbulan-bulan kemudian. Dan ternyata ia membatalkan pesanan.

Aku sempat merasa sangat kecewa karena merasa hasil kerja kerasku sia-sia. Pengalaman ini memberiku pelajaran, bahwa memang dalam usaha online, kita harus bertindak tegas. Untuk pesanan selanjutnya, aku selalu mengingatkan kepada pemesan agar mentransfer terlebih dahulu harga sepatu yang ingin dipesan, barulah nanti pesanan aku kerjakan. Jika sudah dibayar, bekerja seharian tanpa berhenti pun aku rela. Aku pasti akan memberikan hasil yang terbaik.

Pernah juga terjadi sepatu yang dipesan seorang konsumen ternyata kebesaran, sehingga aku harus melukis ulang gambar yang sama di sepatu lain. Kendala juga pernah muncul dari pengadaan bahan baku. Beberapa kali aku terpaksa berganti supplier, karena mereka mengecewakan dan merugikan aku, seringkali barang yang dikirimkan padaku tak sesuai dengan yang aku pesan. Sampai akhirnya aku memutuskan membeli sendiri bahan baku langsung di pasar grosir. Lebih melelahkan, karena aku harus berbelanja sendiri ke Pasar Jatinegara untuk mendapatkan sepatu dengan harga grosir. Apalagi aku tak bisa mengendarai motor. Setiap saat berbelanja, aku berangkat pagi-pagi naik biskota. Biasanya aku hanya sanggup membawa sepatu sebanyak enam sampai tujuh pasang saja.




Pernah suatu kali aku nekat membeli sembilan pasang sekaligus. Semua sepatu yang kubeli kumasukkan ke dalam tas sangat besar. Kembali ke rumah aku tetap naik bis sambil membawa tas besar berisi sembilan pasang sepatu kanvas polos itu. Ternyata berat sekali. Lenganku seketika saja merasa kelelahan. Apalagi dari ujung jalan menuju rumahku, aku masih harus berjalan sejauh lebih dari enam ratus meter. Apesnya, begitu aku turun dari angkot, hujan deras mendadak muncul. Payung kecil yang kubawa tak mampu melindungiku dari terpaan air hujan yang sangat keras. Tapi aku tetap berjalan sambil menenteng tas berat itu. Kujadikan itu sebagai cobaan untuk menguatkan mental pantang menyerahku. Sesungguhnya dalam kesengsaraan, ada kenikmatan yang tersembunyi, tatkala segala jerih payah kita kelak membuahkan hasil. Walau rasanya lelah sekali membeli sendiri bahan baku langsung ke pusat grosir, tapi aku puas karena aku bisa memilih bahan baku yang aku butuhkan.

Aku juga mulai belajar membuat blog sebagai sarana untuk memperkenalkan karya sepatu lukisku. Pesanan semakin banyak. Bahkan ada beberapa yang ingin menjadi reseller. Aku tak bisa menerima semuanya, karena aku membuat sepatu-sepatu itu hanya sendirian. Semua kulakukan sendiri, mulai dari membeli bahan baku, melukisnya, mempromosikannya bahkan mengirimnya via titipan kilat. Aku memang merasa lebih nyaman untuk mengerjakan semuanya sendiri. Saat itu aku memutuskan baru menerima satu reseller saja. Hingga lebih dari setahun aku bekerja sama dengannya. Saat itu, kunikmati menjalankan usaha ini, sekaligus menekuni hobi.






Inilah beberapa karya lukisku. Alhamdulillah, pemesan selalu puas ^_^

Sampai kemudian aku mulai merasakan kemajuan usaha sepatu lukisku. Aku tak menyesal dengan keputusanku memilih berusaha mandiri. Dengan memiliki usaha sendiri, aku masih punya waktu dan kesempatan melakukan banyak hal menarik diluar pekerjaanku sehari-hari. Selain menekuni usaha sepatu lukisku ini, aku juga bisa kembali mengasah hobi menulisku. Keuntungan lain memiliki usaha sendiri di rumah, aku tak lagi terikat oleh jam kerja yang mengharuskan masuk kantor pukul setengah sembilan hingga pukul lima sore. Artinya aku tak perlu lagi berjibaku dalam kemacetan jalan raya Jakarta setiap jam sibuk pergi dan pulang kerja. Bila ingin bepergian pun aku tak perlu repot mengambil cuti karena aku bisa mengatur waktu kerjaku dengan fleksibel. Inilah asyiknya menjadi bos bagi diri sendiri.


Ada yang pesan gambar batik pun kuterima,
walau ternyata susah juga membatik dengan cat acrylic





Melukis logo-logo klub sepakbola ini adalah tantangan terberat

Pesanan gambar aktor Korea

Melukis aktor Korea pun bisa ^_^


Melukis Michael Jackson pun bisa ^_^

Seiring berjalannya waktu, ternyata sekarang ini kesempatan menulis semakin terbuka untukku. Passion terbesarku pun akhirnya beralih ke menulis. Walau sampai saat ini masih saja ada yang memesan sepatu lukis kepadaku, tetapi sayangnya aku belum mampu memenuhi.

Namun bagi teman-teman yang berminat membuka usaha melukis sepatu, semoga pengalamanku ini bisa menambah informasi, bagaimana lika-liku sebuah usaha. Memang berat pada awalnya, banyak tantangan yang harus dilalui, tapi jika kita berhasil melewati semuanya, maka kejayaan insya Allah akan digapai.

Semangat ya! ^_^

Kisah pengalamanku jatuh bangun membuka usaha sepatu lukis ini termuat dalam buku "Bye-Bye Office" terbitan MIC Publishing.



Namun kini, aku memilih menjadi penulis novel saja ... ^_^

Dan ini adalah salah satu mimpiku yang terwujud tahun ini. Akhirnya, novelku terbit di penerbit idamanku, Gramedia Pustaka Utama. "HATIKU MEMILIHMU" Koleksi yuuuk... ^_^




Sekarang, aku memutuskan menulis novel saja
Entah kapan aku akan melukis sepatu lagi ... ^_^