Laman

Senin, 04 November 2013

Sengsara Membawa Nikmat

Desa Janten, Temon, Kulon Progo, Jogjakarta
Tak jauh dari Pegunungan Menoreh


By : Arumi E

Kali ini aku ingin berbagi pengalamanku di masa lalu, saat pernah putus asa mengais rezeki. Tapi aku pantang menyerah. Dan semangat terus maju akhirnya berbuah manis.

Benarlah kata pepatah, hidup itu memang ibarat roda yang berputar. Kadang kita berada di atas, tapi seringkali kita berada di putaran terbawah. Nasib seperti itu pun pernah kurasakan. Aku adalah sarjana lulusan arsitektur, yang setelah melamar ke sana-sini, akhirnya diterima bekerja di sebuah perusahaan Konsultan Desain Arsitektur. Bukan sebuah perusahaan besar, tapi aku merasa bersyukur, karena tak mudah untuk mendapatkan sebuah pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan keahlian dan minat kita. Ini bukan pekerjaan pertamaku setelah lulus kuliah, tapi aku berharap ini lebih baik dari sebelumnya.

Dengan penuh semangat kukerjakan semua tugas yang menjadi tanggungjawabku. Hingga memasuki bulan kelima aku bekerja di sana, aku merasa semakin nyaman dan semakin paham dengan tugas-tugasku. Walau aku harus kerja rangkap, selain sebagai arsitek yang merancang desain bangunan yang kebanyakan rumah mewah berlantai dua, sekaligus juga aku bekerja sebagai drafter yang mengerjakan semua gambar kerja untuk bangunan yang aku desain itu. Karena arsitek di kantor tempatku bekerja itu memang hanya aku dan Bosku.

Aku jalani itu semua sebagai salah satu proses belajar untuk menempa kemampuanku. Aku tak mengeluh. Barulah memasuki bulan keenam, aku mengalami ujian. Aku mendengar kabar, Bosku ingin menutup kantornya itu dan beralih profesi menjadi petani cabai. Hatiku berdebar, merasa tak berdaya, jika perusahaan Bosku itu ditutup, maka sudah bisa dipastikan, aku akan kembali menganggur. Pasti tak mudah untuk mendapatkan pekerjaan baru. Aku pasrah, menangis dalam hati. Apalagi ketika Bos memanggilku dan membenarkan kabar itu. Aku tertunduk lesu.

Namun sebelum aku pergi, Bos menawarkan padaku pekerjaan di pertanian cabai miliknya di Mega Mendung. Aku terperangah, ah, sungguhkah itu? Tapi aku hanya tahu tentang ilmu arsitektur, sedikitpun aku tak tahu tentang pertanian. Bosku malah memberi nasihat, bahwa sebaiknya mumpung aku masih muda, aku pelajari semua, jangan hanya terpaku pada satu bidang saja. Setelah aku pertimbangkan, maka aku terima tawaran Bosku itu. Aku pikir, bekerja apa saja asalkan halal, masih jauh lebih baik daripada tak bekerja.

Dimulailah petualanganku bekerja sebagai pengawas pertanian cabai. Sebenarnya hampir tak ada bedanya mengawasi pembangunan gedung dengan mengawasi pertanian cabai. Sama-sama kerja lapangan yang terpanggang di bawah terik sinar matahari. Tapi kali itu aku bertanggung jawab terhadap mahluk hidup, ratusan bibit cabai yang masih rapuh. Salah sedikit saja, maka bibit-bibit cabai yang masih belia itu terancam mati.

Aku tinggal di mess yang tersedia di lahan pertanian itu. Dan diperbolehkan pulang sebulan sekali. Sekuat tenaga aku berusaha beradaptasi dengan pekerjaan di pertanian. Secara kilat aku harus belajar cara menyemai bibit cabai dan cara menanamnya di lahan pertanian. Setelah dua bulan bekerja di pertanian itu, aku menyerah dan memutuskan berhenti. Bukan maksudku menolak rejeki pekerjaan itu, tapi aku masih ingin mengejar mimpiku menjadi seorang arsitek.

Aku bertekad akan berusaha mencari pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan minat dan keahlianku. Aku pun pamit kepada Bosku dan rekan-rekan kerjaku. Walau bagaimana pun, tak akan kulupakan kenangan bekerja di pertanian, yang tak hanya penuh kerja keras, tapi juga ada suka.

(Pengalamanku bekerja di pertanian cabai ini menjadi inspirasi novel karyaku yang akan terbit bulan Mei 2014. Tunggu ya ... ^_^. Bukankah ternyata, pekerjaan apa pun jika dilakukan dengan sungguh-sungguh tak hanya menjadi sumber rezeki pada saat itu, tapi bisa jadi akan memberi rezeki di saat kemudian)

Kembali ke Jakarta, kembali aku berkutat dalam perjuangan mendapatkan pekerjaan baru. Berlembar-lembar lamaran aku kirimkan ke banyak perusahaan. Beberapa memanggilku untuk wawancara dan tes gambar, tapi satu pun belum ada yang menerimaku sebagai pegawai. Hingga akhirnya aku mendapat ide ingin mencari kerja di Jogjakarta. Kebetulan, Mbah Putriku tinggal di sana.

Kubayangkan nyamannya tinggal di Jogja, pasti tak sebising dan sepadat Jakarta. Tentunya tak akan membuat stress. Kusampaikan niatku itu kepada Bapak dan Ibuku. Bapak dan Ibu menyerahkan keputusan kepadaku, karena aku dianggap telah dewasa, pantas memutuskan sendiri jalan hidupku. Berangkatlah aku ke Jogja, tepatnya, ke Desa Janten, Kulon Progo, berbekal tabungan selama aku bekerja sebelumnya.

Mbah Putri, Bulik dan dua sepupuku mendukung niatku untuk tinggal bersama mereka. Kehadiranku akan membuat rumah Mbah Putri yang lumayan luas menjadi semakin ramai. Rumah Mbahku itu cukup jauh dari kota Jogja, berjarak sekitar 45 km, satu jam perjalanan dengan bus antar kota.

Rumah peninggalan Mbah Putri di Desa Janten. Masih sejuk, banyak pepohonan.
Sekarang Mbahku sudah nggak ada ...

Mulailah aku membeli surat kabar lokal setiap hari, mencari info lowongan pekerjaan. Jarang sekali ada lowongan untuk lulusan Arsitektur di Jogja saat itu. Kebanyakan lowongan itu minta pelamar datang langsung.

Suatu hari di surat kabar itu kutemukan iklan lowongan kerja sebagai arsitek sekaligus drafter. Kali itu pun pelamar diminta datang langsung. Jam enam pagi aku berangkat ke kota Jogja membawa satu berkas surat lamaran. Setelah berkali-kali nyasar, tepat jam sembilan pagi aku sampai di kantor developer yang membuka lowongan itu. Aku menunggu cukup lama, sampai akhirnya tiba giliranku menghadap bagian personalia (HRD). Aku masuk dan memberi salam dengan sopan Aku dipersilakan duduk. Pak HRD itu membolak-balik berkas lamaranku.

“Kamu lulusan Jakarta?” tanyanya dengan pandangan heran.
“Benar, Pak.” jawabku sopan.
“Kenapa kamu melamar kerja di Jogja?” tanyanya lagi.
Aku agak bingung memikirkan jawabannya. Kenapa ya?
“Karena Mbah Putri saya tinggal di Jogja, Pak. Saya ingin menemani beliau.” jawabku sekenanya.
“Kamu aneh, lulusan Jogja berebut mencari kerja di Jakarta, eh, kamu lulusan Jakarta malah cari kerja di Jogja. Di sini gajinya kecil loh.” kata Pak HRD itu.

Ah, aku tidak minta gaji besar, bagiku yang penting mendapatkan pekerjaan. Namun tetap saja hingga berhari-hari kemudian aku tak juga mendapat panggilan. Tak putus asa, kucari lowongan lain. Kudatangi satu persatu. Sendirian aku menjelajahi Kota Jogja, berkali-kali aku nyasar, tapi aku tak menyerah. Setiap hari aku berangkat dari Desa Janten pukul enam pagi. Pukul 5 sore, aku harus segera pulang, karena bus dari kota Jogja yang menuju Desa Janten hanya beroperasi hingga pukul 5 sore.

Pernah aku terlambat, pukul 6 sore baru beranjak pulang. Terpaksa aku naik bus antar kota jurusan Purworejo. Aku turun di jalan masuk Desa Janten dan harus berjalan kaki sepanjang satu kilo meter untuk sampai di rumah Mbahku. Langit sudah gelap, waktu menunjukkan pukul 7 malam. Sepanjang jalan itu tak ada satu pun lampu jalan yang terpasang. Aku hanya mengandalkan cahaya dari sepeda atau motor penduduk desa yang kebetulan lewat. Tapi sedikitpun aku tak takut. Aku berjalan perlahan, menikmati suasana saat itu. Kurasakan sengsara itu membawa nikmat, bukankah aku masih diberi kesempatan menghirup udara desa yang segar dan mendengarkan suara jangkrik yang bersahut-sahutan? Bukankah itu anuegrah?

Tak terasa, dua bulan sudah aku mengadu nasib di Jogja. Sudah begitu banyak kantor yang kudatangi untuk melamar pekerjaan. Tabunganku mulai menipis. Tapi aku belum berhasil mendapat pekerjaan. Aku harus pulang, aku tak mau membebani Mbah Putri dan Bulikku. Terpaksa aku pamit dan kembali ke Jakarta. Ah, ternyata mencari pekerjaan di kota Jogja juga tak mudah.

Sesampai di Jakarta aku kembali kebingungan, uang tabunganku tinggal dua ratus ribu rupiah. Aku menangis tak berdaya, tak tahu apalagi yang harus kuperbuat. Aku pantang meminta ongkos dari orangtuaku. Bagiku, sudah cukup mereka bekerja keras membiayaiku sekolah hingga lulus Sarjana. Setelah itu, aku harus mampu berusaha memenuhi kebutuhan hidupku sendiri. Walau aku masih tinggal bersama orangtuaku, aku tak ingin membebani mereka.

Aku bertanya-tanya, apakah keputusanku berhenti bekerja di pertanian dulu adalah suatu kesalahan? Artinya aku menolak rejeki? Aku mohon ampun kepada Allah, tahajud setiap malam, berdoa memohon dibukakan jalan. Tak sengaja, kudengar lagu Opick featuring Melly Goeslaw berjudul: TAKDIR

Dihempas gelombang, dilemparkan angin
Sekisah kubersedih kubahagia
Di indah dunia yang berakhir sunyi
Langkah kaki di dalam rencana-Nya
Semua berjalan dalam kehendak-Nya
Nafas, hidup, cinta dan segalanya
Dan tertakdir menjalani segala kehendak-Mu, ya Robbi
Kuberserah, kuberpasrah hanya kepada-Mu, ya Robbi
Bila mungkin ada luka, coba tersenyumlah
Bila mungkin tawa, coba bersabarlah
Karena air mata tak abadi
Akan hilang dan berganti

Hm, menyejukkan hati. Lirik lagu yang menyentuh dan melodinya yang syahdu, menjadi Theme Song hidupku saat itu. Semua berjalan dalam kehendak-Nya. Ya, aku seperti kembali diingatkan akan Firman Allah: Sesudah kesulitan akan datang kemudahan. Aku tak akan berputus asa. Aku yakin Allah akan menepati janji-Nya.

Beberapa minggu kemudian, aku mendapat panggilan dari bank tempat aku menabung, mereka menyampaikan bahwa aku memenangkan undian mendapat hadiah tabungan sebesar 2.5 juta rupiah. Rasanya aku tak percaya, tabunganku yang hanya dua ratus ribu rupiah bisa memenangkan undian? Tapi itu kenyataan, aku takjub ketika melihat buku tabunganku, saldoku bertambah banyak. Aku mengucap syukur yang tiada terkira, apalagi ini namanya jika bukan pertolongan Allah secara langsung? Dengan uang itu, aku dapat membiayai usahaku mencari pekerjaan baru.

Setelah sebulan berusaha mencari kerja ke sana-sini, akhirnya aku diterima bekerja di sebuah Konsultan Desain Arsitektur dengan gaji dua kali lipat dari gaji yang pernah aku dapatkan sebelumnya. Pekerjaanku juga meningkat, tak lagi hanya mendesain rumah tinggal, kantorku yang baru itu menangani proyek pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Membuatku bangga karena ikut terlibat dalam proses mendesain renovasi gedung-gedung yang cukup penting, salah satunya adalah Gedung Sekretariat Negara. Resume-ku pun menjadi jauh lebih baik.

Sungguh luar biasa pertolongan Allah.

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". 

Al Qur'an surat Ghâfir ayat 60

Note : 
Ini baru sepenggal kisah pengalamanku berjuang mengais rezeki. Setelah ini masih banyak hal lainnya yang aku alami, sampai akhirnya kini aku memutuskan menjadi penulis novel ^_^

Dan ... terbitnya novel baruku di Gramedia Pustaka Utama bulan Mei 2014 semakin memantapkanku untuk berkarir sebagai penulis. Aku senang sekali setiap kali mendapat respon dari pembaca yang menyukai tulisanku. Buat yang hobi membaca kisah romantis, yuuuuk, koleksi novel terbaruku : 

"HATIKU MEMILIHMU"


Sabtu, 02 November 2013

Horor dodol : Gagang Pintu yang Bergoyang

webunic.blogspot.com


Gara-gara home alone ...

By : Arumi E

Rumahku bukan rumah angker. Berlantai dua, terletak di perkampungan ramai. Tapi karena aku milih kamar di lantai atas, kadang aku suka merasa parno (paranoid). Ada 3 kamar di lantai bawah, satu jadi kamar orangtuaku, dua kamar masing-masing jadi kamar dua adik cowokku.

Aku milih kamar di lantai atas karena bisa punya privasi lebih. Cuma kamarku satu-satunya di lantai atas, depan kamarku ada ruang komputer, di sampingnya ruang nonton teve. Awalnya sih baik-baik aja tidur sendirian di lantai atas. Berani aja tidur dengan lampu dimatiin. Kamar yang gelap bikin aku gampang lelap.

Tapi kadang aku parno juga tidur di kamarku itu.
Beberapa kali aku mendadak bangun tengah malam karena rasanya kayak ada sosok yang menekan dadaku sampai sesak napas. Aku berusaha bisa bernapas. Berulang-ulang mengucap istigfar. Tapi susah banget. Kalimat itu nggak bisa selesai kuucapkan, seolah kaya tersangkut ditenggorokkanku. Setelah berhasil istigfar, barulah aku bisa napas lagi. Kunyalakan lampu dan buru-buru lari ke lantai bawah. Aku pindah tidur di depan teve di ruang keluarga dengan lampu yang menyala. Kejadian itu beberapa kali kualami.

Nggak yakin juga deh, sebenarnya itu cuma mimpi atau di kamarku memang benar ada mahluk gaibnya? Hiiyyy!! Biasanya setelah sehari dua hari tidur malamku terganggu kejadian kayak gitu, dalam beberapa hari aku nggak berani tidur di kamarku sendiri. Mendingan tidur di depan teve ruang keluarga aja deh, rasanya yakin lebih aman. Di sekeliling ruang keluarga ada kamar kedua adikku. Jadi andai ada apa-apa, aku tinggal teriak dan menggedor kamar mereka.

Makin parno deh kalau sebelum tidur aku nonton film horor. Padahal film horor-nya nggak seram-seram amat dan ditayangkan di stasiun teve nasional, jadinya banyak didiskon adegan sadis seremnya. Tetap aja selesai nonton film horor, aku takut tidur di kamarku tanpa nyalain lampu. Jujur aja, seserem-seremnya kamarku, aku lebih suka tidur di kamar sendiri daripada tidur di depan teve ruang keluarga.

Suatu ketika, abis nonton film horor, aku tetap pengin tidur di kamarku. Aku nyalain lampu. Tapi lampu neon di kamarku terang banget, silau, bikin susah merem. Nekat kumatiin aja lampu itu. Berharap dengan keadaan kamar yang gelap bisa tidur nyenyak. Buru-buru aku nutup mata, takut mendadak ada yang seram-seram nongol di depanku seperti dalam film yang barusan kutonton.

Selama beberapa detik suasana masih damai. Nggak lama aku merasa ada angin bertiup lembut di kuping kanan. Posisi tidur favoritku miring ke kanan sambil memeluk guling. Otomatis kupingku bebas terbuka. Nah….kenapa ya rasanya ada yang meniup kupingku?? Mendadak aku merinding disko. Kucari selimut dengan kakiku, lalu kutarik selimut itu sampai nutupin seluruh kepala,  lalu kupejamkan mata.

Huft!! Kirain udah aman, ternyata…

Syuuut….mendadak aku merasa ada yang mengelus-ngelus punggungku. Bulu kudukku makin tegak berdiri. Hiiiyyy…ada mahluk apa nih di belakangku? Aku mulai berkhayal yang enggak-enggak. Terbayang adegan seram dalam film horor yang tadi kutonton. Buru-buru aku loncat bangun dari tempat tidur. Langsung lari ke pintu dan menekan saklar lampu. Setelah terang, aku nengok ke kanan kiri, menatap ragu ke arah pojokan tempat tidur yang tadi kupunggungi. Nggak ada apa-apa!! Apa dong tadi  yang ngelus-ngelus punggungku? Atau cuma perasaanku aja ada yang ngelus-ngelus?

Walau jelas nggak ada apa-apa di kamarku, malam itu aku nggak minat tidur di kamar itu lagi. Setengah berlari aku turun dan tidur di depan teve lagi dengan lampu menyala. Suara langkah kakiku di tangga kayu yang terburu-buru menciptakan suara gedubrakan dan bikin bapak terbangun.

“Ada apa sih? Berisik banget?” tanya bapak dengan muka masih kusut.
“Di kamarku ada setan,” jawabku seenaknya sambil menggelar kasur palembang di depan teve.
“Setan apa? Pasti kamu mimpi lagi. Makanya, kalo penakut jangan suka nonton film horor,” sahut bapak.

Malam berikutnya, ternyata horor masih berlanjut. Sekali saja merasakan teror di kamarku sendiri, biasanya butuh waktu seminggu bisa normal nggak takut lagi. Aku masih nggak berani matiin lampu saat tidur. Lampu kubiarkan menyala. Kuselimuti seluruh badan sampai kepala. Beberapa jam pertama, aku masih tidur dengan nyaman. Tapi pertengahan malam, mulai dehh mimpi seram lagi.

Kayaknya serasa beneran dikejar sosok serba hitam. Aku memaksa buka mata, dan kaget bukan main kayak ada mahluk serba hitam di atas tubuhku sedang mencekik leherku. Aku susah napas.

“As…Astg…Astag…” ucapku susah payah.
Kalimat yang ingin kuucapkan itu seperti tertahan di pangkal tenggorokan. Berkali-kali aku mengulang menyebutkannya.
“Astag…astagfr…Astagfirullah!!” ucapku sekuat tenaga.

Begitu kalimat itu terucap, tenggorokkanku terasa longgar dan aku bisa napas lagi.  Huft!! Lega banget deh rasanya. Reflek aku loncat bangun dari tempat tidur. Mataku melotot melihat sekeliling kamar. Nggak ada apa-apa. Untunglah nggak ada apa-apa. Kalau sampai lihat yang aneh-aneh, wadaww!! bisa pingsan deh.
Segera aku turun ke ruang keluarga dan tidur di depan teve lagi dengan lampu nyala.

“Kamu ngapain sih, tiap malem tidur di sini? Lampu nggak dimatiin, boros listrik kan…” tegur ibu sambil menggoyang-goyang tubuhku yang masih asyik ngorok dengan suara syahdu.

Mataku masih riyep-riyep sudah diberondong pertanyaan, bikin ngos-ngosan tapi terpaksa menyahut,

“Di kamar ada setan gede hitam,” jawabku.
“Ah, kamu kebiasaan deh, kalo mimpi aneh-aneh. Di rumah ini mana ada setan?’ bantah ibu.
“Ya ibu, siapa yang mau mimpi aneh. Nggak tau juga sih setan atau bukan. Tapi beneran, Bu, semalem leher rasanya kayak dicekik mahluk besar hitam jelek,” kataku.
“Itu pasti mimpi!” ujar ibu yakin.
“Kalo cuma mimpi, kok beneran nggak bisa napas, Bu?”
“Memangnya kamu lihat setan apa? Kuntilanak atau genderuwo?”
“Hiiiy, Ibu bikin makin takut aja. Nggak tau, nggak jelas. Pokoknya warnanya hitam.”
“Itu namanya kamu ketindihan. Itu sih bukan setan. Itu karena sebelum tidur kamu nggak baca doa.”
“Ih, ibu…siapa yang nggak baca doa? Udah baca doa kok. Ketindihan itu apa sih? Memang rasanya aku ditindih mahluk hitam itu sampai nggak bisa napas.”

 “Gugling aja gih di internet. Masa anak zaman sekarang nggak ngerti ketindihan. Makanya kamu kalo tidur posisinya yang bener. Baca doa dulu. Cuci kaki dan tangan sampai bersih. Wudhu dulu kalo perlu. Nggak ada setan di rumah ini. Kamu kayak anak kecil aja takut sama setan. Apa kamu mau tukeran kamar tidurnya sama adikmu?”

Aku menggeleng kuat-kuat.

“Nggak ah, nggak mau tukeran kamar. Biar gimana tetep paling enak kamar di lantai atas,” jawabku.

Walau terkadang diganggu mimpi aneh, tapi aku nggak berniat pindah kamar. Kamarku itu kamar yang paling enak. Jauh dari keramaian. Jika memang yang sering mengganggu tidurku itu bukan setan, Alhamdulillah. Berarti kamarku aman. Mungkin memang benar aku hanya bermimpi saja.

Tapi mimpi seram disertai sesak napas keseringan seperti itu, bikin capek juga. Aku ikuti saran ibu. Wudhu sebelum tidur dan banyak-banyak baca doa. Malam selanjutnya aku kembali bisa tidur dengan tenang, nggak lagi diganggu dengan peristiwa “ketindihan” itu. Walau tetap saja setiap selesai nonton film horor nggak berani tidur dengan lampu mati.

Malam-malamku mulai terasa damai. Sampai pada suatu malam, aku harus di rumah sendirian! Waduh, selama ini nggak pernah ngerasain home alone. Ketar-ketir juga harus sendirian di rumah malam-malam. Teringat lagi mahluk besar hitam yang sering muncul dalam mimpi disertai susah nafas itu.
Ketika itu malam minggu. Pas kebetulan banget malam itu kedua adikku ada acara di luar kota bersama teman-teman mereka masing-masing. Bapakku mendadak nggak enak badan, panasnya tinggi. Menjelang sore, ibu mengantar bapak ke rumah sakit. Aku sendiri menjaga rumah. Agak malam, ibu menelpon mengabarkan bapak harus dirawat karena mendadak sesak napas dan jantungnya terasa sedikit ngilu.

“Ibu nginep rumah sakit nemenin Bapak,” kata Ibu.
“Aku sendirian di rumah dong?” tanyaku agak panik.
“Ya iyalah. Kamu jaga rumah. Kamu udah gede, udah kerja masa takut tidur sendirian di rumah,” jawab ibu kalem.  

Glekk! Aku menelan ludah. Cilaka, aku bakal sendirian malam itu di rumah. Jelas, aku nggak mau tidur di kamarku sendiri. Aku menggelar kasur di ruang nonton teve, berniat tidur di situ. Tapi tidur di lantai, seringkali nggak bisa nyenyak. Lantas aku berinisiatif pindah tidur ke kamar bapak dan ibu. Aku berharap kamar bapak dan ibu lebih aman dari mimpi-mimpi seram dibanding kamarku yang jauh di lantai atas. Kubiarkan lampu nyala. Rasanya selama beberapa menit aku mulai tertidur dengan tenang. Sampai kemudian…

“Ceklek!!”

Sebuah suara membangunkanku. Mataku membuka cepat. Langsung menatap ke arah pintu kamar bapak dan ibu. Nggak ada apa-apa yang terjadi. Tadi suara apa ya? Kok kayak suara gagang pintu mau dibuka? Mataku masih nggak berkedip menatap ke arah gagang pintu kamar.

“Halah! Parno banget nih. Cuma perasaan gue kali ah.” Aku berusaha menghibur diri lalu kembali memejamkan mata.

“Ceklek! Ceklek!!”

Jreng!! Mataku sontak terbuka lagi, lalu menatap nanar ke arah gagang pintu kamar. Masih nggak ada apa-apa. Aduh, sumpah, tadi jelas kudengar suara gagang pintu ceklak-ceklek lebih kencang dari sebelumnya. Tapi setelah beberapa menit gagang pintu itu aku pelototin tetap aja nggak terjadi apa-apa.

“Ceklek!!”

Dug! Dag! Dug! Jantungku berdebar kencang banget. Ampun!! Kali ini aku beneran melihat gagang pintu kamar itu bergerak!! Mendadak aku panas dingin. Sampai aku nggak berani napas saking takutnya.

“Ceklek! Ceklek!”

Gagang pintu itu bergerak semakin kencang, jelas ada yang berusaha membukanya dari balik pintu. Ampun Tuhan! Aku mengucek-ucek mata. Benar, aku nggak salah liat. Gagang pintu itu memang benar goyang-goyang sendiri!! Hiiiy, siapa yang gerakin? Siapa yang mau masuk kamar ini? Mahluk hitam yang suka bikin sesak napas itukah?

Aku meringkuk di pojok tempat tidur sambil menutupi seluruh tubuhku dengan selimut ibu yang tebal. Aku segera komat-kamit mengucapkan doa. Tapi dalam keadaan kritis seperti itu, yang kuingat cuma surat Al Fatehah. Maka, surat itulah yang kubaca berulang-ulang. Aku masih berharap ini cuma mimpi. Apa lagi penjelasan yang masuk akal dari gagang pintu yang bisa bergerak-gerak sendiri?

“Pak, aneh nih, pintunya nggak bisa dibuka. Padahal tadi kayaknya nggak ibu kunci.”
Aku terkejut mendengar suara dari balik pintu itu. Segera aku menegakkan kepala. Itu kan suara ibu?

Beneran ibu apa bukan ya? Atau setan yang niru-niru suara ibu? Perlahan aku bangun dan berjingkat-jingkat menghampiri pintu, menempelkan kupingku ke pintu dengan harapan bisa mendengar suara di baliknya lebih jelas.

“Bapak juga nggak ngunci pintu ini kok.” Itu suara bapak.
“Coba bangunin anak kita, Bu.. Jangan-jangan dia nih yang ngunci pintu kamar kita.” suara Bapak lagi.

Ah, aku yakin itu memang suara bapak dan ibuku, segera aku menggerakkan kunci dan membuka pintu itu.

“Loh? Kamu di dalam kamar ini toh?” tanya ibu dengan wajah sangat terkejut.

Wajahku nggak kalah terkejutnya. Aku mengucek-ngucek lagi mataku, masih kurang yakin kalau yang ada di hadapanku itu benar-benar bapak dan ibuku.

“Ini beneran bapak dan ibu yaa???” tanyaku ragu.
“Ya iyalah! Memangnya kamu kira siapa? Cuci muka dulu sana! Supaya nggak siwer pandangannya,” sahut ibu.
"Loh, bapak ibu kok pulang? Katanya tadi bapak dirawat?” tanyaku lagi.
“Bapak nggak jadi dirawat. Panasnya udah mulai turun. Detak jantungnya juga udah mulai normal. Tapi bapak diingetin dokter nggak boleh ngerokok lagi.” jawab ibu.

Bapak yang terlihat lelah nggak menyahut, langsung saja masuk kamar dan berbaring di tempat tidur.

“Kamu tidur di sini tadi? Takut ya tidur di kamar kamu sendirian?” tanya ibu dengan nada suara setengah meledek.
“Bukannya takut, Bu. Kalo tidur di kamar ibu kan bisa denger suara-suara mencurigakan di depan rumah. Siapa tau aja ada orang yang niat maling. Kalo di kamarku kan nggak kedengeran suara-suara di lantai bawah.”

Ah, ibu nggak perlu tahu tadi aku ketakutan setengah mati mengira ada setan yang berusaha membuka pintu kamar dan akan mencekikku. Beginilah akibatnya kalau penakut dibiarkan “Home Alone.” Masa kalah sama Mc Culay Culkin sih? Malu-maluin aja

Intermezzo :  
Sekarang aku sudah nggak pernah mengalami “ketindihan”. Mungkin karena rumahku sekarang makin ramai. Lantai atas di perluas sehingga di depan dan di samping kamarku ada kamar kedua adikku. Di lantai bawah, orangtuaku malah membangun 3 kamar yang kemudian disewakan untuk mahasiswi yang kuliah di kampus dekat rumahku. Aman deh sekarang. Lagian, takut itu sama Allah aja yaa… jangan sama yang lain ^_^

Kamis, 31 Oktober 2013

Resensi Film : The Lake House



Trailer The Lake House
Judul Film : The Lake House
Produksi : Tahun 2006
Pemain : Keanu Reeves dan Sandra Bullock


Ini bukan film baru, tapi masih asyik ditonton. Sudah lama sekali aku nggak menonton film ini. Sampai kemudian sabtu kemarin adikkku menawarkan apakah aku mau menonton film "The Lake House"?

Tak kusangka, adikku perhatian banget sama aku. Ternyata dia tahu aku suka Keanu Reeves. Pas banget, kebetulan aku memang sedang menulis cerita dengan tokoh cowok arsitek. Dan rumah di tepi danau yang romantis itu ... Hm, sepertinya bisa menjadi inspirasi setting yang indah.

Film ini mempertemukan kembali dua artis Keanu Reeves dan Sandra Bullock yang sebelumnya sudah pernah beradu akting di film blockbuster "SPEED".

Menurutku, setting film ini romantiiiis banget. Di sebuah rumah yang seluruh dindingnya kaca, di pinggir sebuah danau. Ini adalah rumah Alex Wyler (diperankan Keanu Reeves) hasil rancangannya sendiri.

Alex adalah seorang arsitek. Ia sempat dianggap nekat membuat sebuah rumah yang seluruhnya berdinding kaca, tapi Alex tak peduli. Ia memang punya gaya merancang sendiri yang berbeda dengan ayahnya yang juga seorang arsitek terkenal. 

Rumah danau yang simple.

Di depan rumah ini ada sebuah kotak surat. Kotak surat itulah yang secara ajaib menghubungkannya dengan seorang gadis yang tinggal dirumah kacanya itu dua tahun yang akan datang.

Hm, sudah berasa aroma romantis sekaligus misteriusnya yaaa....

Kotak surat ajaib ini menghubungkan Alex dan Kate
yang terpisah jarak dua tahun.
Pengen deh punya kotak surat ajaib kayak gini, hehehe.

Entah bagaimana keajaiban itu bermula. Nyatanya, kotak surat di depan rumah kaca tepi danau itu bisa menghubungkan surat Alex kepada seorang gadis bernama Kate Forster (diperankan Sandra Bullock), seorang dokter kesepian yang dua tahun setelahnya, akan tinggal di rumah Alex itu.

Mereka saling berkirim surat setiap saat, saling bercerita tentang apa saja. Sampai akhirnya mereka merasa dekat dan ingin sekali saling bertemu. Tapi bagaimana caranya? Mereka terpisah oleh waktu yang berjarak dua tahun.

Alex ... baca surat aja ganteng ... >.<

Kate yang berada di tahun yang sama dengan Alex, belum mengenal Alex. Alex berusaha menemuinya, tapi Kate tidak mengenalnya, bahkan Kate ternyata sudah memiliki kekasih. Alex berusaha mendekati Kate di masa yang sama dengannya, walau Kate yang ini belum mengenalnya.

Alex pedekate ke Kate di masanya yang sekarang, yang nggak kenal dia,
padahal ALex sudah sering surat-suratan dengan Kate di masa dua tahun berikutnya

Bahkan dia sempat mengobrol, berdansa dan kissing dengan Kate yang belum mengenalnya ini dan kepergok kekasih Kate.

Alex dan Kate sempat berdansa juga
Soundtrack lagu saat Alex dan Kate berdansa. Lagu yang dinyanyikan dan diciptakan Sir Paul McCartney. "This Never Happened Before




Kebayang deh gimana galaunya perasaan Alex, sudah ketemu langsung gadis yang dicintainya, tapi Kate di masa yang sama dengannya ini belum tahu dia, bahkan ternyata adalah kekasih orang lain. Alex pasti gemeeess banget. Tapi dia sabaaar banget deh, nggak mau memaksa Kate di masa yang sama dengannya ini.

Kate dan Alex nggak tahu lagi bagaimana caranya agar mereka bisa menyatu, karena mereka yang saling mencintai ini berada di tahun yang berbeda ... Magic yaaa

Kate yang kesepian dan berharap ketemu Alex
Alex juga merindukan Kate ...

Kemudian Alex punya ide. Ada sebuah restoran kelas atas yang jika ingin makan di sana, harus memesan jauh-jauh hari. Alex sengaja memesan meja untuk dua tahun lagi. Bagi  Alex, dua tahun lagi adalah benar-benar dua tahun lagi. Ia harus menunggu saat itu datang. Tapi bagi Kate, dua tahun lagi itu adalah keesokan harinya.

Sambil nunggu 2 tahun lagi ketemu Kate, Alex tetap sibuk bekerja  sebagai arsitek.
Sama denganku, aku juga dulu arsitek. Dulu tapinya ... hehehe

Maka, sesuai dengan hari yang telah mereka sepakati, Kate datang ke restoran itu, berharap akhirnya dapat bertemu dengan Alex. Namun setelah ia menunggu hingga restoran itu hampir tutup, Alex tidak datang juga. Kate kesal, dan mengira Alex tidak menepati janji, sedangkan Alex bingung kenapa ia di masa depan tidak menemui Kate sesuai dengan janji mereka?

Kasihan Kate, nungguin Alex sampai minumannya habis bergelas-gelas

Kate merasa lelah dengan hubungan yang tidak nyata ini. ia pun menegaskan tidak ingin berhubungan dengan Alex lagi. Semua surat-surat Alex sudah tidak dibacanya lagi dan tidak pernah dibalas, tapi dengan setia Alex tetap mengirim surat pada Kate, berharap suatu saat, Kate akan membacanya.

Ouch, kesetiaan Alex ini benar-benar bikin meleleh. Temannya sudah menyarankan Alex cari gadis yang nyata saja, jangan buang-buang waktu menunggu gadis yang nggak jelas ada di mana ... Tapi Alex nggak mau menyerah, dia tetap menunggu dua tahun untuk bertemu Kate yang sudah mengenal dan mencintainya, Alex ingat janji mereka akan bertemu di Daley Plaza pada hari valentine dua tahun lagi ...

Gantengnya Keanu Reeves ^_^

Sedangkan Kate berusaha melupakan Alex dan melanjutkan hidupnya. Ia kembali pada kekasih lamanya dan berniat membeli rumah untuk ditinggali bersama. Rumah itu ingin direnovasi. Pergilah Kate dan kekasihnya ke sebuah konsultan desain arsitektur. Selesai mendiskusikan desain rumah yang ia inginkan, sebelum Kate pergi dari kantor konsultan itu, ia melihat sebuah gambar rumah di tepi danau terpajang di dinding. Itu gambar rumah yang persis sekali dengan rumah yang menghubungkannya dengan Alex di masa lalu.

Kate hampir tak percaya, ia bertanya, "Siapa perancang rumah ini?"

Sang arsitek menjawab, "Itu hasil rancangan arsitek Alex Wyler".

"Ah, di mana dia sekarang? Apakah aku bisa bertemu dengannya?" tanya Kate lagi.

Betapa senangnya Kate, berharap ia bisa bertemu Alex. Tapi ia terkejut bukan main saat arsitek itu bilang, sayangnya Alex Wyler sudah tiada, akibat kecelakaan tepat dua tahun lalu di hari valentine.

Kate segera teringat dua tahun lalu dia duduk di Plaza Daley tepat di hari Valentine. Mungkin pada saat itu Alex datang untuk menemuinya. Menyadari itu, Kate buru-buru pergi ke rumah danau, dia menulis surat untuk Alex. Isinya mencegah Alex untuk menemuinya di Daley Plaza.

"Don't look for me, don't find me. If you still care to me, wait for me, wait with me, wait. Just wait. Wait two years, Alex. I love you. Come to the lake house. i'm here."

(Saat adegan Alex membaca surat ini, sumpah bikin deg-deg-an. Khawatir Alex tetap nekat nyebrang. untunglah Alex menuruti permintaan Kate. Wudiih, Aleeex, baik banget siiih ...)

Sambil menangis Kate menunggu kotak surat itu memberi tanda suratnya sudah dibalas Alex. 

Ini adegan paling menyedihkan, Kate nangis nungguin kotak surat itu
memberi tanda suratnya dibalas Alex

Kate sedih banget berharap suratnya untuk Alex nggak terlambat ...
Untunglah ia belum terlambat, suratnya untuk Alex masih sempat dibaca Alex sehingga Alex mengurungkan niatnya menyeberangi jalan. Ia pun selamat dari kecelakaan. Alex yang sungguh-sungguh mencintai Kate, dia menuruti permintaan Kate benar-benar menunggu sampai dua tahun kemudian. Alex ingat di hari valentine dua tahun kemudian, ia berjanji untuk bertemu Kate di rumah danau. 

Tak lama sebuah mobil datang. Kate menangis bahagia saat akhirnya ia melihat Alex keluar dari mobil itu. Keduanya berjalan perlahan saling menghampiri.

"Kau menungguku," ucap Kate terharu.
Alex tak bicara, dia langsung mencium Kate yang sudah ditunggunya selama dua tahun.... Hiks... nyesek. Ada nggak ya cowok setia begini sanggup nunggu dua tahun?

Yeay!! Akhirnya Alex dan Kate ketemu juga ^_^

Kalau jodoh memang nggak ke mana yaa... Akhirnya Alex dan Kate bisa bersatu juga ...

Aku sempat nangis nonton film ini, padahal dulu sudah pernah nonton. Mengharukan siiih... Romantisnya nggak nahan. dan film ini nggak bosenin untuk ditonton lagi. Kisah cinta yang lembut, mengharukan, tapi untunglah happy ending ^_^

Dan chemistry Keanu Reeves dan Sandra Bullock berasa banget, kenapa mereka nggak jadian beneran aja ya? ^_^




Soundtrack adegan terakhir, menyayat hati deh musiknya...

Huft, untunglah happy ending  ^_^


Selasa, 29 Oktober 2013

Asyiknya mendapat penghasilan dari hobi

Sketsa-ku


Ya, sejak sekolah dasar aku hobi menggambar dan mengarang. Bahasa Indonesia dan Seni Rupa adalah dua mata pelajaran yang paling aku suka. Kemudian aku memadukan kedua hobiku itu dengan membuat komik. Di sela-sela mengerjakan PR matematika atau pelajaran lainnya, aku malah menggambar. tentu saja menggambar saat waktunya mengerjakan PR ini kulakukan diam-diam jangan sampai ketahuan ibuku.

Sketsa-ku juga ^_^


Semakin lama, keahlian menggambarku semakin baik. Hingga akhirnya selepas SMA, aku memutuskan kuliah di jurusan arsitektur. Kuliah yang menyenangkan. Karena banyak sekali tugas menggambar sesuai dengan hobiku, walau aku sempat merasa minder. Saat SD, SMP dan SMA hasil karya seni rupaku menjadi yang terbaik. Namun saat berkumpul dengan sesama mahasiswa-mahasiswi yang semuanya pandai menggambar, ternyata keahlian menggambarku belum ada apa-apanya. Apalagi di jurusan arsitektur, kami tidak hanya dituntut mampu menggambar dengan hasil yang bagus, juga harus mampu membuat konsep rancangan bangunan dengan baik. Belum lagi harus menguasai matematika, fisika bangunan dan penghitungan struktur. Huft, inilah yang membuatku sempat ketar-ketir semasa kuliah. Walau mata kuliah terberat tentu saja Perencanaan Arsitektur dan ujian akhir.

Hasil rancanganku dengan 3D Max.
Nggak mahir menggambar dengan 3D Max
Walau lama kelamaan kuliah arsitektur terasa berat, akhirnya aku berhasil lulus juga sesuai jadwal. Sesudah lulus, tak mudah mendapatkan pekerjaan sebagai arsitek. Aku harus terdampar dulu di sebuah perusahaan kontraktor pertambangan emas Pongkor. Seminggu sekali aku harus cek lokasi ke Gunung Pongkor, Leuwiliang, Bogor.  Di sana hanya aku satu-satunya yang arsitek. Aku sering diledek kesasar. Karena aku dikelilingi insinyur-insinyur sipil dan pertambangan.

Tapi kujalani saja pekerjaanku itu dengan senang hati. Kuanggap salah satu bentuk mendapat pengalaman yang belum tentu akan dialami calon-calon arsitek lainnya. Sampai kemudian aku merasa petualanganku di pertambangan emas ANTAM itu sudah saatnya diakhiri.

Kemudian aku mencari pengalaman lain. Hingga merasakan menjadi arsitek sekaligus drafter di sebuah perusahaan desain kecil-kecilan. Sungguh-sungguh kecil-kecilan karena proyek-proyeknya pun kecil-kecil. Seputar renovasi rumah. Bosan di sini, aku pindah ke perusahaan konsultan desain arsitektur lainnya yang kuharap lebih baik dari sebelumnya. Tapi ternyata siapa duga, baru tujuh bulan bekerja di sana, bosku mendadak berubah pikiran ingin menjadi petani cabai. Terkejut, tapi aku tak bisa mengelak dari kenyataan ini. Pilihanku hanya dua, berhenti bekerja atau tetap bekerja sebagai pengawas pertanian cabai. Aku tak punya pilihan lain, saat itu aku tahu, tidak mudah mendapat pekerjaan baru. Jadilah aku terdampar di pertanian cabai di daerah Megamendung selama tiga bulan.

Aku tidak menyesali pengalamanku di pertanian cabai itu. Banyak sekali kejadian seru yang kualami di sana. Malah menjadi inspirasi sebuah novel yang akan terbit bulan Mei 2014 nanti. Hm, diam-diam aku mulai memikirkan pengalamanku di pertambangan emas Gunung Pongkor untuk kujadikan novel juga ;)

Bosan berada di pertanian cabai, aku kembali ke Jakarta dan kembali mencari pekerjaan sebagai arsitek. Akhirnya keberuntungan berpihak padaku. Aku mendapatkan pekerjaan idamanku. Di sebuah perusahaan konsultan desain arsitektur yang lebih besar dari sebelumnya. Aku terlibat dalam proyek-proyek yang cukup besar. Kebanyakan proyek pembangunan gedung pemerintah. Seperti Gedung ESDM, gedung Sekretariat Negara, gedung-gedung pemerintahan di Jogja. Sungguh pengalaman seru yang menambah wawasan dan keahlianku. Dua tahun aku bekerja di sini saat satu hal membuatku memutuskan mundur.

Begini deh kira-kira rumah rancanganku.
Biasanya aku melukis manual, ini dengan 3D max.
Aku kurang mahir 3D max

Okay, kali berikutnya aku mencoba pengalaman bekerja di sebuah kontraktor terkenal. Aku mendapat kesempatan ikut terlibat dalam Proyek Mal Pluit Junction yang dikerjakan kontraktor Adhi Karya. Dulu, aku sangat mengidamkan bisa bekerja di Adhi Karya. Akhirnya berhasil juga. Tapi siapa sangka, bekerja di lapangan setiap hari ternyata berat juga. Jam kerja sangat panjang. Dari pukul 8.30 pagi hingga paling cepat pukul 10.00 malam. Seringkali aku pulang pukul 12.00 malam. Rasanya sesampai di rumah aku tak sanggup mengerjakan yang lain karena paginya harus segera bersiap berangkat ke proyek lagi.

Baru tiga bulan aku bekerja di proyek Adhi Karya itu, aku mendapat tawaran bekerja di Dunkin Donut. Satu hal yang membuatku akhirnya memutuskan menerima pekerjaan menjadi arsitek untuk divisi pengembangan bangunan Dunkin Donut, karena di sini jam pulang kerja hanya sampai pukul 6.00 sore. Asyik kan?

Sayangnya, di Dunkin Donut pun aku tak bertahan lama. Hanya enam bulan, kemudian aku pindah ke perusahaan Konsultan arsitektur lagi, Envirotec. Ini konsultan desain yang mengerjakan desain Kota Casablanca. Lumayan, aku pernah ikutan terlibat membuat gambar kerjanya ^_^

Ya, ya ... banyak sekali pengalaman yang sudah kudapat. Hingga tiba-tiba saja aku merasa bosan menjadi pegawai dan bosan menjadi arsitek. Ini gawat sekali. Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan keputusanku ini pada kedua orangtuaku? Tapi rasanya memang aku sungguh-sungguh bosan ...

Pada saat yang bersamaan, perusahaan terakhirku terkena masalah. Aku pun terpaksa berhenti sekaligus aku berhenti mengirim surat lamaran ke perusahaan mana pun ... aku memutuskan ingin punya usaha sendiri ... keputusan nekat tapi tetap keukeuh kujalani.

Kulupakan ijazah arsitektur-ku, aku memutuskan membuka usaha membuat sepatu lukis. Yup, aku kembali pada hobi lamaku, menggambar.






Melukis ini saat ngefans sama Kang Ji Hwan ^_^


Inilah sebagian hasil sepatu lukis yang kulukis sendiri. Ternyata aku sudah melukis lebih dari 200 sepatu. Alhamdulillah, pembeli sepatu-sepatuku mengaku puas dengan hasil lukisanku. Walau pun usaha melukis sepatu ini juga sempat mengalami tantangan berat berliku yang hampir membuatku putus asa. Tapi karena aku suka melukis, maka aku terus melukis.

Sambil sibuk bekerja di bidang yang berhubungan dengan arsitektur, aku tetap menulis. Cerpen pertamaku dimuat di majalah remaja tahun 2005. Sejak itu menulis dan menggambar menjadi dua hal yang kukerjakan seiring sejalan. Bahkan setelah aku sibuk merintis usaha sepatu lukisku, aku tetap menulis.

Ah, sampai kemudian karena tantangan menulis sebuah novel membuatku berhenti melukis ...

Ya, setelah novel pertamaku "Saranghaeyo" terbit, aku tidak bisa berhenti menulis. Aku menulis terus sejak akhir tahun 2010 hingga sekarang. Sampai kemudian terbit novel-novelku selanjutnya, Four Seasons Of Love, Sweet Sonata, Sakura Wish, Cinta Bersemi di Putih Abu-Abu, Cinta yang Sempurna, Tahajud Cinta di Kota New York, Jojoba, Amsterdam Ik Hou Van Je, Heart Latte, Longest Love Letter ...

Dan selanjutnya akan terbit novel-novelku yang lain. Sampai tahun depan aku berencana menulis. Entah kapan aku akan melukis lagi. Kesibukan menulis membuatku tak sempat lagi memenuhi pesanan-pesanan melukis sepatu yang masih kerapkali datang.

Kali ini aku memilih menekuni hobiku yang satu lagi, menulis. Saat ini aku sangat menikmati pekerjaanku yang tidak tunduk pada bos mana pun. Aku bekerja dengan aturanku sendiri selain aturan yang telah ditentukan penerbit karyaku.

Aku mengerjakan hobi sekaligus mendapat uang dari hobiku ini. Asyik kan?

How wonderful life ... ^_^

Yuk, teman-teman, jangan putus asa bekerja keras, terus berusaha mencapai cita-cita. Jangan ragu mencari apa sesungguhnya passion-mu, yang akan membuatmu bergairah menjalani hari-harimu sekaligus terus menghasilkan karya.

Di sela-sela menulis, terkadang aku iseng bikin sketsa. Menggambar tetap deh nggak bisa ditinggalkan :)

Lukisanku untuk lomba ilustrasi majalah Story. Nggak menang sih ^_^

Untuk ilustrasi buku anak ^_^

Ehm ...
Saat ngefans sama Spiderman ^_^
Nah, kalau sekarang, aku lebih fokus menjadi penulis novel. Ini beberapa novel dan bukuku yang sudah terbit. Ada yang diterbitkan Zettu, DeTeens, Grasindo dan Adibintang. Tahun ini akan ada beberapa novelku yang terbit di penerbit idamanku. Tunggu kabar selanjutnya yaaa ^_^

Novelku yang sudah terbit ^_^

My books ^_^


~ oOo ~