Laman

Minggu, 18 Maret 2012

Korean Story : LONGEST LOVE LETTER




Novel "Longest Love Letter", pembatas bukunya cute, kuning cerah juga ^_^


Inilah naskahku yang berhasil terpilih dalam 31 karya yang layak diterbitkan dalam ajang PSA (Publisher Searching for Author) yang diselenggarakan Penerbit Grasindo.

Yuk, beli dan baca yaaa... ceritanya romantisssss ^_^















Judul : Longest Love Letter
Penulis : Arumi E
Penerbit : Grasindo Publisher
Tebal : 288 halaman
Harga : Rp 47.000
Genre : romance Korean Story

Buat yang susah dapat novel ini, bisa pesan langsung ke aku, kirim saja email pemesanan ke rumieko@yahoo.com. Ada diskon 10% menjadi 42.000. Plus tandatangan ^_^

Sinopsis:

“Kau mengingatkanku pada seseorang,” ucap Ryu Jin Soo.

Gadis itu, dengan latar belakang rumah mungil di ujung hamparan bunga canola kuning. Ryu Jin Soo merasa mengenalnya. Cara gadis itu tertawa, cara gadis itu bicara, bahkan cara gadis itu menggigit-gigit tusuk gigi hingga pipih seusai makan, mengingatkan Ryu Jin Soo pada Jang Mi Ra, kekasih masa remajanya. Tetapi gadis itu sama sekali bukan Jang Mi Ra, dia adalah Jo Eun Hye, artis papan atas Korea Selatan, yang sedang dekat dengan lawan mainnya, aktor Lee Jun Pyo.

Jo Eun Hye yang diombang-ambing perasaannya antara Ryu Jin Soo dan Lee Jun Pyo. Penulis novel best seller dan aktor idamannya. Ada rasa bersalah tiap kali ia memandang Ryu Ji Soo, ada rasa tak yakin saat ia menatap Lee Jun Pyo. Ada kisah gelap masa lalu yang ia sembunyikan dari keduanya. Sampai kemudian ia sadar, harus jujur pada salah satunya, menceritakan siapa dirinya sebenarnya, seusai ia membaca Longest Love Letter, novel terbaru Ryu Jin Soo.

Novel itu bagai surat cinta terpanjang yang pernah ia baca. Sayangnya, surat cinta itu bukan untuknya, melainkan untuk Jang Mi Ra yang kini entah berada di mana. Ryu Jin Soo berharap, kekasihnya yang telah lama hilang itu membaca ungkapan perasaannya dan menyadari ia masih menunggu di tempat yang sama, di hamparan bunga canola kuning dengan rumah mungil di ujungnya.



Salah satu ilustrasi dalam novel "Longest Love Letter"
yang cute, ini Kim Hye Ri yang ngefans berat sama Pororo ^_^

Cuplikan Novel "Longest Love Letter"

“Jo Eun Hye! Lee Jun Pyo mencarimu. Ia ingin bertemu denganmu. Katanya ada hal penting yang ingin ia sampaikan padamu,” kata Han Seung Yi lagi.
“Jun Pyo?” tanya Jo Eun Hye dengan mata terbelalak.

Sejak kemarin ia memang sengaja mematikan ponselnya karena sedang tak ingin diganggu siapa pun. Pagi ini ia lupa belum menyalakan kembali ponselnya. Ia segera meraih tasnya, lalu mengambil ponselnya dan mengaktifkannya kembali. Benar saja, beruntun belasan sms masuk. Dan semuanya dari Lee Jun Pyo! Tak sabar Jo Eun Hye membacanya satu persatu.

“Kau di mana Eun Hye? Bisakah kita bertemu? Aku ingin bicara denganmu,”
“Eun Hye, kau belum membalas sms-ku,”
“Eun Hye!!!!”
“Eun Hye….kau pingsan ya?”
“Eun Hye, apakah kau diculik?”
“Eun Hye…kau mulai membuatku putus asa,”
“Eun Hye, jika kau tidak membalas sms-ku dalam lima menit, aku akan…”
‘EUN HYEEEEE….”
“Eun Hye, ayah dan ibuku ingin mengundangmu makan malam di rumah mereka,”
“Eun Hye, manajermu bilang kau ada di Jeju? Sedang apa kau di Jeju? Apakah kau menemui Ryu Jin Soo? Kau tak boleh bertemu dengannya,”
“Eun Hye, Saranghaeyo…aku mencintaimu…”
“Eun Hye, aku akan menjemputmu ke Jeju,”
“Eun Hye, maukah kau menikah denganku?”

Tubuh Jo Eun Hye bergetar membaca semua sms dari Lee Jun Pyo itu. Ia tertawa sambil menangis. Ia begitu terharu. Mengapa ia bodoh sekali? Mengapa ia mematikan ponselnya semalam? Mengapa ia langsung kembali ke Seoul? Mengapa…?

“Han Seung Yi, Jun Pyo bilang dia mencintaiku…” ucap Jo Eun Hye dengan suara bergetar, wajahnya tersenyum tetapi matanya menangis bahagia.
“Aku memang sudah lama menduga kalian benar-benar saling mencintai,” sahut Han Seung Yi.
“Jun Pyo bilang ayah dan ibunya ingin mengundangku makan malam di rumah mereka,” kata Jo Eun Hye lagi dengan mata masih berkaca-kaca.
“Oh, itu bagus sekali, berarti ayah dan ibu Jun Pyo menyetujui hubungan kalian,” sahut Han Seung Yi lagi.
“Jun Pyo bertanya, maukah aku menikah dengannya?” kata Jo Eun Hye lagi, suaranya semakin bertegetar.

Kali ini Han Seung Yi tidak menyahut. Ia tersenyum lebar dan bertepuk tangan sekali.

“Jo Eun Hye, segeralah susul Lee Jun Pyo ke Jeju detik ini juga! Katakan kau bersedia menjadi istrinya!” teriak Han Seung Yi tak bisa menahan histeris ...

yang sudah baca novel "Longest Love Letter" boleh nih kasih review dan rating di goodreads yaaa : https://www.goodreads.com/book/show/24992429-longest-love-letter  Terima kasih banyaak ^_^







“Novel yang memikat! Pembaca akan dibawa untuk menikmati keindahan Pulau Jeju lewat tokoh dengan racikan emosi yang pas, alur yang menarik, dan setting cerita cantik yang dikolaborasikan dengan ciamik oleh sang penulis. Very recommended!”
-@cayyicayyi Penulis buku travelling Lost in Korea, Lost in Japan, dan Lost in Raja Ampat & Sorong-

“Khas cerita romantis Korea yang mengangkat cinta segi empat. Dibungkus suasana romantis pulau Jeju, pembaca seakan dapat menvisualisasikan setiap suasana yang digambarkan penulis dalam novel ini. Cerdas memainkan emosi, menarik dan menghanyutkan.”
-Fridha Kusumawardani, admin @KangJiHwanIndo, Kang Ji Hwan Indonesia

“Longest Love Letter" benar-benar menunjukkan sisi lain dari kisah romantis, selalu ada alasan yang lebih baik ketika jalan takdir memutuskan dan memilih agar "dia" pergi dari hidup kita.”
– Pearlita, admin @SJELFindo, Super Junior = ELF Indonesia

“Lagu Missing You dari G-Dragon melengkapi kisah dalam novel ini, membuat pembaca seolah-olah sedang berada di Jeju dengan suasananya yang romantis. Swagga!”
- Afnilian Hosari @sariemegumi, founder Bigbang For Indonesia, @bigbangforindo

“Membaca novel ‘Longest Love Letter’ ini serasa menonton K-drama. Konflik perasaan tokohnya memikat. Kisah pencarian cinta sejati yang menemukan jawaban di akhirnya, tanpa melukai siapa-siapa.”
–Ervan Joniawan, pecinta drama Korea


Endorsement dari :
Sari, founder Bigbang For Indo,
Fridha, admin Kang Ji Hwan Indo.
Pearlita, admin Supe Junior-ELF Indonesia,
Cayi, penulis Lost in Korea,
Ervan, pecinta drama Korea
Waah, alhamdulillah, Longest Love Letter masuk ke rak buku laris di Gramedia Medan ^_^

Longest Love Letter ada di rak buku laris di Gramedia Medan ^_^


Me and my new novel

Amy, pembaca dari Bukittinggi, yang langsung memesan novel
"Longest Love Letter" begitu terbit. Makasih ya, Amy ^_^
@riztagumilar juga sudah beli dan baca "Longest Love Letter" loh.
Makasih ya Rizta ^_^
Devi Faradila juga beli dan baca
"Longest Love Letter"
Makasih ya Devi ^_^

Selain novel ini, novel-novel karyaku lainnya yang telah terbit adalah :

Ini daftarnya yaa ...

Unforgotten Dream.

Penerbit Elex Media.

Harga Rp 39.800. diskon 10% menjadi 35.000. Belum termasuk ongkos kirim yaaa ^_^





Hatiku Memilihmu, penerbit Gramedia, terbit 2014
Harga 53.000 diskon 10% menjadi 47.000





























Monte Carlo, penerbit Gagas Media, terbit 2014
Harga 55.000 diskon 10% menjadi 49.000





























Cinta Valenia, penerbit Elex Media, terbit 2014
Harga 43.800 diskon 10% menjadi 39.000




Amsterdam Ik Hou Van Je, penerbit Grasindo, terbit 2013
Harga 51.000 diskon 10% menjadi 45.000






























JOJOBA, penerbit DeTeens (imprint Diva Press), terbit 2013
Harga 40.000 diskon 10% menjadi 36.000






























Bagi yang berminat, kirim saja email pemesanan ke rumieko@yahoo.com yaa.

Terima kasih teman-teman ^_^



Koleksi juga yuuuk. Semuanya kisah yang romantis banget ^_^


Sedangkan ini adalah novel romance Korea karyaku yang pertama kali. Di sini aku menggunakan nama pena Karumi Iyagi. Iyagi adalah bahasa Korea yang artinya dongeng. Karumi = Kak Arumi. Inilah asal muasal nama pena Karumi Iyagi untuk novelku yang ber- genre Romance Korean story



Judul : Saranghaeyo (Aku Cinta Kamu)
Penulis : Karumi Iyagi (Nama pena Arumi E untuk novel Korea)
Penerbit : Zettu
Tebal : 200 halaman
Genre : Romance Korea


SINOPSIS


“Sial! Mengapa gadis mabuk ini memilih tinggal di tempat yang tertinggi? Tak ada lift pula! Berarti aku harus lewat tangga,” gerutu Jae Joon.
Sebenarnya bisa saja Jae Joon meninggalkan gadis itu begitu saja di bawah sini. Tetapi ia tak setega itu. Sudah menjadi prinsip hidupnya untuk selalu menolong orang lain hingga tuntas. Gadis itu masih tertidur, atau pingsan? Entahlah, yang jelas ia tak mungkin dibawa berjalan menaiki tangga. Mau tak mau Jae Joon harus menggendongnya. Susah payah Jae Joon menggendong gadis itu di punggungnya.
“Aih, berat juga! Makan apa saja sih dia hingga seberat ini?” keluh Jae Joon.
 Perlahan kakinya melangkah menaiki tangga satu persatu. Bukan hal yang mudah menggendong seorang yang tak sadarkan diri sambil menaiki tangga. Beberapa kali Jae Joon berhenti sebentar tiap kali ia mencapai bordes tangga. Lalu setapak demi setapak ia melanjutkan langkahnya.
“Akhirnya! Lantai lima!” seru Jae Joon lega.
Ia mencari nomor ruang flat gadis itu, seperti yang tertera di kartu identitasnya. Dan lagi-lagi ia merasa sial karena nomor ruang flat gadis itu terletak paling ujung, jauh dari tangga.
“Hei, mengapa kau tidak bangun juga? Benar kan ini rumahmu?” tanya Jae Joon setelah menurunkan tubuh gadis itu dari punggungnya, lalu ia menepuk-nepuk pipi gadis itu sedikit keras.
Tapi gadis itu tak bereaksi, ia tak bergerak sama sekali, kecuali masih bernafas dengan teratur.

ooo

Hyo Ri masuk ke salah satu bilik ganti itu. Ia mengganti pakaiannya dengan seragam pegawai La Moda. Kemeja berwarna merah maroon dan rok hitam sepanjang lutut. Sambil mengancingkan kemejanya, ia keluar bilik dan mematut diri di depan cermin. Tapi tiba-tiba saja ia tersentak ketika melalui pantulan di cermin, ia melihat ada seorang lelaki berada dalam salah satu bilik ganti pakaian yang berpintu rendah itu. Lelaki itu lumayan tinggi sehingga kepalanya terlihat jelas.
“Hei, siapa kamu! Laki-laki kenapa masuk ruang ganti perempuan?” tegur Hyo Ri dengan suara keras.
Laki-laki itu segera menoleh dan terkejut melihat Hyo Ri.
“Jae Joon!” teriak Hyo Ri lagi.
Hyo Ri tampak panik dan buru-buru menutup bagian depan kemejanya yang belum terkancing dengan kedua tangannya. Sementara dengan santai Jae Joon keluar dari bilik ganti pakaian. Kemejanya sendiri juga belum dikancing. Masih bergaya santai, Jae Joon berkaca di depan cermin besar sambil mengancing kemejanya satu persatu-satu. Hyo Ri melotot melihatnya.
“Sepertinya kau terpesona melihat tubuhku,” ledek Jae Joon sambil tersenyum sinis. Hyo mencibir kesal.
“Jangan mimpi! Kenapa kau masuk ruang ganti perempuan sembarangan?” bantah Hyo Ri dengan nada kesal.
Jae Joon menoleh dan kembali tersenyum meledek.
“Siapa bilang ini ruang ganti perempuan?” sahut Jae Joon cuek.
Hyo Ri celingak-celinguk. Tiba-tiba saja ia khawatir ia yang salah masuk. Tapi pegawai di depan tadi menunjukkan ruang ini sebagai ruang ganti.
“Ini ruang ganti bersama. Tidak dibedakan lelaki atau perempuan!” bisik Jae Joon di dekat telinga Hyo Ri.
Lalu dengan cueknya ia berjalan keluar ruang ganti melewati Hyo Ri begitu saja. Lagi-lagi Hyo Ri hanya bisa mencibir. Ia heran, mengapa nasibnya sial selalu bertemu Jae Joon yang seringkali membuatnya kesal dengan sikap sok pentingnya itu.

ooo

Annyeonghaseyo. Terima kasih, Rae Mi,” sahut Jae Joon yang juga tersenyum.
“Terima kasih untuk apa?” tanya Rae Mi heran.
“Kau masih ada di La Moda. Kau tahu apa akibatnya jika kau benar-benar pergi dari sini? Kau pasti menghancurkan hati eomma. Ia sangat menyayangimu, Rae Mi. Kau sudah dianggapnya sebagai anak perempuannya sendiri. Kemarin saat ia menelponku memintaku mencarimu, suaranya terdengar sangat cemas,” jawab Jae Joon
Rae Mi tersenyum.
“Jadi, jika aku pergi dari La Moda, hanya eomma yang akan hancur hatinya?” tanya Rae Mi dengan nada suara menyiratkan sesuatu.
Jae Joon tak menyahut. Ia hanya memandangi Rae Mi.
“Lalu bagaimana denganmu, Han Jae? Apakah jika aku pergi dari La Moda hatimu juga akan hancur?” tanya Rae Mi lagi, pandangannya pada Jae Joon sungguh-sungguh menantikan sebuah jawaban.


***
Memendam cinta itu meyakitkan. Tetapi tidak mudah untuk mengucapkan tiga kata itu, 사랑해요 (saranghaeyo) aku cinta kamu, walau seseorang yang dicinta itu tepat berada di hadapannya. Ia harus merelakan dua lelaki mendahuluinya menyatakan cinta.
Saat kesempatan untuk menyatakan cinta itu datang, ia justru merasa bimbang dengan perasaannya sendiri. Ada cinta lain yang mulai menyusup perlahan dalam hatinya. Memenuhi rongga-rongga di hatinya yang sempat tak terisi beberapa tahun lamanya.
Saranghaeyo, tetap menjadi kalimat yang sulit. Jika kemudian ia memilih cintanya dulu, benarkah karena ia memang masih merasakan cinta? Ataukah hanya sebagai bentuk rasa tanggungjawab?
Saranghaeyo…
Takdir jugalah yang akhirnya memutuskan kepada siapa kalimat itu pantas ia ucapkan.

Han Jae Joon adalah seorang pemuda tampan yang diam-diam menyimpan cintanya kepada Sung Rae Mi, seorang gadis perancang pakaian di butik La Moda yang pernah menjadi tunangan kakaknya yang kini telah meninggal. Tapi belum sempat Han Jae Joon menyatakan cintanya, Sung Rae Mi sudah mengenalkannya dengan pacar barunya Jung Dong Hee. Tanpa sengaja Han Jae Joon bertemu dengan Shin Hyo Ri, seorang gadis pengangguran sekaligus baru saja dicampakkan pacarnya yang ternyata adalah Jung Dong Hee. Shin Hyo Ri bertekad ingin merebut pacarnya kembali dari Sung Rae Mi.
Takdir mempertemukan keempatnya di tempat yang sama, butik La Moda. Dimulailah persaingan untuk saling memenangkan cinta. Shin Hyo Ri yang semula ingin merebut kembali Jung Dong Hee malah jatuh cinta pada Han Jae Joon. Tapi untuk yang kedua kalinya, ia harus bersaing dengan Sung Rae Mi untuk mendapatkan cinta dari pria yang sama.

Pada akhirnya, siapakah yang akan dipilih Han Jae Joon? Benarkah ia masih setia mencintai Sung Rae Mi setelah melalui banyak hal bersama Shin Hyo Ri?
Cinta, tak bisa lepas dari rasa sakit hati. Tetapi cinta tak pernah membuat pelakunya kapok untuk jatuh cinta lagi. Karena cinta, sepahit apa pun, selalu menyisakan rasa manis.
Saranghaeyo…aku cinta kamu.

Saranghaeyo, berkisah tentang cinta dengan setting Kota Seoul, Korea Selatan.
Kisah cinta ala Korea memang selalu menarik disimak. Romantismenya tergambarkan tidak hanya dari jalinan ceritanya, konflik antar tokoh-tokohnya, tetapi juga dari keindahan setting lokasinya ditambah perubahan suasana sesuai perubahan musim. Walau dalam kisah ini hanya berlangsung selama musim panas hingga musim gugur, tetapi keindahan Suasana tetap terasa.
Ini kisah tentang cinta, tentang kasih tak sampai, tentang sakit hati karena cinta, tentang cinta terpendam. Pada akhirnya, biarkan hati yang memandu ke mana cinta akan dilabuhkan. Hati tidak akan pernah berbohong. Jika hati berkata saranghaeyo, aku cinta kamu, maka ucapkanlah tanpa ragu.


NOTES
Novel ini bisa didapatkan di toko buku Gramedia dan di toko buku online : http://www.bukukita.com/Buku-Novel/Romance/105176-Saranghaeyo-(Koreas-Story).html

Bagi teman-teman yang menanyakan apakah novel ini ada e-booknya, novel ini tidak tersedia dalam bentuk e-book, hanya tersedia dalam versi novel yang dicetak. Yuk, yang mau baca novel ini, silakan dapatkan di toko buku Gramedia ya...Dijamin enggak nyesel deh bacanya, ceritanya seru, super romantis dan berasa banget Koreanya.


INTERMEZZO
Buat teman-teman yang membaca novel-novel Korea dengan nama penaku Karumi Iyagi dan butuh biografi penulis, ini biografi Karumi Iyagi alias Arumi Ekowati.

Biografi Karumi Iyagi

Nama pena : Karumi Iyagi, nama asli : Arumi E.
Lahir di Jakarta tanggal 6 Mei. Lulusan Arsitektur ini merasa lebih asyik menekuni hobinya melukis sepatu dan menulis cerita fiksi.

Beberapa cerpennya telah dimuat di Majalah Aneka Yess!, Kawanku, Hai, majalah Teen, tabloid Gaul, majalah Kreatif, majalah Say!, majalah STORY, majalah Bobo, majalah Girls dan Kompas Anak.
Beberapa buku antologi, diantaranya: Anak Kos Gokil, Dua Sisi Susi, Dark Stories.

Novel karyanya yang sudah terbit : Cinta Bersemi di Putih Abu-AbuSaranghaeyoSymphony Of LoveFour Seasons Of  LoveSweet SonataSakura Wish, Tahajud Cinta di Kota New York, Jojoba, Amsterdam Ik Hou Van Je, Longest Love Letter.

Juga menulis kisah G-Dragon dan Bigbang dalam comic book Swag With G-Dragon Bigbang

Bagi yang ingin menyapa, sila add : facebook.com/arumi.ekowati , follow twitternya @rumieko dan kunjungi blognya di www.arumi-stories.blogspot.com

Buku-buku karya Arumi E. yang sudah terbit




Best seller di Gramedia Puri Mal Jakarta





Best seller di Gramedia Batam

Buat teman-teman yang sudah pernah membacanya, boleh kasih testimoni di sini. Terima kasih... ^_^






Kamis, 23 Februari 2012

Bye Bye Office



Telah terbit buku antologi karyaku terbaru.

Bye-Bye Office

Butuh keberanian untuk mengucapkan :Bye Bye Office.

Dan memang tak mudah memulai usaha mandiri. Banyak rintangan dan halangan yang terkadang meruntuhkan mental. Tetapi dengan semangat pantang menyerah, maka segala masalah dapat terlewati.

Kini nikmati saja menekuni hobi sembari mendapatkan penghasilan. Jalani dengan riang gembira, maka hidup terasa ringan. Di sini terangkum kisahku memulai usaha mandiri sekaligus menekuni hobi, melukis sepatu kanvas.

Bersama 14 belas wanita lainnya, kami berbagi cerita...

Bagi teman-teman yang ingin memesan buku ini silahkan. banyak info serta pengalaman bagaimana memulai usaha yang bisa dibaca di sini.

Harga : Rp 39.000,-
Penerbit : MIC Publishing

Selasa, 10 Januari 2012

Menjadi Volunter Sea Games 2011



Berfoto bersama Rio, atlit sailing wanita kebanggaan Indonesia yang memperoleh medali emas.


Pengalamanku menjadi volunteer dimuat di harian Republika.


September 2011 aku mencoba pengalaman menjadi volunter hajatan akbar Sea Games 2011 yang diselenggarakan di dua kota, Jakarta dan Palembang. Karena aku tinggal di Jakarta,aku ditugaskan di venue sailing di Pantai Marina Ancol.

Serunya mendapat pengetahuan tentang sailing. Ini olahraga yang ternyata menarik. Aku takjub saat mengetahui ada kategori anak-anak yang baru berusia 8 tahun. Sekecil itu sudah bisa membawa perahu layar di laut lepas. Hebat sekali.

Selain mendapat honor yang lumayan, pengalaman, aku juga mendapat banyak teman baru. Serta kenang-kenangan pin dari berbagai negara peserta.

1. Persiapannya cukup sederhana saja. SDM Inasoc sebagai yang bertanggung jawab dalam perekrutan tenaga volunteer dan LO, mentraining kami terlebih dahulu selama satu hari. Dalam training itu kami diberikan materi tentang bagaimana bersikap yang baik dalam pergaulan, tentang interpersonal relationship,tentang bagaimana berkomunikasi yang efektif dan sedikit pengetahuan tentang wisata kota Jakarta, sebagai bekal kami untuk berinteraksi yang baik dengan para atlit tamu dan officialnya.Aku mendapat info tentang menjadi volunteer ini dari seorang teman.

Aku bertugas sebagai volunteer di venue sailing yang berlokasi di Pantai Marina. Sejak awal aku tahu tempat tugasku ini, aku sudah sangat antusias. Pantai Marina tentu saja identik dengan rekreasi dan bersenang-senang. Sehingga aku pun yakin bahwa tugasku nantinya pasti akan sangat bernuansa fun. Kenyataannya memang benar. Satu timku berjumlah 22 orang. Masing-measing diberi tugas yang berbeda, tapi sejalan waktu, kami pun saling bertugas tugas, sehingga hampir semua dari kami merasakan semua pengalaman tugas yang berbeda-beda. Seperti misalnya aku pernah ditugaskan mambantu di rauang secretariat untuk menerjemahkan surat undangan acara closing ceremony. Aku juga pernah ikut serta dalam kapal wasit menuju tengah laut menyaksikan bagaimana menentukan garis start dan finish di tengah laut. Di hari pertandingan, aku bertugas di pos check in/out, tempat para atlit wajib menyerahkan id cardnya sebelum turun ke laut.

Intinya, sebagai volunteer, tugas kami adalah membantu apa saja untuk melancarkan jalannya kegiatan yang berlangsung di venue sailing. Beberapa dari kami ada juga yang membantu mendorong kapal atlit menuju laut, atau menarik kapal atlit yang selesai berlayar di laut menuju tempat pencucian kapal. Kami hanya membantu meringankan atlit, karena semua atlit sebenarnya telah terbiasa membawa sendiri kapalnya, kecuali kapal-kapal yang besar yang memang butuh batuan untuk didorong dan ditarik. Ada juga yang bertugas ikut mengantar makanan ke kapal wasit di laut yang berjumlah sekitar Sembilan kapal sesuai dengan jumlah kelas yang dipertandingkan. Banyak pengalaman yang tak terlupakan selama aku bertugas di pantai Marina.

Kejadian paling lucu adalah ketika kami sedang istirahat siang di kantin yang terletaK di belakanng venue, ternyata ada dua atlit Singapura yang memesan mi ayam di kantin itu. Mereka bilang mi ayam di situ lebih enak daripada spaghetti menu makan siang mereka. Mereka bahkan tanpa ragu menuangkan saos botolan yang merahnya ngejreng itu. Tentu saja itu tanpa sepengetahuan pelatih mereka. Karena sebagai atlit, makanan mereka sebenarnya sudah diatur oleh ahli gizi. Mereka tak ragu berbaur dengan kami dan ngobrol santai. Ternyata tak hanya kedua atlit Singapur itu, tim Malaysia bahkan dating lengakap ke kantin juga memesan mi ayam itu berikut pelatihnya! Padahal itu hanya mi ayam gerobak biasa yang harganya 7000 rupiah per porsi. Atlit Malaysia itu ternyata friendly dan kami pun ngobrol asyik sembari bercanda, seolah segala pemberitaan tentang permusuhan dengan orang Malaysia seperti dalam banyak berita tak terbukti di situ. Bahkan kami masing-masing diberikan pin kontingen Malaysia sebagai kenag-kenangan. Kami juga mendapat pin kontingen Thailand dari atlit Thailand kelas junior yang memperoleh medali perak.Secara keseluruhan, lebih banyak suka selama bertugas di venue sailing. Hanya saja kami harus rela kulit kami menghitam karena terbakar matahari selama 13 hari bertugas di Pantai Marina. Tapi tentu saja itu tidak sebanding dengan serunya bertugas di sana. Semakin hitam, siapa takut? Hehehe

Awalnya aku melamar sebagai volunteer sea Games, aku tak mengira bahwa aku akan mendapatkan honor juga. Karena volunteer tentu saja artinya sukarelawan. Mendapatkan 3 buah kaos seragam berlogo Sea games, dua buah celana, sepasang sepatu, sebuah tas, sebuah topi, satu set alat tulis saja sudah membuat aku senang. Tetapi ternyata Inasoc sebagai panitia penyelenggaraan Sea Games, tidak memperkerjakan kami dengan Cuma-Cuma. Kami mendapatkan honor yang cukup layak, yang sangat lumayan untuk menambah asaldo tabungan kami. Sungguh sangat beruntung aku ikut serta menjadi volunteer dalam Sea Games ini, karena bukan hanya uang, tapi juga aku mendapat banyak pengalaman berharga dan tentu saja banyak menambah teman.

Terlibat dalam acara sebesar Sea games, tentu saja artinya harus siap berinteraksi dengan banyak orang, bukan hanya dengan sesame petugas VO dan LO, tapi juga dengan panitia, terutama dengan panitia penyelenggara di setiap venue tempat kami ditugaskan. Dan yang paling penting, kami juga pastinya akan berinteraksi dengan atlit dan official masing-masing Negara peserta. Yang utama adalah, kami harus menjaga sikap sopan santun dan ramah tamah. Juga sikap sigap untuk siap sedia membantu siapa saja yang butuh bantuan. Ini juga menjadi kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari negara yang berbeda-beda. Untuk yang bisa berbahasa Inggris, kami bisa berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Tapi atlit Myanmar umumnya tidak bisa berbahasa inggris, sehingga kami pun berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Toh itu tak menjadi kendala, karena kami bisa saling mengerti, asalkan kami tetap bersikap sopan dan yang paling penting adalah murah senyum, karena senyum pasti artinya positif, apa pun bahasa yang kami gunakan. Bahkan ada atlit Thailand yang setiap pagi justru mengucapkan selamat pagi, dan dia juga belajar dari kami bagaimana cara mengucapkan selamat sore.

Cerpen : KUNANG – KUNANG CINTA



Selamat tahun baru 2012 teman-teman....Mengawali tahun baru ini, aku ingin sharing cerpen duetku bersama sahabatku Riri Ansar yang sama-sama hobi menulis. Cerpen ini fiksi, tapi terinspirasi dari kisah nyata gadis cilik penderita kanker bernama sayitri. semoga bermanfaat bagi yang membaca. Enjoy it. :)


KUNANG – KUNANG CINTA
~ Riri Ansar & Arumi Ekowati ~

Gayatri melangkah terburu-buru keluar kelas, dengan langkah hampir setengah berlari. Ia harus segera sampai di rumah, menyiapkan santap siang untuk neneknya. Harus, karena hanya dia yang tinggal bersama neneknya. Tak ada waktu untuk bercengkrama dengan teman-temannya sepulang sekolah. Termasuk tak ada waktu untuk melayani rayuan Bisma. Sebenarnya, itu bukan rayuan, hanya permintaan Bisma untuk mengantarnya pulang bareng. Sudah berkali-kali ia menolaknya, tapi Bisma seperti tak pernah surut langkah membujuknya.
“Tri, kamu mau pulang bareng denganku?” tanya Bisma mencegat Gayatri.
“Nggak usah, Bisma, aku bisa pulang sendiri.” jawab Gayatri sopan.
“Rumah kita berdekatan. Nggak ada salahnya kan pulang bareng?” bujuk Bisma.
“Justru aku nggak enak kalau kita pulang bareng. Apa kata teman-teman nanti jika melihat kita boncengan.” sahut Gayatri sambil tersenyum, tak dikuranginya sedikit pun kecepatan langkahnya.
“Atri!” Bisma mengejar Gayatri, hingga menjejeri langkah Gayatri sambil tetap menuntun sepedanya.
“Kenapa sepedamu selalu kau tuntun begitu? Sepedamu jadi tak ada gunanya.” kata Gayatri, matanya melirik ke arah Bisma yang berjalan di samping kanannya.
“Aku tak akan mengayuhnya sampai kau mau aku bonceng.” sahut Bisma
“Apa kamu nggak capek, Bisma?” tanya Gayatri heran.
“Harusnya aku yang bertanya, apakah kamu nggak capek, Tri? Bukankah kau akan lebih cepat sampai ke rumahmu jika kau mau membonceng sepedaku?” Bisma balik bertanya.
“Aku nggak mau merepotkanmu, Bisma.”
“Aku nggak merasa repot.”
Gayatri enggan menyahut lagi. Ia mempercepat langkahnya tanpa memedulikan Bisma. Bisma membiarkan Gayatri berjalan di depannya. Sementara, ia mengikuti dari belakang sambil tetap menuntun sepeda tuanya. Bisma menghela nafas panjang. Ia kehabisan akal mencari cara mengembalikan keceriaan Gayatri. Ia menyesal tak bisa lagi melihat lekukan kecil di kanan kiri pipi gadis itu yang muncul tiap kali ia tersenyum.
Senyum khas Gayatri lenyap bersamaan dengan kepulangan ibunya dari Malaysia dalam keadaan sekarat. Bukan, ibu Gayatri bukan korban kekejaman majikan seperti yang sering diberitakan di televisi. Ibu Gayatri dipulangkan majikannya karena sakit-sakitan akibat kanker yang dideritanya. Tak lama setelah kepulangannya, ibu Gayatri wafat. Bisma ingat bagaimana Gayatri tak berhenti menangis melihat tubuh ibunya yang terbujur kaku. Sudah lima bulan berlalu sejak kematian ibunya, tapi keceriaan Gayatri tak pernah kembali.
***
Gayatri tak bisa melupakan kejadian tadi siang. Saat Argan tak sengaja menubruk tubuhnya. Ketika itu ia sibuk memerhatikan buku-buku yang baru saja dipinjamnya dari perpustakaan, hingga tak melihat ada seseorang melangkah tepat ke arahnya.
“Eh, maaf!” seru Argan tadi siang.
Lalu tanpa diminta, Argan segera mengambilkan buku-buku Gayatri yang berjatuhan di lantai. Gayatri tercengang. Ia tahu siapa Argan. Siapa yang tak kenal Argan di desa ini. Anak pak lurah. Pujaan banyak gadis di desanya ini. Yang membuat Gayatri tercengang, Argan yang selama ini seolah tak terjangkau olehnya, meminta maaf lebih dulu, bahkan bersedia memungut buku-bukunya yang berjatuhan.
“Terima kasih, Kak.” ucap Gayatri saat Argan menyerahkan buku-buku itu kepadanya.
“Kamu nggak apa-apa?” tanya Argan.
Gayatri bengong sesaat dan sedikit gelagapan saat menjawab,
“Saya nggak apa-apa, Kak!”
“Maaf, ya, aku yang salah, berjalan sambil sms-an, jadi tak melihat ada orang lain.”
“Eh, saya juga salah, Kak. Jalan sambil menunduk.”
Syukurlah kalau kamu nggak apa-apa. Sudah ya?” kata Argan seraya tersenyum, lalu melangkah pergi. Meninggalkan jejak di hati Gayatri. Membuat ia memikirkan Argan hingga malam ini. Lalu, buku hariannya hari ini terasa berbeda dibanding hari-hari sebelumnya yang suram. Ia tersenyum, kemudian menuliskan kejadian siang tadi dalam buku hariannya dengan kalimat pembuka,
Hari ini aku senang sekali…
***
Hari minggu ini Gayatri menemani neneknya bekerja di sawah. Ia tak tega membiarkan neneknya sendirian bekerja keras di usianya yang telah lebih dari separuh baya. Andaikan bisa, ingin rasanya ia menggantikan neneknya bekerja. Tapi ia harus sekolah. Neneknya yang selalu menyemangatinya sekolah. Belum lagi ia ingat pesan terakhir ibunya, agar ia tak berhenti menuntut ilmu, karena ilmu itu adalah harta yang tak ternilai. Untunglah bapaknya yang bekerja sebagai buruh serabutan di Jakarta masih bisa mengirimkan uang untuk biaya sekolahnya.
Sawah ini hanya sepetak kecil. Peninggalan kakeknya dahulu. Saat ini adalah saat menanam, setelah selesai menanam, neneknya tak perlu datang ke sawah sepanjang hari, kecuali melihat keadaan sawahnya dan memberi pupuk. Gayatri melirik neneknya yang terus menanam bibit-bibit padi dengan cekatan. Ada rasa kasihan di hatinya melihat neneknya itu. Ia bertekad akan membantu neneknya sebisa mungkin, di sela-sela tugas-tugas sekolahnya.
Sinar mentari semakin menyengat. Tiba-tiba saja Gayatri merasakan nyeri di kepalanya. Rasanya bagaikan ada ribuan kunang-kunang menyerangnya. Lalu semua tampak gelap dan beberapa detik kemudian tubuhnya merosot jatuh di atas pematang sawah.
***
“Atuh kumaha, Neng? Kamu kenapa tiba-tiba pingsan tadi?” Suara halus neneknya dengan logat sunda yang kental lamat-lamat terdengar di telinga Gayatri.
Gayatri membuka matanya. Kepalanya masih terasa berdenyut.
“Entahlah Nek, tadi rasanya kepala Atri pusing sekali. Seperti diserbu ribuan kunang-kunang.” sahut Gayatri.
“Sini, nenek kerik badan kamu pakai ramuan bawang. Masuk angin ini kamu, Neng.” kata neneknya lagi.
Gayatri tak menolak ketika neneknya membuka pakaiannya, lalu melumuri punggungnya dengan minyak kelapa bercampur tumbukan bawang merah. Sesekali ia mengernyit menahan perih, saat kulit punggungnya dikerik dengan uang logam lima ratus rupiah. Mungkin benar kata neneknya, ia hanya masuk angin.
***
“Gayatri!”
Gayatri ragu untuk menoleh. Tapi seingatnya itu bukan suara Bisma yang ia kuatirkan akan memaksanya pulang bareng lagi. Gayatri melongo tak percaya melihat sosok yang menyebutkan namanya tadi.
“Kak Argan?” Dia heran, bagaimana anak pak lurah itu bisa tahu namanya? Ia bukan siapa-siapa. Berkenalan pun tidak pernah.
“Mau kuantar pulang?” tanya Argan dengan senyumnya yang menawan. Ia duduk di atas sebuah motor matik yang tampak baru.
“Saya, Kak? Tapi…eh, maaf, kenapa kak Argan mau mengantar saya pulang?” tanya Gayatri semakin heran.
“Karena kulihat kamu jalan sendiri hampir setengah berlari. Rumahmu cukup jauh juga, kan? Kuantar kamu sampai depan kantor kelurahan, dari situ kau hanya tinggal berjalan sedikit lagi ke rumahmu.”
Gayatri kembali melongo. Argan tahu di mana rumahnya? Bagaimana bisa?
“Tapi Kak…”
“Sudahlah! Nggak apa-apa. Ayo membonceng di motorku.” kata Argan.
Sesungguhnya Gayatri memang tak ingin menolak. Ini seperti mimpi di siang hari. Argan yang beberapa hari ini membuatnya senang, yang membuatnya sering mencuri pandang saat kebetulan berpapasan di lingkungan sekolah, justru menawarkan mengantarnya pulang. Segera ia duduk di boncengan motor Argan dan sedikit ragu menggenggam ikat pinggang Argan di kanan kiri sebagai pegangan.
Bisma patah hati melihat adegan itu. Ia kecewa pada Gayatri. Gayatri menolak membonceng di sepedanya yang memang sudah tak mentereng lagi. Tapi tak menolak membonceng di motor baru Argan anak pak lurah. Hati Bisma terasa ngilu.
***
Pagi ini Gayatri berjalan menuju sekolahnya dengan hati riang. Hari-hari belakangan ini ia semakin semangat berangkat ke sekolah. Tentu saja karena Argan. Tak bisa dipungkiri, hatinya melambung menerima segala perlakuan Argan kemarin. Walau ia masih tak tahu apa maksud Argan sebenarnya, ia tak peduli. Itu sudah cukup membuat keceriaannya kembali. Lesung pipinya kembali sering terlihat. Sapaan ramahnya kembali mencerahkan hari setiap orang yang ditemuinya.
“Atri!”
Gayatri tahu, kali ini Bisma yang memanggilnya. Ia menoleh dan tersenyum manis.
“Kuantar ke sekolah yuk!” ajak Bisma.
Hati Gayatri sedang senang. Ia tak keberatan berbagi kebahagiaan. Maka tak ditolaknya tawaran Bisma itu. Ia segera duduk di boncengan sepeda Bisma. Membuat Bisma bahagia dan melupakan kekecewaannya kemarin. Bisma tersenyum lebar sambil mengayuh sepedanya penuh semangat. Ia bertekad, sepulang sekolah, ia akan mengantar Gayatri pulang.
Tapi nyatanya Bisma ragu menghampiri Gayatri yang berjalan cepat-cepat sejak keluar kelas seusai jam pelajaran terakhir. Ia hanya memerhatikan dari belakang. Ingin tahu, apakah Argan akan menawarkan mengantar Gayatri pulang lagi.
Argan baru muncul setelah mereka cukup jauh meninggalkan sekolah. Gayatri mengenal suara motor Argan. Segera ia menoleh dengan hati berbunga-bunga. Tapi bunga-bunga di hatinya itu mendadak layu saat dilihatnya Argan tidak sendiri di atas motornya. Ada gadis lain yang juga mengenakan seragam putih abu-abu membonceng di motor Argan. Gadis itu memeluk pinggang Argan tanpa malu-malu. Argan berlalu begitu saja melewati Gayatri tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Senyum manis segera lenyap dari wajah Gayatri
Bisma cepat-cepat menghampiri Gayatri yang kini melangkah gontai.
“Atri, aku antar yuk!” sapa Bisma.
Gayatri hanya menoleh sekilas. Ia terlihat enggan menjawab. Tiba-tiba saja Gayatri merasakan kepalanya kembali berdenyut. Lalu, pandangannya kabur, bagaikan ribuan kunang-kunang menyerangnya. Tubuhnya lunglai hampir jatuh. Dengan sigap Bisma menangkap tubuh Gayatri.
“Tri, kamu kenapa?” tanya Bisma bingung.
Gayatri masih sempat berucap, “Kunang-kunang…” sebelum akhirnya ia jatuh tak sadarkan diri dalam pelukan Bisma.
Susah payah Bisma mendudukkan Gayatri di boncengan sepedanya, lalu ia biarkan tubuh Gayatri bersandar di bahu kanannya. Sekuat tenaga Bisma menuntun perlahan sepedanya menuju rumah Gayatri.
***
“Terima kasih, Bisma. Kamu sudah menolongku dan mengantarkan aku sampai rumah. Kalau nggak ada kamu, apa jadinya aku pingsan di jalan.” ucap Gayatri.
“Kamu nggak mungkin pingsan di jalan sendirian, Tri. Karena sebenarnya, aku selalu ada di belakangmu.” sahut Bisma sambil tersenyum.
Gayatri menatap mata Bisma dalam-dalam. Ia memang merasakan ada rasa sayang di situ. Yang selama ini tak pernah ia gubris.
“Kamu memang teman yang baik, Bisma.” kata Gayatri membalas tersenyum.
“Ada apa denganmu, Tri? Kenapa mendadak pingsan?” tanya Bisma.
“Entahlah. Sekarang ini kepalaku sering terasa sakit sekali. Jika sakit itu menyerang, rasanya seperti ada ribuan kunang-kunang menyerbuku. Lalu semua menjadi gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.” jelas Gayatri.
“Sejak kapan kau merasa begitu?” tanya Bisma tampak cemas.
“Beberapa bulan yang lalu. Akhir-akhir ini aku semakin sering pingsan. Setiap kali aku merasa sedikit lelah, kepalaku rasanya langsung berdenyut.” jawab Gayatri.
“Mulai besok dan seterusnya, aku akan memboncengmu pergi dan pulang sekolah. Kamu nggak boleh menolak, Tri. Aku nggak mau kamu terlalu capek.” kata Bisma.
Gayatri tersenyum. Ia bisa membaca ketulusan hati Bisma. Ah, kenapa selama ini ia tak menyadarinya?
“Baiklah aku tak akan menolak.” sahut Gayatri.
Bisma tersenyum senang. Ia bertekad akan selalu menjaga Gayatri. Tak akan dibiarkannya Gayatri kembali diserbu ribuan kunang-kunang.
***
“Kau bawakan aku kunang-kunang, Bisma?” tanya Gayatri heran.
Ini malam minggu. Aneh, Bisma mendadak berkunjung ke rumahnya, membawa setandan pisang raja dan sebuah toples kaca bening berisi kunang-kunang.
“Apakah seperti ini kunang-kunang yang sering menyerbu kepalamu?” tanya Bisma.
“Tidak, kunang-kunang ini jauh lebih cantik. Darimana kau mendapatkannya?”
“Di lereng bukit, aku menangkapnya kemarin malam.”
Gayatri tertegun, memandangi Bisma hampir tanpa kedip.
“Aku tak menyangka kau menangkap kunang-kunang untukku.”
“Karena kau bilang sering diserbu kunang-kunang, aku jadi penasaran bagaimana rupa kunang-kunang sebenarnya. Aku dengar di lereng bukit masih banyak kunang-kunang di malam hari. Aku berusaha menangkapnya beberapa. Hanya dapat sepuluh ekor.”
“Tentu saja bukan kunang-kunang seperti ini yang menyerbu kepalaku, Bisma. Kunang-kunang yang menyerbu kepalaku adalah kunang-kunang yang mematikan.”
Bisma tercekat mendengar kalimat Gayatri itu.
“Tri, kenapa kamu bicara begitu?” tanya Bisma gundah.
“Terima kasih kau sudah membuat aku melihat kunang-kunang sungguhan. Ini sudah cukup, mereka bisa mati kalau dibiarkan di dalam toples terlalu lama.”
Gayatri meraih tangan Bisma, menuntunnya ke pinggiran kebun depan rumahnya. Suara jangkrik yang bersahutan menghiasi malam. Tak ada cahaya di hamparan kebun itu. Bulan tak sedang purnama. Hanya kerlap-kerlip bintang tampak di langit.
“Bukalah toples ini, Bisma.”
Bisma menurut. Ia membebaskan sepuluh kunang-kunang yang dengan susah payah ia kumpulkan kemarin malam. Membiarkan mereka terbang ke arah hamparan kebun. Menciptakan titik-titik cahaya kuning di beberapa tempat.
“Pernahkah kau mendengarkan nyanyian kunang-kunang?” tanya Gayatri.
“Ah, tak mungkin kunang-kunang bisa bernyanyi.” jawab Bisma.
“Jika aku sudah tak ada, aku akan menjelma menjadi kunang-kunang dan akan bernyanyi untukmu.” ucap Gayatri.
“Gayatri, jangan bicara seperti itu.” sahut Bisma kembali gundah.
“Sakit kepalaku semakin sering menyerang. Mungkin ini sakit yang sama dengan sakit yang diderita ibuku dulu. Katanya penyakit seperti itu bisa menurun.”
“Gayatri… Aku sayang kamu.” ucap Bisma hampir lirih.
Gayatri meraih tangan Bisma dan menggenggamnya erat.
“Terima kasih sudah menyayangi aku, Bisma.”
Hanya itu jawaban Gayatri. Ia enggan menjanjikan terlalu banyak kepada Bisma. Ia takut tak bisa menepatinya. Tiba-tiba Gayatri meringis menahan sakit. Sekali lagi, rasanya seperti ada ribuan kunang-kunang menyerbu kepalanya. Padahal ia sedang tak merasa lelah. Ia justru sedang merasa bahagia karena merasakan kasih sayang Bisma.
Pandangan Gayatri mulai mengabur. Ia tak bisa melihat apa-apa, hanya titik-titik warna kuning laksana ribuan kunang-kunang mengelilinginya. Lalu semua berubah gelap.
“Bisma, ini kunang-kunang cinta…” ucap Gayatri lirih, kemudian ia jatuh dalam pelukan Bisma.
~ Tamat ~

Dedicated to : Gadis manis bernama Sayitri